MANGGARAI BARAT RINTIS REGULASI PERLINDUNGAN HIU DAN PARI MELALUI PENGELOLAAN PARIWISATA BAHARI
Perairan Kabupaten Manggarai Barat seluas 7.052,97 km², termasuk di dalamnya kawasan Taman Nasional Komodo, mempunyai keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Keindahan alam bawah laut dan biota laut menjadi aset penting yang menunjang roda ekonomi pariwisata. Wisatawan datang ke Labuan Bajo, tidak hanya penasaran dengan hewan komodo, tapi juga ingin menyelam untuk melihat hiu, pari manta, dan keindahan terumbu karang.
Sayangnya, Indonesia masih dikenal sebagai penghasil tangkapan hiu dan pari terbesar yang menyumbang 13% produksi hiu di dunia (FAO, 2015). Padahal, pari manta dan hiu memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Upaya konservasi perlu dilakukan guna melestarikan spesies hiu dan pari, salah satunya dengan mendorong alternatif pemanfaatan hiu dan pari yang bersifat non ekstraktif, seperti melalui pariwisata bahari (snorkeling dan menyelam).
”Keberadaan hiu dan pari manta di perairan Manggarai Barat ini perlu dilestarikan. Bupati telah menerbitkan Instruksi Bupati Manggarai Barat nomor DKPP/1309/VIII/2013 tahun 2013 tentang larangan penangkapan ikan hiu, pari manta, jenis-jenis ikan tertentu dan biota laut lainnya di perairan laut Kabupaten Manggarai Barat,” ungkap Agustinus C. Dula, Bupati Manggarai Barat.
“Hanya saja, setelah adanya Undang-undang No. 23 2014 yang menjelaskan bahwa kewenangan pengelolaan kawasan perairan itu ada di provinsi, maka instruksi tersebut menjadi tidak efektif,” terang Agustinus C. Dula.
Di satu sisi, pemerintah provinsi belum bisa memfasilitasi Kabupaten Manggarai Barat untuk mengeluarkan regulasi perlindungan ini. Karena, meski populasi hiu di banyak tempat menurun drastis, saat ini, hiu yang terlindung penuh di Indonesia hanya mencakup jenis hiu paus (Rhyncodon typus).
Sementara, perlindungan terbatas dengan larangan keluar (ekspor) dari Indonesia yaitu 3 jenis hiu martil, 1 jenis hiu koboi, 1 jenis hiu kejen, dan 3 jenis hiu tikus. Sementara, pari manta dari (Manta birostris dan Manta alfredi) telah dilindungi penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 4 tahun 2014.
Dalam rangka perlindungan hiu dan pari manta, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menyelenggarakan lokakarya ‘Pengelolaan Pariwisata Bahari Berbasis Kelestarian Satwa serta Mendorong Regulasi Perlindungan Hiu dan Pari sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Manggarai Barat’ (01/12).
“Inisiasi upaya perlindungan hiu dan pari manta oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat ini patut diapresiasi dengan baik. Secara sosial ekonomi, memanfatkan hiu dan pari manta dalam keadaan hidup sebagai obyek wisata jauh lebih menguntungkan dan bisa dinikmati oleh lebih banyak pihak dibanding dalam keadaan mati,” ungkap Khaifin, Komodo Marine Protected Area Site Coordinator, WWF-Indonesia, program Lesser Sunda.
“Melalui lokakarya ini, harapannya, rumusan kebijakan yang tepat untuk upaya perlindungan hiu bisa kita dapat dari berbagai pihak. Dengan demikian, baik Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, sektor swasta, dan masyarakat memiliki pemahaman yg sama akan pentingnya sebuah pengaturan yang tegas dalam menjaga populasi dan habitatnya,” ungkap Agustinus C. Dula.
Lokakarya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat melalui Dinas Pariwisata ini dihadiri oleh 35 perwakilan instansi terkait meliputi Pemerintah Kabupaten dan Provinsi, Balai Taman Nasional Komodo, Polres Manggarai Barat, BPKAD, Balai Karantina Ikan dan Pengendali Mutu Pusat Bima Denpasar Mataram dan Makassar, Kepala Bandar Udara Komodo, Badan Otoritas Pariwisata Manggarai Barat, BPSPL-Denpasar, Stasiun PSDKP Kupang, Polairud Manggarai Barat, Kepala Syahbandar Labuan Bajo, Politeknik Elbajo, Dive operator Community Komodo (DOCK), Persatuan Penyelam Profesional Komodo, Asita, PHRI, Manta Watch, dan WWF-Indonesia.