FORUM PENGEMBANGAN KAMPOENG BATIK LAWEYAN DAN WWF- INDONESIA GELAR PELATIHAN RSPO SCCS: MENUJU RANTAI PASOK KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN DI INDUSTRI BATIK RAMAH LINGKUNGAN
Praktik berkelanjutan di sektor industri tidak hanya dapat dilakukan oleh perusahaan besar saja, tetapi juga sektor industri kecil dan menengah. Salah satu contoh dari sektor industri kecil dan menengah yang telah menerapkan beberapa aspek keberlanjutan adalah Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) di Kota Solo. FPKBL, yang merupakan komunitas pelaku usaha industri batik di kawasan bersejarah Laweyan, Solo, saat ini sedang menjalani proses transformasi bisnis menjadi lebih berkelanjutan. Dalam keberlanjutan, kawasan Laweyan sendiri telah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan menggunakan panel surya di beberapa rumah produksi anggota pelaku usaha batik. Saat ini, FPKBL sedang mengembangkan inovasi batik ramah lingkungan dengan menggunakan kelapa sawit berkelanjutan sebagai bahan baku untuk lilin/malam membatik (sustainable palm oil-based batik wax).
Sejak Januari 2025, WWF-Indonesia mendampingi FPKBL untuk memberikan pendampingan teknis dalam rangka mempersiapkan proses sertifikasi RSPO Supply Chain Certification Standards (RSPO SCCS), yakni standar rantai pasok kelapa sawit berkelanjutan yang ditetapkan oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)—sebuah organisasi global yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan dan mendorong praktik produksi serta konsumsi minyak sawit yang bertanggung jawab. Sebagai bagian dari rangkaian pendampingan tersebut, FPKBL bersama WWF Indonesia mengadakan pelatihan intensif selama dua hari, pada Senin dan Selasa, 16–17 Juni 2025, yang diikuti oleh para pengurus dan anggota forum.
Kerja Sama WWF Indonesia dan Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan yang Sudah Terjalin
Sebelum melaksanakan pendampingan untuk sertifikasi RSPO SCCS, WWF-Indonesia telah menjalin berbagai bentuk kerja sama dengan FPKBL. Sejak Agustus 2024, WWF Indonesia mendampingi forum tersebut dalam kegiatan Pelatihan dan Penyusunan Rencana Aksi Keberlanjutan (Sustainability Action Plan Training & Assistances). Tujuan dari kegiatan ini adalah membantu unit-unit usaha anggota FPKBL menyusun draft rencana aksi keberlanjutan yang dapat diterapkan secara bertahap baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Kegiatan ini juga mempertimbangkan kapasitas dan kebutuhan para pengurus serta anggota forum.
Dalam pelatihan RSPO SCCS yang dilaksanakan pada Senin dan Selasa, 16–17 Juni 2025, peserta mendapatkan materi menyeluruh mengenai komponen penting dalam standar RSPO SCCS, meliputi:
- Pengenalan RSPO dan prinsip rantai pasok berkelanjutan;
- Model rantai pasok RSPO SCCS, yaitu Mass Balance, Identity Preserved, dan Segregation;
- Persyaratan dokumentasi dan pencatatan bahan baku;
- Prosedur penerimaan, pelabelan, dan penyimpanan bahan tersertifikasi;
- Persiapan audit dan evaluasi sistem manajemen internal.
Tradisi yang Mengikuti Perkembangan Zaman
Batik, yang merupakan warisan budaya, tidak hanya memiliki nilai seni dan sejarah yang tinggi, tetapi juga dalam proses produksi batik itu sendiri terdapat rangkaian kerja yang perlu dilakukan dengan detail. Dengan potensi dan semangat yang dimiliki oleh tim Pengurus dan Anggota FPKBL dalam berinovasi membuat batik ramah lingkungan dan meraih sertifikasi RSPO SCCS, serta target penyelesaian sertifikasi RSPO SCCS pada September 2025, FPKBL diharapkan dapat menjadi pelopor di sektor industri tekstil dan batik Indonesia dalam mendukung penggunaan produk turunan sawit yang lebih bertanggung jawab, ramah lingkungan, serta memperhatikan aspek kesejahteraan sosial. Inisiatif ini juga berpotensi meningkatkan daya saing FPKBL di pasar domestik Indonesia, sekaligus membuka peluang yang lebih luas untuk menjangkau konsumen internasional yang semakin mengutamakan produk berbasis etika dan keberlanjutan.
Mendorong Transformasi Industri Berkelanjutan di Indonesia
Melalui inisiatif Aksi Kolaboratif untuk Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan, khususnya dalam konteks komoditas kelapa sawit, WWF-Indonesia menggandeng berbagai pemangku kepentingan—mulai dari pelaku usaha, instansi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, hingga masyarakat umum—untuk mendorong penggunaan minyak sawit berkelanjutan di pasar domestik. Hal ini menjadi penting karena Indonesia tidak hanya merupakan produsen utama kelapa sawit di dunia, tetapi juga pasar konsumen terbesar untuk komoditas tersebut. Tren penggunaan produk berkelanjutan kini semakin mendapat perhatian publik, termasuk dari konsumen yang belum sepenuhnya memahami isu lingkungan dan sosial, khususnya di wilayah perkotaan. Namun, tantangan yang dihadapi adalah kurangnya informasi tentang jenis produk berkelanjutan dan tempat pembeliannya. Dengan adanya komitmen dan kesiapan dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan untuk menjalani sertifikasi berbasis kelapa sawit berkelanjutan, WWF-Indonesia berharap langkah ini dapat menjadi contoh yang menginspirasi pelaku industri lainnya—terutama di kalangan industri kecil dan menengah serta sektor tekstil—bahwa peralihan menuju praktik rantai pasok yang bertanggung jawab juga bisa dilakukan oleh industri kecil & menengah, tidak hanya perusahaan besar saja, sekaligus memperluas akses dan ketersediaan produk berkelanjutan di pasar Indonesia.