AYO MENANAM, TANGKAL ABRASI PANTAI DENGAN BAKAU
Abrasi pantai yang terjadi pada setiap tahunnya telah mengancam sejumlah kawasan di pantai utara Provinsi Kalimantan Barat. Di antaranya kawasan permukiman, perkebunan warga, dan infrastruktur jalan.
WWF-Indonesia kembali mengajak warga pesisir di empat wilayah Kalimantan Barat yang terdampak abrasi untuk menanam bakau. Hingga saat ini, total penanaman di empat lokasi seluas lima hektar sudah mencapai 36 ribu batang dari total 40 ribu bibit bakau yang akan ditanam.
Coordinator Marine Species Conservation WWF-Indonesia, Dwi Suprapti menyampaikan bahwa restorasi mangrove di empat kabupaten di Kalbar ini untuk menjawab sejumlah persoalan yang dihadapi warga pesisir. “Persoalan itu adalah abrasi yang mangancam permukiman, perkebunan warga, dan infrastruktur jalan,” katanya.
Ke-empat wilayah terdampak abrasi itu masing-masing Desa Sungai Mas dan Desa Penjajap Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas; Kelurahan Setapuk Besar Kecamatan Singkawang Utara Kota Singkawang; Desa Sungai Duri Kecamatan Sungai Raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang, dan Desa Sungai Duri 1 Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah.
Sebagai cadangan, dipersiapkan 10 ribu benih (buah) atau 25 persen dari total restorasi yang akan ditanam sebagai tanaman penyulam apabila terdapat bibit yang mati serta sekaligus bahan uji coba penanaman pada lokasi kritis tanpa bakau di sekitarnya.
Penanaman yang dimulai sejak 14 Februari ini akan berakhir pada 28 Februari 2015 dengan masa tanam disesuaikan dengan kondisi geografis. Jika cuaca buruk atau ombak besar, penanaman tidak dapat dilakukan hingga cuaca teduh.
Di Kelurahan Setapuk Besar, penanaman tahap pertama sebanyak 3.000 bibit bakau jenis Rhizophora telah dilaksanakan di area seluas kurang lebih 0,3 hektare. Beberapa tahun terakhir, kawasan pesisir Kota Singkawang ini mengalami abrasi dan mengancam perkebunan kelapa milik warga setempat.
Ketua Kelompok Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri, Jumadi, mengatakan abrasi yang terjadi saban tahun telah menggerus perkebunan kelapa milik warga. “Paling terancam adalah perkebunan kelapa, dan itu berdampak pada kondisi ekonomi warga setempat,” katanya di Singkawang, Selasa (18/2/2015).
Mayoritas anggota kelompok yang didirikan sejak empat tahun lalu ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Mereka bertekad merestorasi kembali hutan bakau yang kondisinya kian memprihatinkan. Selain mengancam perkebunan kelapa milik warga, abrasi juga mengancam stok ikan dan kepiting di wilayah tangkap tersebut.
Usaha untuk menghijaukan kembali wilayah pesisir ini menarik minat nelayan setempat untuk ikut bergabung. “Untuk penanaman tahap kedua akan kita lakukan sebanyak 4.000 bibit dengan luasan lahan kurang lebih 0,4 hektar. Kita juga akan melakukan penyulaman kembali pada tanaman yang tidak berhasil tumbuh,” lanjut Jumadi.
Penanaman di Setapuk Besar yang dipimpin langsung lurah setempat, Adi Haryadi diikuti puluhan warga yang tergabung dalam Kelompok Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri, Sispala CAMAR SMAN 1 Singkawang, dan WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat. “Saya berharap bakau yang ditanam ini dapat tumbuh dengan baik sehingga laju abrasi dapat berkurang serta berguna sebagai tempat berkembang biak ikan dan kepiting,” kata Adi.
Dia juga berharap Kelompok Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri ini dapat terus meningkatkan kecintaannya terhadap lingkungan. Ke depan, mereka diharapkan bisa tetap eksis dan solid sehingga dapat menjadi contoh dalam kampanye cinta lingkungan.
Sementara di Desa Penjajap, penanaman pertama sebanyak 6.000 bibit dengan luas area tanam sekitar satu hektar. Desa Penjajap merupakan desa dengan jumlah penduduk sekitar 12.149 jiwa dan luas wilayah 450 hektar dimana luasan kawasan ini terus berkurang akibat terkikis air laut dan mengancam permukiman penduduk.
Ketua Yayasan Pusat Mangrove, Yeni, mengatakan saat ini tercatat empat rumah di area Menara II yang posisinya telah berada di atas air. “Beberapa rumah warga sudah menjadi korban abrasi,” ungkapnya.
Camat Pemangkat Burhani Soni berharap desa-desa yang berada di Pemangkat dapat berubah menjadi lebih baik melalui upaya penanaman bakau sebagai bentuk penyelamatan kawasan pesisir.
Menggandeng Para Pihak
Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan, pihaknya telah berupaya bekerja sama dengan lima kelompok masyarakat peduli mangrove di wilayah pesisir utara Kalimantan Barat. “Penanaman mangrove ini sebagai upaya bersama untuk menumbuhkan kesadaran warga akan pentingnya mangrove bagi kehidupan,” katanya di Pontianak, Selasa (18/2/2015).
Menurutnya, penanaman kali ini mendapat sokongan dari Pemuda Desa (Karang Taruna), pemerintah desa, kecamatan, dan pemerintah kota/kabupaten. Para pihak mencoba merestorasi mangrove di atas lahan seluas lima hektar, dan melibatkan masyarakat, pemerintah, siswa, dan mahasiswa dari Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.
Dwi mencontohkan persoalan yang dihadapi di Kelurahan Setapuk Besar, Kota Singkawang. Hasil survei menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi setiap tahunnya mencapai 10 meter. Indikatornya, laut menggerus daratan hingga dua baris pohon kelapa yang ditanam warga. Antara satu kelapa dengan kelapa lainnya mencapai lima meter. Dengan demikian, abrasi mencapai 10 meter.
Persoalan berbeda terjadi di wilayah Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang. Hasil survei menunjukkan lebih dari 20 rumah berada tepat di atas air laut dan sekitar dua kilometer infrastrukur jalan yang terancam abrasi. Bahkan, jarak antara jalan raya dengan air laut hanya 0 – 100 meter.
Atas dasar itu, WWF bersama sejumlah pihak melakukan aksi bersama agar laju abrasi dapat ditekan. “Mudah-mudahan upaya kecil ini dapat menjawab persoalan warga persisir dalam menghadapi ancaman abrasi,” ucapnya.
Penulis : Dwi Suprapti (Coordinator Marine Species Conservation) dan Andi Fachrizal