COP 22, MARRAKECH 2016: WWF-INDONESIA PERKENALKAN PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI BERBASIS MASYARAKAT ADAT DI PAPUA
Oleh: Andhiani M. Kumalasari (Communication, Campaign, & Outreach Coordinator Papua Program)
WWF-Indonesia menjadi salah satu wakil LSM yang ditunjuk oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk mempresentasikan program kehutanan sosial (Best Practices on Social Forestry) di COP (Conference of the Parties) 22 UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change). Kegiatan ini diselenggarakan di Bab Ighli, Marrakech, Maroko, pada 7-18 November 2016 dengan tema “Empowering Innovation and Enhancing Climate Change Actions for Sustainable Development.”
Bertempat di Indonesia Pavilion Venue pada (09/11/2016), dalam sesi CSO Forum, Perwakilan WWF-Indonesia, Piter Roki Aloisius dan Alex Waisimon mempresentasikan best practice program terkait “Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Adat di Provinsi Papua” dan “Pengembangan Ekowisata Bird Watching”. Selain WWF-Indonesia, pada kesempatan tersebut hadir juga pembicara lain dari perwakilan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) dan Samdhana Institute.
Dalam presentasinya, Piter Roki Aloisius selaku Koordinator Pengelolaan Hutan Berkelanjutan menjelaskan, “WWF-Indonesia Program Papua telah menjalankan program community forestry sejak tahun 2013. Program ini fokus pada upaya pengelolaan hutan lestari dengan melibatkan peran aktif masyarakat adat dalam kaitannya dengan otonomi khusus pemerintah Provinsi Papua.”
Alex Waisimon sebagai salah satu perwakilan masyarakat adat dan mitra WWF menyampaikan materi tentang upaya pengelolaan hutan berkelanjutan melalui pengembangan ekowisata bird watching. Alex bersama masyarakat di Rhepang Muaif, Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, sejak tahun 2014 telah mengembangkan kegiatan ekowisata bird watching, tepatnya di Bukit Isyo, Rhepang Muaif. Telah banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang datang ke Bukit Isyo untuk melihat beragam jenis burung, terutama burung cendrawasih.
Sesi CSO Forum ini dihadiri oleh 40 peserta, di antaranya Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL KLHK), pejabat Kedutaan Besar Indonesia di Maroko, perwakilan peserta delegasi dari negara peserta COP 22 UNFCCC, serta perwakilan LSM lokal dan Internasional. Secara khusus Dirjen PSKL KLHK memberikan apresiasi kepada WWF-Indonesia dengan adanya Program Community Forestry di Papua.
Lebih lanjut, dalam diskusi terbatas dengan Dirjen PSKL KLHK, DR. Hadi Daryanto di ruang pertemuan Indonesia Pavilion, disepakati bahwa inisiatif pengembangan ekowisata bird watching di Rhepang Muaif dan Program Community Forestry di Papua dapat diarahkan untuk memenuhi target 12,7 juta hektar, Program Perhutanan Sosial KLHK. Program Community Forestry secara teknis juga sejalan dengan prinsip-prinsip Hutan Kemasyarakatan (HKM) di Program Perhutanan Sosial yang diinisiasi oleh KLHK berdasarkan Permen No. 88/ 2014. Khusus untuk pengelolaan kawasan pengembangan ekowisata bird watching juga akan diarahkan menjadi hutan adat/hutan hak yang pengelolaannya menjadi hak dan kewenangan masyarakat adat atau pemilik hak ulayat berdasarkan Permen No. 32/2014 .
Piter Roki menjelaskan dari hasil diskusi tersebut, WWF-Indonesia sangat antusias untuk terus melakukan program pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat adat di Papua, terlebih lagi dengan adanya perhatian dan dukungan langsung dari kementerian. “Ini salah satu upaya menjaga hutan Papua terus ada untuk Indonesia dan dunia,” ungkapnya.