JEJARING CITIZEN SCIENCE: PLASTIK DOMINASI SAMPAH DI 8 PANTAI LABUAN BAJO DAN TN KOMODO
Oleh: Sus Yanti Kamil (Responsible Marine Tourism Officer, WWF-Indonesia) dan Kusnanto (Biodiversity Monitoring, WWF-Indonesia)
Di Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, pendataan sampah bukan lagi eksklusif dilakukan oleh ilmuwan kelautan saja. Kini, masyarakat bisa berpartisipasi untuk memantau sampah pesisir, diwadahi oleh jejaring citizen science (citizen science network/CSN).
WWF-Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat, Balai Taman Nasional Komodo, dan mitra penggiat lingkungan, melakukan pendataan sampah dengan metode dari The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) Australia.
Pendataan sampah bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis plastik apa saja yang ada di kawasan perairan Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo. Data baseline mengenai sampah ini bermanfaat sebagai bahan rekomendasi pengelolaan sampah yang lebih baik.
Memetakan Sampah di Kota Labuan Bajo dan Dalam Kawasan TN Komodo
Labuan Bajo adalah pintu gerbang utama menuju Taman Nasional Komodo, kawasan konservasi sekaligus ikon pariwisata yang mendunia, dikenal sebagai habitat binatang langka Komodo (Varanus komodoensis). Saat ini, Taman Nasional Komodo juga dikenal sebagai destinasi wisata dunia, terutama wisata penyelaman.
Namun, sampah plastik menjadi sebuah ancaman bagi pariwisata dan keanekaragaman hayati dalam kawasan konservasi. Rata-rata timbulan sampah di kota Labuan Bajo mencapai 112,4 m3/hari, atau setara dengan 12,8 ton/hari.
Selama Juli – November 2018, jejaring citizen science telah melakukan pendataan sampah di 3 titik pantai di Kota Labuan Bajo, diawali di Pantai Pede (4/6/2018) yang ramai akan wisatawan, berlanjut ke Pantai Kampung Air (4/9/2018), dan Pantai Waecicu (12/10/2018).
Sementara di dalam kawasan taman nasional, pendataan dilakukan pada site wisata yaitu Pantai Pulau Pempeh (4/11/2018), dan Pantai Pulau Kambing (8/11/2018), yang merupakan tempat berlabuhnya kapal wisata. Selain itu, pendataan juga dilakukan di pemukiman warga, yaitu Pantai Desa Papagarang (3/11/2018), Pantai Desa Komodo (3/11/2018).
Di tiga titik pantai dalam Kota Labuan Bajo ini, terungkap bahwa secara rata-rata, plastik lunak mendominasi sampah yang ditemukan, yaitu mencapai 40,5%! Plastik lunak ini jenisnya beragam, didominasi oleh pembungkus makanan (30,3%), sedotan (25,4%), gelas (17,3%), dan kantong plastik (10,3%).
Sampah lainnya yang ditemui di Kota Labuan Bajo adalah kertas (15,3%), plastik keras (13,1%), dan busa (12%), dan lain-lain seperti karet, logam, kain, terpal, hingga tali.
Dari pengamatan yang dilakukan di 5 titik pesisir di dalam kawasan taman nasional, ternyata, plastik lunak juga sangat dominan (43,5%). Plastik lunak ini jenisnya beragam, didominasi oleh pembungkus makanan (39,2%), gelas (24,7%), terpal (18,8%), sedotan (8,7%), dan kantong plastik (5,6%). Sampah lainnya yang ditemui di dalam taman nasional adalah kertas (8,2%), plastik keras (16,1%), dan busa (10,8%), dan lain-lain seperti karet, logam, kain, terpal, hingga tali.
Data ini menunjukan bahwa mayoritas sampah yang ada di pesisir perairan kawasan TN Komodo dan Labuan Bajo adalah sampah plastik, lebih khusus plastik lunak lunak (soft plastic).
Sampah lautan, 80% berasal dari darat
Hasil pendataan menunjukan bahwa penggunaan plastik masih sangat tinggi di kalangan masyarakat melalui tingkat konsumsi pembungkus makanan berbahan plastik yang sangat tinggi seperti biskuit, cokelat, serta pembungkus makanan dan minuman lainnya.
Minuman kemasan plastik dalam bentuk gelas plastik yang dikonsumsi masyarakat sangat tinggi sehingga menjadi salah satu penyumbang sampah plastik terbanyak. Penggunaan kantong plastik atau yang biasa disebut plastik kresek yang sangat tinggi juga menyebabkan semakin banyaknya sampah plastik yang terdampar di peisisir dan perairan TN Komodo dan Labuan Bajo.
Tentu saja, tidak dapat disimpulkan bahwa sampah plastik tesebut sepenuhnya disumbangkan oleh masyarakat yang tinggal di area pesisir, karena bisa saja plastik-plastik tersebut berasal dari daratan.
Menurut Kementerian Kooordinator Bidang Kemaritiman RI, 80% sampah plastik lautan berasal dari darat. Di Labuan Bajo misalnya, sampah yang terdampar di pesisir lebih banyak terlihat di saat musim penghujan dan di saat musim Barat. Yaitu pada Desember-Februari, di mana sampah-sampah tesebut dibawa oleh aliran anak-anak sungai yang berakhir di pesisir pantai, dan sampah kiriman yang dibawa oleh air laut.
Menariknya, pendataan sampah dapat dikombinasikan dengan kegiatan bersih pantai yang saat ini sudah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan. Untuk memaksimalkan hasil, pendataan sampah dilakukan sebelum kegiatan clean up. Proses pemilahan juga dilakukan setiap clean up. Sehingga, sampah yang dapat didaur ulang dapat dibawa ke tempat daur ulang yang ada di Labuan bajo, seperti pada KSU Sampah Komodo.
Siapakah Para Citizen Scientist dari Komodo?
Di Labuan Bajo, pendataan sampah merupakan aksi kolaboratif berbagai pihak seperti Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Syahbandar Labuan Bajo, PT ASDP Indonesia Ferry, Politeknik Elbajo, Trash Hero Komodo, KSU Sampah Komodo, Polres Manggarai Barat, Manta Watch, dan DOCK (Dive Operator Community Komodo).
Sedangkan di dalam kawasan taman nasional, Balai Taman Nasional Komodo bekerja sama dengan masyarakat dalam kawasan, untuk belajar mendata sampah di ‘rumah’ mereka sendiri.
Diharapkan semakin banyak masyarakat umum, pelaku usaha ataupun aparatur negara terlibat dalam jejaring citizen science ini, sehingga dapat membangun sistem pendataan sampah bersama, membangun kesadartahuan mengenai sampah plastik lautan dan pada akhirnya dapat menemukan solusi efektif untuk mengurangi sampah plastik di Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo.