APP GAGAL LINDUNGI HUTAN & PENUHI KEWAJIBAN PADA KREDITUR
Pembayar pajak di Eropa dan Jepang tanpa disadari berkontribusi terhadap penghancuran hutan dan habitat harimau.
Pekanbaru, Sumatra – Gland, Swiss: Asia Pulp & Paper dua kali ingkar janji dengan kreditornya, menyusul laporan investigasi koalisi LSM Eyes on the Forest yang mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut tetap memusnahkan hutan tropis yang menjadi kewajiban untuk dilindunginya, sebagai bagian dari kesepakatan restrukturisasi hutang yang ditandatangani 2004 lalu.
Laporan terbaru koalisi LSM di Riau, Eyes on the Forest, yang berjudul “APP Gagal Penuhi Kewajiban Melindungi Hutan Maupun Restrukturisasi Hutangnya” menunjukkan bahwa pemasok kayu APP menebangi area hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF) di Pulau Muda, Riau, hanya 3 tahun setelah APP berkomitmen melindungi hutan bernilai konservasi tinggi dalam kesepakatan restrukturisasi hutangnya dengan lembaga kreditur pada tahun 2004. Kesepakatan restrukturisasi hutang tersebut dinegosiasikan setelah APP gagal melunasi hutangnya sebesar USD 13,9 miliar pada tahun 2001 dan perusahaan tersebut dihapuskan dalam daftar bursa efek di New York dan Singapura.
Investigasi Eyes on the Forest menunjukkan bahwa pada tahun 2007 pemasok kayu APP mulai menebangi hutan bernilai konservasi tinggi di Pulau Muda di Riau yang merupakan hutan hujan dalam lansekap perlindungan harimau di blok hutan Kerumutan. Pulau Muda adalah area yang diklaim APP sebagai kawasan model dimana “Konsep ilmiah pengembangan hutan tanaman yang lestari dan pengelolaan area konservasi” dikembangkan. “Walaupun APP menilai baik hasil pemetaan terhadap hutan bernilai konservasi tinggi yang dilakukan oleh pihak independen di hutan Pulau Muda, analisa kami dengan citra satelit menunjukkan sepertiga dari 34.000 hektar hutan dimaksud saat ini sedang dikeringkan dan ditebang,” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau), salah satu anggota organisasi anggota Eyes on the Forest.
“Banyak dari kegiatan penebangan tersebut dipertanyakan legalitasnya dan dilakukan di lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 4 meter, yang jika dikeringkan akan melepaskan emisi karbon yang sangat besar”.
Pada tahun 2004, APP melakukan kesepakatan restrukturisasi hutang sebesar USD 6 miliar dengan lembaga kredit ekspor yang didanai pembayar pajak dari 9 negara (Jerman, Jepang, Perancis, Austria, Swedia, Finlandia, Italia, Spanyol dan Denmark). Perjanjian tersebut dinegosiasikan setelah APP gagal melunasi hutang sebesar USD 13,9 miliar pada tahun 2001. Dalam kesepakatan tersebut, APP – yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group – juga berjanji bahwa pada tahun 2007 perusahaan tersebut akan lebih memperhatikan aspek kelestarian dalam operasionalnya. Aspek kelestarian di sini berarti memproduksi seluruh bubur kertas dari kayu yang berasal dari hutan tanaman. Perusahaan ini mendeskripsikan kesepakatan tersebut sebagai “kewajiban kontraktual yang mengikat secara hukum.”
“Walaupun telah terikat secara hukum dalam kesepakatan dengan lembaga kredit ekspor pemerintah seluruh dunia, APP telah menunjukkan bahwa janji-janjinya tidak dapat dipercaya,” ujar Rod Taylor, Direktur Program Kehutanan WWF-Internasional.
“Hanya dalam beberapa bulan terakhir, terungkap bahwa APP dan afiliasinya telah menebang kawasan konservasi harimau yang dideklarasikannya sendiri, mengklaim sertifikasi lestari -yang kemudian ditolak oleh pemberi sertifikasinya, dan memasok jenis kayu yang dilindungi ke pabrik-pabrik pengolah kertasnya,” tambah Rod.
Hingga melewati tenggat waktu yang ditetapkannya sendiri pada tahun 2004, 2007 dan 2009, APP belum juga mampu memasok pabrik pengolahan kertasnya dengan kayu tanaman industri yang lestari. Bahkan tenggat waktu tahun 2015 yang belum lama mereka umumkan pun telah diamandemen lagi menjadi tahun 2020, dengan resiko hanya tinggal sedikit hutan Sumatera yang tersisa saat itu. Eyes on the Forest menghimbau lembaga kredit ekspor internasional dan investor lain untuk tidak mendanai rencana-rencana APP untuk memperluas area hutan tanamannya atau membuka pabrik-pabrik pengolahan kertas baru di Indonesia, Cina dan tempat lain di dunia.
“WWF menyerukan kepada para pembayar pajak di seluruh dunia agar menghimbau lembaga kredit ekspor mereka untuk berhenti mendukung penghancuran hutan Sumatera dan hutan tropis lainnya yang menggiring gajah, harimau dan orangutan Sumatera pada kepunahan,” ujar Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.
Nazir menambahkan,”Selain telah gagal melunasi hutang-hutangnya, APP juga telah gagal dalam memenuhi kewajiban lingkungan yang telah disepakati saat merestrukturisasi hutang-hutangnya. Segala dukungan terhadap rencana-rencana perluasannya akan mengulang resiko dengan bertambahnya pabrik-pabrik kertas baru yang melebihi kapasitas dan membahayakan hutan alam Sumatera dan hidupan liar di dalamnya.” “Ini bukan model usaha yang pantas dibiayai oleh semua lembaga keuangan atau investor dan tidak untuk diterapkan di Kalimantan, Papua atau di mana pun juga.”
- Laporan koalisi LSM di Sumatera, Eyes on the Forest “APP Gagal Penuhi Kewajiban Melindungi Hutan Maupun Restrukturisasi Hutangnya,”untuk mengunduh, klik disini
- Kebenaran di balik praktek greenwash APP, oleh Eyes on the Forest, membandingkan klaim lestari dan pertanggungjawaban APP terhadap kenyataannya di lapangan. Lihat di http://wwf.panda.org/wwf_news/?202809/Massive-APP-greenwash-campaign-is-mostly-hogwash-finds-new-report
- Bulan lalu, WWF-US menjabarkan kaitan antara pengrusakan hutan hujan Sumatera yang dilakukan oleh APP dan impor kertas toilet atau tissue Amerika Serikat. Untuk mengunduh laporan dan mengetahui lebih lanjut tentang kampanye tisu WWF, silakan kunjungi www.worldwildlife.org/tp
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi
- Aditya Bayunanda abayunanda@wwf.or.id +62 818265588
- Phil Dickie, pdickie@wwfint.org, +41 79 703 1952
- Chris Chaplin, cchaplin@wwf.sg, +65 9826 3802
Tentang WWF-Indonesia
WWF adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta suporter dan memiliki jaringan di lebih dari 100 negara. Di Indonesia, WWF telah menjadi entitas Yayasan WWF Indonesia dan bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis aktivitas manusia. Untuk informasi selengkapnya mengenai WWF, kunjungi www.wwf.or.id