FESTIVAL KATALOKA 2017, RAJA KATALOKA MAKLUMATKAN NGAM DI KOON
Oleh: Rizal (Community Right Based Management Officer, WWF-Indonesia)
“Kepada seluruh rakyat Kataloka, tempat-tempat seperti Pelabuhan Kataloka, Tanjung Kiter, sampai ke Koon dan Grogos harus dijaga. Tidak diperkenankan memakai potas, bom, dan lain- lain yang merusak. Barang siapa melanggar akan binasa.”
Titah tersebut diresmikan tiga tahun lalu, 11 Maret 2014, di Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, oleh Raja Muda Negeri Adat Kataloka, Mohammad Anzar R. Wattimena, di hadapan sejumlah tetua adat dan rakyat negerinya.
Maklumat ini pun ditorehkan jelas di pantai Koon, “Raja Kataloka penguasa sebagian Pulau Gorom, Pulau Grogos, Pulau Koon, dan Pulau Nukus menyatakan ngam laut sekitar Pulau Koon. Dilarang menangkap ikan, mengambil pasir, dan merusak terumbu karang. Barang siapa melanggar akan dikenakan sanksi adat dan juga sanksi hukum negara Republik Indonesia.”
Titah ini dimaknai sebagai ngam yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh rakyat Petuanan Negeri Adat Kataloka. Ngam adalah sebutan rakyat Kataloka untuk sasi, skema perlindungan sumber daya alam yang berbasis kearifan lokal. Sasi sebenarnya sudah diterapkan sejak dulu oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Sasi biasanya diartikan pembatasan pemanfaatan sumber daya melalui pelarangan pengambilan sumber daya alam dalam jangka waktu tertentu.
Titah dan sumpah ini diberlakukan untuk keberlanjutan sumber daya laut dan pesisir di kawasan tersebut, termasuk wilayah yang dikenal dengan sebutan “pasar ikan” oleh nelayan Kataloka. Dalam Festival Kataloka 2017, Raja Kataloka kembali mengingatkan pentingnya ngam. Agar setiap rakyat dapat mengingat tentang pentingnya ngam tersebut, Raja Kataloka melakukan penetapan ngam dan mencanangkan maklumat ngam yang diletakkan di Pulau Koon.
Sebelum memaklumatkan titah tersebut, Raja berpidato tentang pentingnya melestarikan adat budaya ngam demi kelestarian sumber daya ikan untuk anak cucu. Wawan Ridwan, Direktur Coral Triangle WWF-Indonesia, memaparkan bahwa perairan Koon memiliki daerah pemijahan ikan yang luar biasa dan dapat menjadi penopang perikanan berkelanjutan. WWF-Indonesia akan terus memfasilitasi pengelolaan alam bersama dengan masyarakat petuanan Kataloka. Wakil Bupati Seram Bagian Timur juga tidak ketinggalan menyampaikan dukungannya pada perlindungan perairan Koon dengan skema adat tersebut.
Berdasarkan survei cepat yang dilakukan oleh WWF-Indonesia pada bulan Maret 2010, wilayah pasar ikan yang terletak di perairan Pulau Koon teridentifikasi sebagai sebagai lokasi agregasi dan pemijahan atau Spawning and Agregation Site (SPAG) ikan kerapu sunu, kakap merah, kerapu macan, dan kuwe/bobara mata besar.
Raja Kataloka kemudian berkeliling perairan Pulau Koon untuk menaburkan pasir sebagai tanda adat terhadap perlindungan laut. Setelah itu, Raja mengajak Wakil Bupati Seram Bagian Timur dan Direktur Coral Triangle WWF-Indonesia untuk sama-sama menarik kain penutup prasasti sebagai bukti bahwa ngam telah resmi ditetapkan di Perairan Pulau Koon.
Setelah prosesi penetapan ngam, Raja bertolak ke Pulau Grogos yang merupakan pulau terdekat dengan Pulau Koon dan merupakan satu-satunya pulau kecil di petuanan Kataloka yang berpenghuni. Di pulau ini, Raja mensosialisasikan ngam kepada rakyatnya dan meminta mereka turut mengawasi perairan yang dilindungi tersebut. Perintah Raja ini diamini oleh masyarakat Grogos.
Dalam pengawasan ngam, masyarakat Grogos nantinya akan dibantu oleh pasukan Lembaga Adat Wanu Atalo’a (Leawana). Pasukan Leawana ini merupakan pasukan kerajaan yang bertugas menjaga keamanan di wilayah Kataloka.