FLORES TIMUR ATUR EFEKTIVITAS SUBSIDI PERIKANAN SECARA BERKELANJUTAN
Kawasan laut Kabupaten Flores Timur di Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki luas perairan mencapai 69% dari total luas wilayahnya. Kawasan perairan Flores Timur memiliki wilayah perikanan yang penting dan terbesar di NTT setelah Kupang, Maumere, Larantuka, dan Atapupu. Produksi perikanan di Flores Timur termasuk komoditas ikan Tuna, terutama jenis Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) adalah komoditas utama yang dipasarkan, baik dalam bentuk gelondongan utuh, maupun hasil proses lanjutan, seperti loin, bentuk saku, atau cube.
Namun, hasil kajian tentang kinerja pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem yang dilakukan oleh Universitas Kristen Artha Wacana (Unkaw) Kupang, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, dan difasilitasi oleh WWF-Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan di Kabupaten Flores Timur mengalami tren penurunan produksi perikanan.
Menyadari bahwa keragaan dan aktivitas perikanan tangkap yang berkembang pesat di kabupaten ini tidak terlepas dari pengaruh pemerintah, baik kabupaten, provinsi, pusat, dan atau lembaga-lembaga lain yang telah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi perikanan, Pemerintah Kabupaten Flores Timur mengesahkan Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 9 Tahun 2015 tentang Kebijakan Subsidi Bidang Perikanan demi mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Peraturan yang diterbitkan pada awal Februari lalu bertujuan untuk mendukung sektor perikanan sesuai dengan daya dukung lingkungan secara baik dan ramah lingkungan. Hasil Kajian Subsidi Perikanan Kab. Flores Timur tahun 2014 yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kab. Flores Timur, Unkaw Kupang, dan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang bersama WWF-Indonesia, didapatkan informasi bahwa selama ini, subsidi perikanan di Kabupaten Flores Timur, terutama pada tahun anggaran 2011 dan 2012, lebih banyak diarahkan pada tipe subsidi yang memicu over-capacity dan sangat sedikit diarahkan pada subsidi yang mendukung keberlanjutan dan pengembangan pengelolaan perikanan.
Keragaan pengelolaan perikanan di Kabupaten Flores Timur dalam kategori sedang, yang berarti pengelolaan perikanan harus mendapat perhatian serius untuk mencapai pengelolaan perikanan berkelanjutan dan lestari. Melalui peraturan ini, aplikasi bentuk dan sasaran subsidi perikanan mengacu pada pembangungan perikanan yang lestari di kabupaten tersebut.
Untuk memulihkan kondisi perikanan serta mengatasi praktik-praktik perikanan yang tidak berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Flores Timur juga bekerja sama dengan masyarakat, Unkaw Kupang, dan Undana Kupang, dan WWF-Indonesia mencanangkan program subsidi perikanan dengan mengadopsi panduan subsidi perikanan tingkat nasional. Kerja sama ini dilakukan agar aliran dana atau bantuan berupa subsidi perikanan lebih terkontrol untuk tujuan pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Para ahli membagi subsidi menjadi tiga kelompok: Pertama, subsidi yang bermanfaat (beneficial subsidies), yang merupakan program yang mengarah kepada investasi pada aset modal alami dalam memulihkan pertumbuhan stok ikan melalui pengelolaan dan konservasi. Kedua, subsidi yang memacu kapasitas penangkapan (capacity-enhancing subsidies) dan penangkapan berlebih sebagai akibat peningkatan keuntungan semu. Ketiga, ada juga subsidi yang tidak selalu jelas dampaknya dan dalam kondisi tertentu justru memperparah keadaan sumber daya. Berdasarkan kategori tersebut, maka disarankan praktik subsidi perlu dilaksanakan dalam konteks untuk mendorong terjadinya keberlanjutan sumber daya dan bukan sebaliknya.
Sejalan dengan hal ini, pada perhelatan Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Pedagangan Dunia (Ministerial Conference World Trade Organization - WTO) yang ke-sembilan di Bali awal Desember 2013, Menteri Perdagangan Argentina, Australia, Chili, Kolombia, Kostarika, Ekuador, Islandia, Selandia Baru, Norwegia, Pakistan, Peru, Filipina, dan Amerika Serikat juga berkomitmen untuk tidak mengeluarkan subsidi baru yang berkontribusi terhadap overfishing atau kelebihan kapasitas armada penangkapan ikan. Selain itu, 13 negara tersebut juga tidak melanjutkan program-program yang merujuk pada overfishing. Negara-negara yang dijuluki sebagai "Friend of Fish" ini pun secara bersama-sama menyerukan penyelesaian pembicaraan untuk mengadopsi aturan baru WTO yang melarang subsidi perikanan yang tidak mendukung perikanan berkelanjutan.
Penulis: Saraswati Adityarini - Fisheries Officer WWF-Indonesia Lesser Sunda