MALUKU TENGGARA, PELOPOR PENANDAAN ANGGARAN HIJAU (GREEN BUDGET TAGGING) DI MALUKU
Rizal (Community Right Based Management Officer) dan Dede Krishnadianty (Economic Instrument Specialist) WWF Indonesia – Inner Banda Arc Subseascape
WWF-Indonesia bekerja sama dengan Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI, serta Bappeda Maluku Tenggara, melakukan Pelatihan Penandaan Anggaran Hijau di Kabupaten Maluku Tenggara pada tanggal 9-11 November lalu. Kegiatan ini diikuti oleh mitra kunci WWF-Indonesia yaitu, Bappeda, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan Rakyat, Dinas Perkebunan dan Pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Dinas Litbang.
“Selama mengkuti kegiatan tersebut saya mendapat tambahan ilmu yang luar biasa, sehingga mempermudah dan mempercepat dalam pekerjaan dalam merencanakan pembangunan daerah dalam hal penganggaran”, terang Rice Lefmanut, BAPPEDA Maluku Tenggara, menjawab pertanyaan yang diajukan.
Maluku Tenggara sebagai bagian dari gugus provinsi kepulauan, tidak luput dari “Kutukan Sumber Daya Alam” dimana peningkatan ekonomi (growth) masih tergantung pada sumber daya alamnya. Ketergantungan terhadap kekayaan hasil laut dan keindahan alam serta kerentanan daerah kepulauan terhadap fenomena perubahan iklim meyakinkan perlunya kegiatan pembangunan yang selaras dengan perlindungan lingkungan. Peralihan kewenangan dan urusan pemerintah daerah ke provinsi menambah pelik permasalahan siapa yang bertanggung jawab atas kewajiban menjaga ekosistem dan kelestariannya.
Ekonomi Indonesia bergantung pada hasil ekstraksi dan eksploitasi bumi. Pengurasan bahan baku alam kini telah menurunkan kelestarian sumber daya alam. Seperti air, hutan, mineral, keanekaragaman hayati dan ekologi kelautan, dan pasir laut. Apabila eksploitasi ini terus dibiarkan dapat menyebabkan fungsi dan daya dukung lingkungan menurun.
Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia telah menyusun Strategi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Hijau (P3H) dengan tujuan utama untuk mengurangi tingkat kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim dan resiko lingkungan serta meminimalkan kerugian dan kerusakan terhadap sumber daya alam. Strategi ini menggunakan kebijakan dan instrumen ekonomi yang paling efektif dan membuat skenario yang menunjukkan tingkat sumber daya yang perlu disediakan untuk investasi pembangunan hijau [1](WWF ID, 2017).
Praktik Penandaan Anggaran Hijau
Untuk memastikan P3H bisa terlaksana diperlukan Penandaan Anggaran Hijau untuk mengetahui besaran investasi pembangunan hijau serta mendorong pemerintah daerah melakukan kajian perencanaan dan penyusunan anggaran hijau. Dengan disahkannya Instrument Ekonomi Lingkungan Hidup (IELH) dengan PP 46/2017 pada tanggal 10 November 2017 memperjelas urgensi adanya pengarusutamaan penganggaran hijau di daerah.
Dr. Joko Tri Haryanto, peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, mengatakan bahwa teori kutukan sumber daya alam dapat dihindari dengan mempertimbangkan secara masak proses perencanaan pembangunan agar selaras dengan upaya perlindungan lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi.
Pemberian materi tentang Pengarusutamaan Ekonomi Hijau dalam perencanaan pembangunan dan pentingnya Tagging Anggaran, bertujuan untuk memberi gambaran tentang pentingnya hubungan kerja sama antar SKPD untuk pengusulan anggaran dalam perencanaan pembangunan dalam menjawab visi dan misi yang terdapat dalam RPJMD.
Pada hari ke-3 para peserta melakukan praktik Penandaan Anggaran Hijau menggunakan dokumen-dokumen pendukung berdasarkan APBD periode tahun 2014-2016. Setelah peserta mempresentasikan hasil kajian tersebut diketahui bahwa pemahaman peserta dalam mengidentifikasi kode anggaran yang sesuai dengan kegiatan ekonomi hijau sudah baik meski masih harus didampingi secara terus menerus.
Hasil survei singkat menunjukan, 100% peserta menyatakan bahwa proses penyusunan program dan anggaran di OPD-nya memerlukan perbaikan dan yakin bahwa pelatihan ini bermanfaat untuk pekerjaan mereka, sementara hampir seluruh peserta memerlukan peningkatan pemahaman dalam isu perubahan iklim dan tata cara menentukan indikator keluaran program dan kegiatan secara tepat.
Peserta sepakat untuk mendorong pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Penyusunan Anggaran Hijau. POKJA ini nantinya akan membantu penandaan anggaran setiap tahun di SKPD masing-masing. Dengan adanya POKJA diharapkan dapat mengarahkan program pembangunan di Maluku Tenggara agar semakin baik sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG) serta dapat menjadi pembelajaran bagi kabupaten lain di Maluku.
WWF-Indonesia bersama Dinas Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Bappeda, yang tergabung dalam POKJA Divisi Perlindungan Sumber Daya Alam akan mengawal kegiatan Pendanaan Anggaran Hijau serta menyusun Ruang lingkup dan Tugas Pokok dan Fungsi dari POKJA itu sendiri. Penandaan Anggaran Hijau diharapkan dapat menjawab permasalahan ini untuk menentukan strategi pembangunan daerah yang lebih berkelanjutan.
[1] Pedoman Penandaan Anggaran Hijau di Daerah (WWF ID, 2017)