BERWISATA KE TN KOMODO? SIAP-SIAP, DILARANG BAWA BOTOL PLASTIK AIR MINERAL!
Oleh: Jensi Sartin, Komodo MPA Coordinator, WWF-Indonesia
Masalah sampah menjadi prioritas yang harus diselesaikan untuk memastikan wisata berkelanjutan di Taman Nasional (TN) Komodo yang terus melambung sebagai primadona dari 10 destinasi pariwisata prioritas Indonesia. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Manggarai Barat, Balai TN (BTN) Komodo bersama WWF-Indonesia pun menggelar Konsultasi Publik Rencana Pengelolaan Sampah Taman Nasional Komodo dan Kota Labuan Bajo di Hotel Prundi, Labuan Bajo, 31/07/2017 lalu.
“Pengelolaan sampah di TN Komodo harus komprehensif, dan tidak bisa dipisahkan dari Labuan Bajo,” ungkap Hendrikus Rani Siga Kepala Seksi BTN Komodo wilayah Pulau Komodo. “Diskusi dan dokumen ini memang penting, namun implementasinya yang menentukan apakah kita mampu membebaskan kawasan kita ini dari sampah,” tegas Yance Usman, Kepala DLHK, saat membuka acara.
Hasil kajian tim penyusun rencana pengelolaan mendapatkan bahwa rata-rata timbulan sampah yang dihasilkan Kota Labuan Bajo sebesar 112,4 m3/hari atau setara 12,8 ton/hari. “Penghasil sampah terbesar adalah rumah tangga yaitu sebesar 7,3 ton/hari, sisanya sampah dari non rumah tangga,” jelas M. Fariz dari tim penyusun.
Berdasarkan komposisi, sampah Kota Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo adalah 40,41% sampah organik, 33,17% sampah anorganik daur ulang/ekonomis, 5,52% sampah B3, dan 20,9% adalah residu. “Ada sekitar 4 ton lebih sampah daur ulang yang bisa dikelola,” katanya lagi.
Memang, saat ini, telah ada beberapa inisiatif pengelolaan sampah oleh masyarakat, salah satunya oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo yang didampingi oleh WWF-Indonesia. Namun, aksi tersebut perlu diperkuat dan direplikasi.
“Kami mengusulkan supaya unit-unit pengangkutan sampah dari Dinas Kebersihan bisa menyuplai TPS 3R seperti KSU Sampah Komodo dengan sampah-sampah non-organik yang bisa didaur ulang.,” jelas Kennedy, pegiat sampah Labuan Bajo.
Lebih lanjut, kajian menunjukkan rata-rata timbulan sampah yang dihasilkan kawasan TN Komodo dari area pemukiman sebesar 12 m3/hari atau setara dengan 0,65 ton/hari, dan sampah dari kawasan wisata sebesar 0,19 m3/hari atau 0,008 ton per hari.
“Terkait ancaman sampah terhadap kawasan TN Komodo, kami mengkaji untuk mengeluarkan aturan bagi semua turis dan kapal-kapal wisata agar tidak membawa botol air mineral kemasan ke dalam kawasan,” papar Hendrikus.
“Wisatawan wajib menggunakan botol dan galon isin ulang dan membawa kembali sampah plastiknya,” tambahnya. Aturan ini bila direalisasikan, tentunya akan memberi dampak signifikan terhadap angka timbulan sampah di TN Komodo.
“Labuan Bajo harus berani melarang penggunaan kemasan plastik sekali pakai dan styrofoam,” jelas Sofia dari Trash Hero yang juga mengelola operator selam Dive Komodo. “Kita, baik pemerintah dan industri pariwisata, juga harus menunjukkan teladan pengurangan sampah,” lanjutnya.
Selain aspek reduksi sampah, dibutuhkan penambahan unit pengangkutan sampah, penambahan TPS 3R, pemisahan fungsi regulator dan operator persampahan, dan penegakan peraturan persampahan, khususnya terkait pemilahan dan retribusi.
“Rendahnya praktik pemilahan sampah di sumber menjadi kendala utama bagi semua investasi pengelolaan sampah ini. Target kita adalah mengoptimalkan fungsi TPS 3R, sehingga hanya residu yang menuju TPA” tutup Gustirinus, Sekretaris DLHK.
“Dokumen ini akan kami teruskan untuk selanjutnya menjadi acuan bagi pengelolaan sampah di Kota Labuan Bajo dan TN Komodo,” tutup Gustirinus.
Kamu memiliki rencana berwisata ke TN Komodo? Siapkan botol minum sendiri, ya.