#BALIBERAKSI DUKUNG UPAYA SELAMATKAN BUMI MELALUI PERAYAAN NYEPI
Oleh: Noverica Widjojo (Sunda Banda Seascape Communication & Campaign Coordinator, WWF-Indonesia)
Sabtu malam kemarin (25/3), Komunitas Earth Hour Denpasar mengadakan selebrasi Earth Hour 2017 di Mal Lippo Kuta. Selebrasi ini bertujuan untuk mengajak publik menyatakan aksi nyata mengubah gaya hidup mengurangi jejak ekologi dan emisi gas rumah kaca demi kelestarian bumi.
Acara yang dimeriahkan oleh aksi kampanye turun ke jalan; zumba party; dan pertunjukan musik ini, cukup menyita perhatian pengunjung mal dan masyarakat sekitar, termasuk wisatawan mancanegara. Bahkan, secara bersama-sama mereka menyuarakan “Ini Aksiku” saat perhitungan mundur aksi switch off – yaitu pemadaman lampu selama satu jam pada pukul 20.30-21.30 waktu setempat – sebagai simbol atas tindakan sederhana yang bisa dilakukan oleh manusia dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Selain Mal Lippo Kuta, aksi switch off juga berlangsung di ikon kota Denpasar, yaitu Patung Catur Muka Puputan Badung; Montigo Resort Bali; Hotel Aston Denpasar; dan beberapa lokasi lainnya.
“Earth Hour bukan hanya sekedar mematikan lampu selama satu jam saja, tetapi harus menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari dan diikuti juga dengan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, seperti hemat penggunaan kertas dan tisu; lebih aktif menggunakan transportasi publik; serta mengurangi dan mengolah sampah, termasuk penggunaan kantong plastik,” kata Andri Purba, Koordinator Komunitas Earth Hour Denpasar, saat membuka acara selebrasi Earth Hour 2017 di Mal Lippo Kuta.
Pernyataan ini pun diamini oleh Muhammad Erdi Lazuardi, Lesser Sunda Project Leader WWF-Indonesia, yang turut hadir dan memberikan kata sambutan. “Earth Hour ini tidak hanya dilakukan di Bali saja, tetapi juga di 36 kota lain di Indonesia, bahkan kota-kota lainnya di dunia. WWF-Indonesia mengajak publik untuk ambil bagian dalam gerakan ini, sebagai kontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Gerakan ini juga didedikasikan bagi saudara-saudara kita yang tinggal di daerah terpencil dan pulau-pulau kecil dengan ketersediaan listrik terbatas, atau bahkan belum memiliki fasilitas listrik sama sekali,” ungkap Erdi.
Dalam kesempatan ini, Komunitas Earth Hour Denpasar dan WWF-Indonesia juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada masyarakat Bali, yang pada tanggal 28 Maret 2017 akan merayakan Hari Raya Nyepi. Salah satu hari besar umat Hindu yang sudah dirayakan sejak dahulu kala, patut dijadikan contoh karena berandil besar dalam upaya penghematan energi dan mengurangi polusi udara.
Lingkungan merupakan benang merah yang menghubungkan Hari Raya Nyepi dan gerakan Earth Hour di Bali. Tahun ini, ada sekitar empat juta orang yang akan berpartisipasi dalam perayaan Nyepi di Bali, dengan tidak menyalakan lampu dan beraktivitas di ruang publik selama 24 jam demi mensucikan alam. Perayaan ini diperkirakan dapat menghemat listrik sekitar 290 MW (empat miliar rupiah), menghemat bahan bakar solar sebanyak 500.000 liter (tiga miliar rupiah), dan mereduksi karbondioksida sebanyak 20.000 ton dalam satu hari. [Sumber: Komunitas Earth Hour Denpasar]
Baik Hari Raya Nyepi maupun gerakan Earth Hour memiliki satu nafas dan semangat, yaitu aksi nyata untuk melestarikan lingkungan dan mengurangi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kedua hal ini harus kita dukung secara bersama-sama untuk keberlanjutan bumi.
Salam #IniAksiku dan Rahajeng Nyangra Rahina Nyepi Caka 1939!