MEMPERKENALKAN KONSEP PEMANDU WISATA BAHARI RAMAH LINGKUNGAN (BEEP) KEPADA PARA JURNALIS DI KENDARI
Oleh: Martina Rahmadani, Petugas Wisata Bahari yang Bertanggung Jawab Program SESS WWF
Pulau Bokori merupakan salah satu lokasi wisata yang terletak di muara Teluk Kendari. Posisinya berada di dalam wilayah administratif Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe. Letaknya yang strategis karena sangat dekat dengan Kota Kendari, sejak tahun 2016 lalu, pulau kecil ini kini mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Bertempat di Pulau Bokori, WWF-Indonesia Southern East Sulawesi Sub Sea Scape (SESS) mengenalkan panduan praktik wisata bahari yang bertanggung jawab kepada para wartawan di Kota Kendari. Kegiatan ini dihadiri oleh 18 awak media yang mewakili Zonasultra.com, Detiksultra.com, Anoatimes.id, Inilahsultra.com, Bosultra.com, Tempo, Kendari Pos, Tegasnews.com, Bumisultra.com, Koran Sultra, Radar Sultra.co.id, Penaaktual.com, Tegas.co, Kolakapos, dan Sultraline.id.
Sugiyanta, Project Leader program SESS WWF, menjelaskan, sosialisasi ini bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat terkait wisata bahari di Sultra, khususnya insan pers agar dapat mempraktekkan tata cara yang baik dan benar ketika berwisata atau berinteraksi dengan satwa laut.
"Pengenalan BEEP WWF Indonesia ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan komitmen wisatawan dan pelaku usaha pariwisata dalam menjaga ekosistem di sekitarnya," jelas Sugiyanta.
Kegiatan pengenalan dan praktik ini dilakukan selama satu hari penuh, dimulai dengan pengenalan ekosistem laut, dampak kerusakan akibat aktivitas di laut, cara terbaik saat melakukan aktivitas wisata bahari seperti snorkeling, diving, hingga pemanduan bagi para wisatawan saat bertemu atau mengamati hewan-hewan laut yang kharismatik seperti penyu, pari manta, hiu, hiu paus, paus, duyung, dan lumba-lumba.
"Kita perlu memahami jarak aman saat berinteraksi dengan satwa laut seperti lumba-lumba, penyu, pari manta, duyung, hiu, dan hiu paus," ujar Casandra Tania, Marine Species Officer, WWF-Indonesia. Marine Species Officer, WWF-Indonesia. Marine Species Officer.
Lumba-lumba misalnya, jarak aman untuk melihat mamalia laut yang dikenal sangat lucu dan menggemaskan ini adalah mulai dari 50 hingga 100 meter. Jadi, dibutuhkan teropong untuk mengamati hewan ini.
Casandra juga menjelaskan bagaimana cara berinteraksi dengan penyu. Hal ini terkait dengan banyaknya lokasi peneluran penyu di wilayah pesisir Sulawesi Tenggara yang dijadikan potensi pengembangan pariwisata oleh banyak pihak.
"Mengamati penyu yang sedang bertelur, jangan menyorotkan lampu ke kepalanya, karena penyu sangat sensitif terhadap cahaya. Jika hal ini terjadi, penyu bisa saja membatalkan proses bertelurnya. Atau, saat akan bertelur, jangan mendekat dan hindari kontak fisik dengan penyu dan telurnya," imbuhnya.
Ia menyarankan untuk tidak melakukan kontak fisik dengan satwa saat berwisata bahari. Selain untuk menghindari agar satwa tidak terluka secara fisik dan mental, hal itu juga dapat menghindari satwa tertular bakteri yang berasal dari tubuh wisatawan.
Selain itu, para jurnalis juga diperkenalkan dengan parkrik terbaik saat melakukan aktivitas di laut. Materi ini disampaikan oleh Jan Manuputty, yang juga membahas dasar-dasar pengetahuan ekosistem terumbu karang.
"Setiap penyelam harus masuk ke lokasi yang tepat agar tidak menyentuh terumbu karang saat berada di dalam air," ujar Jan Manuputty, Biodiversity Monitoring Coordinator, WWF-Indonesia.
"Jaga daya apung (buoyancy) tetap netral. Hindari menggunakan sarung tangan, karena ini yang membuat kita tidak sadar saat memegang terumbu karang. Kemudian, jangan mengganggu hewan yang ditemui saat menyelam. Hal ini juga berlaku saat snorkeling, pastikan peralatan yang digunakan aman, dan jaga jarak dengan permukaan agar tidak menyentuh karang," tambahnya.
Bagi para jurnalis, pengetahuan ini membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka tentang pengelolaan laut yang berkelanjutan. "Dengan adanya sharing pengetahuan seperti ini, kami jadi tahu bahwa ada cara dan jarak yang tepat ketika kami mengamati satwa di laut lepas agar mereka tidak merasa terganggu," ujar Rosniwanty Fikri Tahir, kontributor Tempo Kendari.
Komar, wartawan Kendari Pos, juga mengalami hal yang sama. Setelah mendengarkan pemaparan Jan Manuputty, ia mulai menyadari bahwa terumbu karang tergolong hewan, bukan tumbuhan seperti yang ia pahami selama ini.
"Ternyata, terumbu karang itu masuk dalam kategori hewan dan satu cabang yang kita lihat ternyata terdiri dari banyak individu, makanya kita harus berhati-hati saat menyelam jangan sampai kita mematahkannya," ujarnya.
Kegiatan yang ditutup dengan praktek snorkeling dan simulasi berinteraksi dengan hewan ini juga membuat para jurnalis mulai menyadari cara terbaik saat melakukan wisata bahari. "Ke depan ketika kami berwisata, kami akan menerapkan praktik-praktik terbaik ini," ujar Lina dari Rakyat Sultra.