BANGKITNYA KELOMPOK MASYARAKAT DESA PENYANGGA UJUNG KULON SETELAH TSUNAMI
Oleh: Kania Dewi Rahayu
Tsunami Selat Sunda yang terjadi pada tanggal 22 Desember 2018 silam berdampak pada beberapa daerah di Banten dan Lampung. Desa-desa penyangga yang terletak di wilayah utara Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) juga ikut merasakan dampak dari terjangan tsunami akibat dari aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Akibat dari bencana tsunami ini beberapa rumah warga desa yang terletak di wilayah terdampak bencana mengalami kerusakan mulai dari kerusakan ringan hingga kerusakan berat. Kegiatan kelompok masyarakat yang berada di wilayah terdampak pun ikut terhambat. Terdapat tiga kelompok binaan WWF Ujung Kulon yaitu Kelompok Paniis Lestari (Panles), Kelompok Madu Hanjuang, dan Kelompok Cinibung Wisata (Ciwisata) yang ikut terkena imbas tsunami akhir Desember silam.
Kelompok Panles merupakan kelompok yang bergerak di bidang ekowisata yang berlokasi di Kampung Wisata Paniis, Desa Taman Jaya, Kabupaten Pandeglang, Banten. Kampung Wisata Paniis merupakan salah satu desa terdampak yang cukup parah. Sebanyak kurang lebih 42 rumah rusak berat dan 106 kepala keluarga harus mengungsi.
Kelompok yang sudah berdiri sejak tahun 2006 ini aktif dalam kegiatan pariwisata sekaligus konservasi. Panles dengan aktif melakukan kegiatan transplantasi terumbu karang. Kelompok Panles ini terbentuk sebagai hasil inisiasi WWF Ujung Kulon bersama dengan masyarakat desa Taman Jaya. Selain pariwisata bahari, kelompok Panles ini pun kerap menggelar pertunjukan seni budaya saat musim panen tiba yaitu dengan menggelar Pesta Rengkong.
Kelompok Masyarakat lainnya yang juga terimbas tsunami adalah Kelompok Hanjuang Desa Ujung Jaya. Kegiatan kelompok Hanjuang berbeda dengan Kelompok Panles. Kelompok Hanjuang bergerak di bidang pengelolaan madu hutan. Kelompok ini juga berhasil mengembangkan koperasi yang diberi nama Koperasi Hanjuang. Koperasi inilah yang menangani pemrosesan, pengemasan, pendistribusian, dan pemasaran madu yang diproduksi.
Kelompok terakhir yang juga merupakan kelompok binaan WWF adalah kelompok Ciwisata (Cinibung Wisata) yang berlokasi di Kampung Cinibung, Desa Kertajaya. Kampung Cinibung juga merupakan salah satu lokasi yang terdampak tsunami. Kelompok Ciwisata bergerak di bidang kerajinan tangan. Kelompok ini terdiri atas pengrajin-pengrajin ukiran kayu. Jenis ukiran yang biasa mereka produksi adalah ukiran kayu patung badak. Kelompok Ciwisata ini terbentuk sejak tahun 2012. Patung badak yang diproduksi oleh kelompok Ciwisata dapat dijadikan sebagai sarana promosi konservasi badak jawa. Kelompok ini sudah menagani beberapa pemesanan cindera mata patung badak.
Setelah terjadinya tsunami, ketiga kelompok tersebut mengalami penurunan dalam hal kegiatan. Mereka juga mengalami kerugian yang disebabkan oleh bencana tsunami. Setelah tsunami menerjang Kampung Paniis,, kegiatan pariwisata Kelompok Panles pun ikut terkena imbas. Beberapa fasilitas fisik yang dimiliki oleh Kelompok Panles seperti balai pertemuan dan belajar ikut hanyut terbawa tsunami. Beberapa perlengkapan yang menunjang kegiatan transplantasi terumbu karang juga seperti alat selam pun ikut hanyut terbawa tsunami. “Saat ini, Kelompok Panles bersama dengan masyarakat Kampung Paniis masih dalam upaya pemulihan psikologis dan infrastruktur setelah bencana tsunami” tutur Doni salah satu pengurus Kelompok Panles. Doni pun bercerita mengenai rencana pembangunan huntara (hunian sementara) dan huntap (hunian tetap) bagi warga Paniis yang sudah tidak lagi memiliki tempat tinggal akibat tsunami.
