INDONESIA PERLU PERCEPATAN PEMBANGUNAN RENDAH KARBON
Sebanyak 195 pemimpin negara dunia, termasuk Jokowi, hadir dalam KTT Perubahan Iklim atau COP21 (21st Conference of the Parties), yang diadakan di Paris dari 30 November hingga 11 Desember 2015. COP21 merupakan sebuah pertemuan penting di mana pemimpin-pemimpin dunia hadir untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim global.
Berdasarkan sumber CAIT World Resource Institute (WRI) pada 2012 Indonesia masuk dalam 10 besar negara penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tertinggi di dunia dimana kontribusi sektor kehutanan dan tata guna lahan serta sektor energi menjadi penyumbang terbesar. Hadirnya Presiden Jokowi di COP 21 merupakan salah satu komitmen politik Indonesia untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi GRK dan mencegah kenaikan temperatur bumi tidak lebih dari 2°C.
Indonesia Rentan Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang sedang terjadi di dunia bukan hanya merupakan fenomena alam. Perubahan iklim juga diakibatkan oleh kegiatan manusia di muka bumi seperti penebangan dan pengrusakan hutan, pembakaran dan pembukaan lahan gambut, penggunaan bahan bakar kotor yang bersumber dari energi fosil seperti minyak dan gas bumi serta batubara, dan konsumsi energi yang boros , yang memicu tingginya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan mengakibatkan pemanasan bumi secara global serta perubahan iklim.
Kenaikan suhu bumi memicu naiknya muka air laut yang dapat menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil Sementara itu cuaca ekstrim akan meningkatkan intensitas badai, kekeringan, longsor, banjir, kebakaran lahan, serta gelombang panas. Dan juga dapat berpotensi meningkatkan wabah penyakit seperti malaria, demam berdarah, diare, dan sebagainya. Belum lagi terancamnya ketahanan pangan akibat dari gagal panen. Air bersih juga akan berkurang dan suhu laut yang meningkat akan menyebabkan kerusakan terumbu karang dan punahnya beberapa spesies yang tidak dapat bertahan dengan perubahan cuaca.
Indonesia sebagai negara yang memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan terletak di daerah tropis, dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil, dan memiliki penduduk terpadat keempat di dunia yang populasinya mencapai lebih dari 240 juta orang, menyebabkan Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim tersebut.
Percepat Pembangunan Rendah Karbon
Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan energi dalam melakukan pembangunannya. Saat ini kebutuhan energi di Indonesia sekitar 95% masih bergantung pada energi fosil yang menyumbang emisi sangat besar Dengan adanya komitmen Indonesia untuk mengurangi emisinya hingga 29% pada 2030, maka transisi dari energi fosil menuju energi terbarukan harus dilakukan segera sebagai bagian dari upaya percepatan pembangunan rendah karbon. Untuk mencapainya dibutuhkan komitmen yang ambisius dan konsisten serta partisipasi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat.
Hal ini sejalan dengan Visi Energi WWF Global untuk mewujudkan 100% energi terbarukan pada 2050, di mana kebutuhan energi dunia termasuk Indonesia berasal dari sumber energi terbarukan.seperti energi matahari, air, angin, panas bumi, ombak, serta bioenergi. Pengembangan energi terbarukan menggantikan energi fosil akan berdampak signifikan terhadap pengurangan emisi GRK, menghemat keuangan negara, meningkatkan akses terhadap energi bersih, meningkatkan kualitas udara bersih dan kesehatan, membuka lapangan kerja baru, serta menjaga kelestarian lingkungan.