KURA-KURA MONCONG BABI HARUS TETAP BERSTATUS ‘DILINDUNGI’
Jayapura – Terkait rencana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan penurunan status Kura-Kura Moncong Babi (Carettochelys insclupta) dari ‘satwa dilindungi’ menjadi ‘satwa buru’, WWF-Indonesia telah mengirimkan surat kepada Kemenhut per 16 September 2014, yang meminta agar perubahan status satwa ini tidak dilakukan. Pertimbangannya antara lain karena belum tersedianya informasi memadai tentang populasi dan sebaran, serta masih maraknya penyelundupan satwa ini. Selain itu, penurunan status satwa ini juga harus didahului dengan kajian terhadap kemungkinan dampak yang muncul baik secara ekonomi, sosial dan ekologi.
Penolakan terhadap perubahan status Kura-Kura Moncong Babi juga disampaikan ke Kemenhut oleh Pemkab Asmat melalui Surat Bupati Nomor 0331708/BUP/Asmat/X/2014, 16 Oktober 2014 lalu; dan Pemkab Mimika melalui Surat DPRD Kabupaten Mimika Nomor 523/ 34/ DPRD, 3 April 2014.
Populasi Kura-Kura Moncong Babi di alam liar terus mengalami penurunan akibat perburuan dan perdagangan ilegal. Berdasarkan Konvensi Internasional Perdagangangan Satwa Langka Fauna dan Tumbuhan Liar (CITES), Kura-Kura Moncong Babi dimasukkan ke dalam Appendix II, yaitu termasuk spesies terancam punah, namun masih boleh dimanfaatkan. Akan tetapi, pemanfaatannya harus melalui penentuan kuota. Adapun kuota tersebut didasari dengan informasi memadai tentang populasi dan sebaran satwa serta kajian bahwa pemanfaatannya tidak akan mengancam populasinya di alam. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) memasukkan Kura-Kura Moncong Babi sebagai IUCN Vulnerable Red List.
Benja V. Mambai, Direktur Program Papua WWF-Indonesia menyatakan, “WWF berharap Pemprov dapat memberikan dukungan terhadap Pemkab dan melakukan upaya lebih bijaksana seperti melakukan penelitian dan pemantauan mendalam mengenai habitat dan jumlah populasi Kura-Kura Moncong Babi. Perlu juga dilakukan tindakan tegas terhadap kasus-kasus perburuan dan perdagangan ilegal terkait Kura-Kura Moncong Babi.” Benja melanjutkan, “WWF berharap Kemenhut mempertimbangkan kembali rencana perubahan status Kura-Kura Moncong Babi dari ‘satwa dilindungi’ menjadi ‘satwa buru’, sebab perubahan ini dikhawatirkan akan mengancam kelestarian satwa dilindungi tersebut.”
Status perlindungan Kura-Kura Moncong Babi, yang merupakan satwa endemik di Papua Selatan, sudah dimulai sejak 1931, melalui Ordonasi Perlindungan Binatang Liar. Status sebagai satwa dilindungi kemudian diperkuat di 1978, melalui SK Menteri Pertanian Nomor 327/Kpts/Um/51978 dan melalui PP No.7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar. Populasi dan habitat Kura-Kura Moncong Babi harus dilindungi agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi masyarakat.
”Kura-Kura Moncong Babi memiliki potensi besar untuk dijadikan sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat, tetapi harus didasarkan pada informasi yang memadai, baik jumlah populasi maupun sebarannya,” lanjut Benja. Pemerintah diharapkan dapat mengembangkan mekanisme pemanfaatan Kura-Kura Moncong Babi secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian habitat dan populasinya, misalnya melalui pengembangan wisata ekologi.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi:
• Benja V. Mambai, Direktur Papua Program, WWF-Indonesia
E-mail: Bmambai@wwf.or.id , Hp: +628124809407
• Chairul Saleh - Species Coordinator, WWF Indonesia
E-mail: Csaleh@wwf.or.id, Hp: +62811102902
• Andhiani M. Kumalasari , Communication, Campaign, and Outreach Coordinator, WWF- Indonesia - Papua Program
E-mail: akumalasari@wwf.or.id, Hp: +6282133183738
Catatan:
- Kura-Kura Moncong Babi termasuk satwa yang memiliki siklus pertumbuhan yang lambat. diiperlukan waktu sekitar 10 tahun untuk menjadi kura-kura dewasa yang siap berkembang biak.
- Secara ekologis, Kura-Kura Moncong Babi berperan penting untuk keberlangsungan ekosistem, yaitu sebagai polinator air melalui kotorannya (feses). Satwa ini juga berperan menyebarkan biji-biji berbagai jenis tumbuhan di wilayah pesisir dan lahan basah yang secara tidak langsung ikut membantu pelestarian tumbuhan-tumbuhan tersebut yang juga memberikan manfaat sebagai sabuk hijau penahan abrasi dan banjir.
- Menurut hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Balai Litbang Kehutanan Manokwari untuk habitat dan populasi Kura-Kura Moncong Babi di wilayah Kabupaten Asmat menemukan bahwa sejak tahun 2008 hingga saat ini, populasi Kura-Kura Moncong Babi tersebar merata di wilayah sungai dan rawa. Terdapat sembilan titik pasir peneluran (nesting site) di wilayah Sungai Catalina dan Aijuk dengan luas habitat 2,150 m2 – 140, 800 m2 dan didapati ada 1 – 88 sarang dengan jumlah telur berkisar antara 9 – 1584 butir per sarang. Selanjutnya pada tahun 2012, juga ditemukan 76 titik nesting site di Sungai Catalina dan Siret dan lima titik di Sungai Vriendschap, peneluran 1 ekor kura-kura berkisar 9 – 27 butir telur dengan kondisi sangat terbatas sekali untuk jumlah telur yang menetas.