MELUKIS GURANO BINTANG DI ATAS OMBAK
Tiga mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya (UK Petra) jurusan desain komunikasi visual, Celcea Tifany (20 thn), Debby Natalia (20 thn), dan Elang Cakra (20 thn), menerima tantangan sebagai sukarelawan untuk WWF dalam rangka melukis kapal motor kayu dengan bobot mati 34 ton, panjang 23 meter, serta lebar 5.25 meter. Mereka tidak memerlukan waktu lama untuk menghias keseluruhan badan kapal dan interiornya, hanya dalam waktu 5 hari mereka berhasil mengubah penampilan kapal yang diberi nama Gurano Bintang sebuah kapal pendidikan yang akan beroperasi disekitar Teluk Cenderawasih, Papua, menjadi lebih menarik dan edukatif.
Gurano Bintang adalah sebutan masyarakat lokal terhadap spesies Hiu Paus (Rhincodon typus), jenis ikan hiu terbesar di dunia yang sering terlihat di Teluk Cenderewasih. Spesies ikan terbesar di dunia tersebut merupakan spesies dilindungi oleh undang-undang karena keberadaannya terancam punah dan populasinya terus menurun. Ancaman bagi biota besar yang hanya makan plankton dan ikan-ikan kecil lainnya ini datang dari aktivitas konsumsi sirip hiu, tangkapan sampingan oleh industri perikanan yang menggunakan pukat, serta polusi laut.
Selain Gurano Bintang, beberapa jenis spesies lain yang menghiasi badan kapal adalah jenis penyu belimbing, penyu hijau, lumba-lumba, burung cenderawasih, terumbu karang, hutan, serta manusia dan kebudayaannya. Bentuk motif tifa juga masuk ke dalam ilustrasi gambar sesuai masukan dan konsep yang didiskusikan antara tim sukarelawan dan WWF, bahwasanya unsur manusia tetap menjadi sentuhan yang membawa persoalan konservasi menjadi sendi-sendi yang perlu ada dalam aktivitas sehari-hari.
“Konsep berwarna cerah dan lucu dengan sedikit aksentuasi tifa (alat musik papua – red) ini lah yang menjadi pilihan dalam melukis Gurano Bintang ini.” rinci Obed Bima Wicandra, S.Sn, M.A selaku dosen pembimbing UK Petra para sukarelawan. Eksekusi konsep tersebut menghabiskan lebih dari 31 kaleng cat seberat 1 Kg per kalengnya selama pengecatan yang dilakukan pada pertengahan November 2011 di Dermaga Dua, Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara.
Kapal Gurano Bintang sebelumnya bernama “Koteklema” atau paus sperma dalam bahasa Lamalera, Nusa Tenggara Timur. Konsep yang diusung Koteklema sebelumnya juga berfungsi sebagai kapal edukasi dan penjangkauan masyarakat oleh WWF, lalu keberhasilan pembentukan dan inisiasi modul pendidikan lingkungan hidup yang difasilitasi oleh Koteklema kemudian diadopsi oleh Gurano Bintang di kawasan Teluk Cenderawasih. Rencananya Kapal Gurano Bintang akan berfungsi sebagai sarana yang sama, selain itu juga akan berfungsi sebagai kapal untuk pemantauan dan penelitian keanekaragaman hayati di Taman Nasional Cenderawasih dengan luas 1.4 juta hektar.
Kontak: Aulia Rahman (arahman@wwf.or.id / twitter @8AD)