MANTAPKAN IMPLEMENTASI EAA DI INDONESIA, DRAFT INDIKATOR DISIAPKAN
Penulis : Ninish Fajrina (Marine Campaign and Social Media Asisstant)
Kebutuhan akan pemenuhan ikan dunia yang terus meningkat sejalan dengan intensitas eksploitasi sumber daya pada sektor perikanan tangkap. Dampak yang merugikan muncul sebagai akibat eksploitasi berlebihan, salah satunya adalah berkembangnya penerapan cara-cara penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab hingga terjadi penurunan peran perikanan tangkap terhadap pemenuhan kebutuhan ikan.
Melejitnya angka produksi perikanan budi daya dari 49 juta ton tahun 2007 menjadi 66 juta ton di 2012 (The State of World Fisheries and Aquaculture,FAO), membuka peluang pagi perkembangan budi daya di Indonesia. Namun, praktik budi daya yang bersisian dengan dampak negatif seperti konversi ekosistem, penggunaan pakan berlebih dan limbah hasil budi daya, memerlukan pengelolaan berbasis ekosistem dan penerapan prinsip dasar budi daya bertanggung jawab untuk meningkatkan dampak positif praktik budi daya. Ecosystem approach for aquaculture (EAA) dapat berfungsi menjadi panduan tata kelola perikanan budi daya yang berbasis pendekatan ekosistem.
Indonesia menjadi negara pertama yang mengembangkan prinsip EAA sebagai panduan umum dalam tata kelola praktik budi daya. EAA yang merupakan bagian dari Code of Conduct to Responsible Fisheries (CCRF) yang diterbitkan oleh FAO ini memiliki tiga prinsip utama. Pertama adalah, harus mempertimbangkan fungsi dan layanan ekosistem. Kedua, meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan stakeholder dan ketiga budi daya dikembangkan dalam konteks sektor lain, kebijakan serta tujuan.
Lokakarya kedua digelar
Menindaklanjuti proses penyusunan Pedoman Umum (Pedum) EAA yang telah disusun November 2014 lalu, WWF-Indonesia dan Direktorat Jendral Perikanan Budi Daya - KKP kembali mengundang pihak terkait, untuk membahas draf indikator-indikator penilaian EAA. Dihadiri oleh pihak relevan lingkup KKP, KemenLHK, KemenPU, Bappenas, Universitas serta perwakilan daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Barat, penilaian indikator dikemas dalam bentuk Lokakarya Finalisasi Draf Indikator Penilaian Pedoman Umum EAA berlokasi di Hotel Santika Bogor.
Selama kurang lebih dua hari, para peserta diajak menyamakan pemahaman presepsi tentang EAA melalui materi yang dipaparkan oleh Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. Pembentukan tiga kelompok berdasarkan indikator EAA, yakni lingkungan, sosial dan kelembagaan, untuk fokus berdiskusi membahas detail masing-masing indikator.
Indikator yang telah dibahas, nantinya akan disusun sehinga dapat diterapkan oleh pemangku kepentingan budi daya di Indonesia. Penyusunan peta jalan penyusunan dan implementasi EAA serta pembentukan jaringan kerja EAA juga menjadi salah satu hasil dari terselenggaranya lokakarya yang dihadiri oleh 45 orang ini. Uji lapang indikator penilaian EAA tahap pertama direncanakan dilakukan di Kab. Purwakarta, Jawa Barat, Kab. Pinrang, Sulawesi Selatan dan Kab. Pesawaran, Lampung.