Kerugian serupa pun dialami oleh Kelompok Madu Hanjuang. Gudang penyimpanan madu mereka rusak diterjang oleh tsunami dan mereka pun kehilangan stok madu kira-kira 4 kwintal. Hilangnya persediaan madu yang cukup banyak ini mempengaruhi kegiatan pemasaran madu mereka. Karena seperti yang dipaparkan okeh Anton staf WWF dan juga pemandu kelompok Hanjuang bahwa Kelompok Hanjuang ini sudah aktif memasarkan hasil madu mereka untuk dipasok sebagai salah satu bahan baku brand kosmetik terkenal, Oriflame. Mengingat mereka hanya bisa memanen madu saat musim kemarau saja, tentu hilangnya stok madu yang cukup banyak akan menimbulkan efek kerugian yang cukup besar bagi Kelompok Hanjuang. Setelah kejadian tsunami ini sama halnya dengan Panles, Kelompok Madu Hanjuang pun belum aktif dalam melakukan kegiatannya. Saat ini, mereka masih dalam tahap pemulihan dampak psikologis setelah bencana tsunami. Namun, dalam waktu dekat mereka akan segera merencanakan kegiatan yang dapat segera dilakukan oleh kelompok.
Keadaan yang hampir sama pun dialami oleh Kelompok Ciwisata Kampung Cinibung. “Kami kehilangan peralatan-peralatan yang digunakan untuk membuat patung badak seperti mesin serut kayu kami juga kehilangan beberapa kerajinan yang sudah kami buat akibat tersapu oleh tsunami jika dirupiahkan maka kerugian kami berkisar 10 juta lebih” papar Mardi ketua Kelompok Ciwisata. Sepinya pengunjung setelah bencana pun membuat usaha kesenian tangan meeeka pun sepi dari pembeli. Walaupun tidak separah Kampung Paniis, sampai saat ini Kampung Cinibung pun masih dalam tahap pemulihan setelah bencana. Seperti kedua kelompok lainnya kegiatan kesenian Ciwisata sempat terhenti namun setelah tahap pemulihan setelah bencana, mereka akan mulai memikirkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompoknya.
Tim WWF Ujung Kulon yang memiliki kedekatan historis dengan desa-desa penyangga di sekitar TNUK termasuk dengan ketiga kelompok desa yang juga berada di wilayah penyangga merasa memiliki tanggung jawab moral dalam hal penanganan bencana tsunami ini. Oleh karena itu, tim WWF Ujung Kulon berinisiatif untuk membentuk suatu program yang bernama ‘pekkerti’, Penilaian Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana Secara Partisipatif. Tujuan dari program ini adalah untuk mempersiapkan warga desa yang berada di wilayah rentan bencana dan tim WWF sendiri untuk dapat menghadapi situasi jika nanti terjadi bencana tidak hanya bencana tsunami saja namun berbagai bentuk bencana. Diharapkan setelah program ini desa dapat memiliki prosedurnya sendiri dalam tanggap darurat bencana seperti memiliki titik kumpul dan evakuasi yang jelas serta dapat mengelola persediaan darurat setelah terjadinya bencana. Program ini akan secara aktif melibatkan masyarakat desa. Semoga dengan akan terlaksananya program ini dapat mendorong desa-desa termasuk ketiga kelompok ini untuk bersemangat lagi dalam berkegiatan bagi desanya.