KAJIAN ILMIAH MENGENAI HARIMAU SUMATERA “TIGERS NEED COVER” DILUNCURKAN
JAKARTA--Salah satu jurnal ilmiah terkemuka PLOS One kemarin (23/1) memuat kajian ilmiah mengenai harimau Sumatera yang ditulis oleh sejumlah peneliti harimau dari WWF Indonesia, Virginia Tech dan didukung oleh Kementrian Kehutanan RI. Kajian berjudul “Tigers Need Cover ” ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di berbagai tipe tutupan lahan di Sumatra bagian tengah. Kajian ini juga merupakan studi pertama yang menyelidiki dan membandingkan secara sistematis penggunaan habitat harimau di berbagai tutupan lahan, tidak hanya di hutan tetapi juga di kawasan perkebunan.
Berikut petikan wawancara tertulis Desma Murni dari WWF-Indonesia kepada salah satu penulis utama kajian tersebut, Sunarto PhD yang juga merupakan Koordinator Program Konservasi Harimau dan Gajah Sumatera di WWF-Indonesia.
Jika bisa disampaikan secara singkat, apa temuan yang terpenting dalam tulisan ilmiah “Tiger Needs Cover” ini?
Penelitian ini menemukan bahwa dalam kondisi tertentu harimau dapat menggunakan kawasan hutan tanaman akasia, perkebunan sawit, dan perkebunan karet sebagai wilayah jelajahnya. Namun, mempertimbangkan ketersedian mangsanya, harimau cenderung menghindari perkebunan dan lebih memilih hutan. Kondisi yang disukai harimau, selain ketersediaan mangsa yang cukup, adalah, jarak yang tidak terlalu jauh dari titik pusat blok hutan berukuran besar (>50,000 ha), tutupan tumbuhan bawah yang rapat, serta tingkat aktivitas manusia yang minimal.
Apakah ini menunjukkan bahwa untuk tetap lestari, harimau butuh hutan yang luas?
Ya, untuk kelestariannya harimau memerlukan terjaganya keutuhan hutan yang cukup luas. Dalam kondisi yang telah terfragmentasi, habitat dan populasi harimau mungkin dapat dipulihkan dengan membangun keterhubungan antar blok hutan yang terpisah-pisah. Dengan pengelolaan khusus, sebagian kawasan hutan tanaman dan perkebunan bisa dioptimalkan sebagai habitat tambahan, jalur lintasan, maupun ‘batu loncatan’ bagi harimau sehingga meraka dapat bergerak dari satu blok hutan ke blok hutan lain. Misalnya untuk mengunjungi kerabatnya dan saling memperkaya keragaman genetika.
Apa pesan utama yang ingin disampaikan oleh WWF kepada publik lewat tulisan “Tiger needs cover” ini?
Pesan yang ingin disampaikan kepada publik adalah bahwa pelestarian harimau, khususnya dalam kondisi ketika hutan habitat harimau telah banyak dikonversi dan terfragmenasi, memerlukan berbagai pendekatan baru yang kreatif dengan didasarkan pada data dan analisa yang akurat. Studi ini hanyalah sebuah awal dari upaya kita memahami karakteristik habitat yang dibutuhkan/disukai oleh harimau. Dari hasil studi ini, kita dapat mengidentifikasi upaya apa yang diperlukan untuk memulihkan habitat dan populasi harimau. Hal ini sejalan dengan komitmen pemulihan habitat dan populasi harimau yang disepakati secara global oleh 13 negara-negara sebaran harimau, termasuk Indonesia tahun lalu.
Bagaimana kajian yang dimuat oleh jurnal PLOSOne ini berkontribusi bagi upaya konservasi harimau?
Ini merupakan studi pertama yang menyelidiki dan membandingkan secara sistematis penggunaan habitat oleh harimau di berbagai tutupan lahan, tidak hanya di hutan tetapi juga di kawasan perkebunan. Studi ini juga melihat penggunaan habitat dalam beberapa skala ruang, sebuah pendekatan penting namun jarang dilakukan dalam penelitian ekologi satwa, terlebih harimau. Tekad pemerintah Indonesia dan masyarakat global untuk memulihkan populasi harimau harus dimulai dengan pemahaman yang mendalam tentang ekologi harimau dan diikuti dengan langkah-langkah strategis dan aksi nyata baik di lapangan maupun di ruang-ruang pengambil kebijakan.
###
Kajian lengkap “Tigers Need Cover: Multi-Scale Occupancy Study of the Big Cat in Sumatran Forest and Plantation Landscapes” dapat dibaca secara online dan diunduh di http://assets.wwf.or.id.wwf-web-1.bluegecko.net/downloads/tigers_need_cover.pdf. Untuk informasi lebih lanjut mengenai studi ini dapat menghubungi Sunarto PhD di s.sunarto@yahoo.com