KILAS BALIK PENYUSUNAN RZWP-3-K PROVINSI PAPUA BARAT
Sebagai negara kepulauan dengan 17.508 pulau, luas laut 5,8 juta km2, serta panjang garis pantai 99.093 km (BPS Indonesia, 2016), tentunya Indonesia memiliki sumber daya kelautan yang melimpah di dalam ruang lautnya. Hal ini didukung dengan letak geografis Indonesia sebagai pusat segitiga karang dunia dengan tingkat keanekaragaman hayati laut tropis yang tinggi termasuk ekosistem pesisir dan berbagai macam spesies laut penting lainnya, serta kekayaan non hayati yang terkandung di dalam perut bumi hingga dasar laut seperti mineral, minyak dan gas.
Hingga saat ini, pengarus-utamaan sektor kelautan belum dijadikan tumpuan utama untuk pembangunan, sehingga berdampak pada pengelolaan yang tidak berkelanjutan dan lebih eksploitatif, seperti; adanya tumpang tindih pemanfaatan ruang, pencemaran di wilayah pesisir dan laut serta pemanfaatan ruang laut yang tidak terpadu. Upaya meminimalisir dampak tersebut diatur melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang diperbaharui di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pualu-pulau Kecil.
Pemerintah Indonesia membuat acuan hukum untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang menegaskan adanya kewajiban seluruh provinsi di Indonesia menyusun dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, salah satunya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K). Secara teknis, 11 tahapan penyusunan RZWP-3-K dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) No. 23 Tahun 2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mulai dari pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) sampai proses penyusunan Peraturan Daerah (Pasal 23 - Pasal 33).
Tahun 2016, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah memulai proses penyusunan dokumen RZWP-3-K, namun proses tahapannya belum mengikuti kaidah yang dijabarkan dalam kebijakan yang berlaku. Sehingga dianggap belum dapat dijadikan sebagai acuan penataan ruang laut yang valid di Provinsi Papua Barat. Di tahun 2017, Pemerintah Provinsi Papua Barat kembali memulai penyusunan dokumen RZWP-3-K melalui pembentukan Pokja sebagai langkah awal yang dijabarkan dalam PERMEN KP No. 23 Tahun 2016, dengan komposisi anggota yang belum sesuai dengan ketentuan didalam kebijakan tersebut.
Di tahun yang sama, WWF-Indonesia dengan dukungan proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) mendorong proses akselarasi penyusunan RZWP-3-K Papua Barat dengan mengadakan audiensi yang mempertemukan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi (DKP) Papua Barat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Audiensi tersebut merekomendasikan agar komposisi Pokja direvisi dan disesuaikan dengan ketentuan dan kebijakan yang berlaku. Pada bulan Juni 2017 Pokja yang direvisi telah dilegalisasi melalui SK Gubernur Papua Barat Nomor 050/107/6/2017 yang diketuai oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat dan beranggotakan berbagai macam instansi pemerintah terkait tingkat provinsi, lembaga dibawah kementerian, perguruan tinggi, serta LSM.
Peran Pokja RZWP-3-K
Mengawali proses penyusunan dokumen RZWP-3-K Provinsi Papua Barat Pokja cukup banyak mendapatkan kendala, mulai dari keaktifan Pokja pada setiap rapat yang intensitasnya masih kurang karena masih belum memahami tentang pentingnya kebijakan tata ruang laut atau RZWP-3-K. Mengatasi hal tersebut, staf KKP mengadakan bimbingan teknis dengan menghadiri rangkaian rapat Pokja dan diskusi untuk berbagi pengalaman provinsi lain yang tahapannya sudah lebih dulu dilakukan.
Bimbingan teknis tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan semangat Pokja untuk menyelesaikan tugasnya. Setelah Pokja memahami urgensi penyusunan dokumen RZWP-3-K, barulah terbangun kekompakan Pokja dengan membentuk tim kecil sebagai perwakilan Pokja untuk berperan sebagai penggerak roda dalam menempuh tahapan demi tahapan penyusunan dokumen. Pokja akhirnya mampu menyelesaikan Dokumen Awal dan Peta Tematik RZWP-3-K Provinsi Papua Barat yang dipresentasikan pada konsultasi publik bulan April 2018.
Proses konsultasi publik tersebut dipimpin langsung oleh Pokja yang juga bertindak sebagai fasilitator untuk mengumpulkan aspirasi dan masukan dari pemangku kepentingan yang diundang. Tak hanya sampai di situ, keaktifan dalam rapat selanjutnya cukup meningkat dan lebih sering memberikan masukan dan solusi untuk proses penyusunan RZWP-3-K di tahap selanjutnya.
“Saya rasa penyusunan RZWP-3-K ini adalah kesempatan kita untuk berkolaborasi. Sebelumnya, semua program lebih banyak jalan sendiri-sendiri. Ketika ada rencana zonasi ini, kita diingatkan bahwa ternyata ketika kita bekerja itu ada sektor lain yang terkait dengan pekerjaan kita. Seperti saat ini, saya melihat banyak lembaga yang bekerja bersama seperti KKP dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta sektor migas dan juga pariwisata” ujar Santoso Budi Widiarto, Kepala Loka PSPL Sorong.
Sebagai penanggung jawab teknis penyusunan dokumen RZWP-3-K P, Wahyu Ramandey juga bercerita tentang kinerja tim Pokja yang melebihi ekspetasi pada saat proses penyusunan RZWP-3-K Papua Barat, salah satunya pada proses pengembangan peta oleh Filialdi Nurhidayat, tim GIS dari Loka PSPL Sorong mampu menyelesaikan 400 jenis peta sebagai kelengkapan dokumen. Selain itu, tim WWF-Indonesia, Deti Triani juga memberikan apresiasi kepada Pokja yang selalu semangat dalam penyusunan RZWP-3-K. ”Saya selalu kagum dengan semangat teman-teman Pokja yang dari awal terbentuk mereka selalu hadir dalam pertemuan. Lalu mereka dengan semangatnya menjadi fasilitator, terjun menjawab pertanyaan di meja kabupaten di setiap Konsultasi Publik. Bahkan rela bekerja hingga jam 12 malam saat FGD dengan masyarakat hukum adat” ujarnya.