ANCAMAN KEPUNAHAN MENGINTAI DUGONG
Selama ini sebagian masyarakat Kabupaten Alor masih ragu akan keberadaan duyung atau dugong di wilayah perairan mereka. Anggapan bahwa dugong merupakan hewan yang penuh mistis dan legenda masih melekat. Bahkan, ada yang mempercayai bahwa dugong merupakan jelmaan dari manusia dan ikan yang tergabung dalam satu badan.
Namun, menurut para nelayan di sekitar Kelurahan Kabola, dugong sering muncul di perairan mereka, terutama di Pantai Mali. Hal inilah yang kemudian mendorong DAAI TV yang bekerjasama dengan WWF-Indonesia untuk melakukan peliputan dokumentasi mengenai populasi, tingkah laku dan habitat dugong yang ada di perairan Pantai Mali, Kabupaten Alor.
Pemantauan dugong dilakukan pada Oktober tahun 2014 lalu di dua lokasi, yaitu perairan Pantai Mali dan arah timur perairan Pulau Sika. Pemilihan lokasi pemantauan ini dilakukan dengan mengacu pada informasi yang didapatkan dari nelayan sekitar. Menurut mereka, ada dua dugong di perairan Pantai Mali, dan lima dugong yang ada di arah timur perairan Pulau Sika.
Perairan Pantai Mali sendiri masuk ke dalam zona perlindungan yang ada di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Alor. Kawasan seluas 400.83 hektar ini telah ditetapkan oleh Peraturan Bupati Nomor 6/2009 tentang Pencadangan KKPD Kabupaten Alor.
Hasilnya, ditemukan satu dugong di perairan Pantai Mali. Namun di lokasi perairan Pulau Sika, kami tidak menemukan kehadiran mamalia laut tersebut. Tidak ditemukannya dugong di perairan Pulau Sika ini diduga karena adanya aktivitas pengeboman yang dilakukan oleh nelayan dalam KKPD tersebut. Hal ini yang menyebabkan populasi dugong menjadi terusik dan kemungkinan memilih perairan yang lebih aman dan terlindung.
Dugong Dalam Ancaman
1. Populasi Belum Diketahui
Besaran populasi dugong yang ada di perairan Indonesia sampai dengan saat belum dapat dipastikan karena masih terbatasnya kajian status populasi yang dilakukan. Informasi tentang keberadaan dugong umumnya bersumber dari informasi masyarakat nelayan.
2. Penangkapan Ilegal
Penangkapan dugong oleh masyarakat masih sering kami dengar sampai dengan saat ini. Minimnya sosialisasi dan pembinan kepada masyarakat ditenggarai merupakan salah satu penyebab kegiatan illegal ini terus berlangsung. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, pelaku penangkapan dugong ini masih banyak yang belum mengetahui bahwa dugong merupakan biota yang dilindungi.
3. Kerusakan Habitat
Kelestarian dugong mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan padang lamun, karena lamun merupakan makanan utama dugong. Kerusakan habitat padang lamun akibat aktivitas manusia disinyalir sebagai salah satu penyebab menurunnya populasi dugong di Indonesia.
Perburuan baik untuk konsumsi hingga diperdagangkan, terluka dikarenakan baling-baling kapal, dan degradasi habitatnya yang berdampak pada pengurangan ketersediaan makanan, seperti penambangan pasir, reklamasi pantai, pembuatan bangunan pantai dan sedimentasi tinggi akibat penebangan hutan.
4. Tangkapan Sampingan
dugong termasuk Persinggungan habitat dugong dan wilayah penangkapan nelayan cukup sulit untuk dihindari. Dalam beberapa kasus pun sering diberitakan dugong yang terjerat pada jaring insang yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan.
Hak untuk Hidup bagi Dugong Dilindungi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa, dalam biota perairan yang dilindungi. Hal ini dikarenakan dugong termasuk mamalia laut yang populasinya terus menurun dan terancam punah.
Tingkat reproduksi Dugong sangat rendah karena umumnya dugong hanya melahirkan 1 ekor anak saja setiap 9-10 tahun (Skalalis, 2007). Ditambah lagi ketika ketersediaan makanannya kurang, dugong akan menunda musim kawin.
Walaupun dugong sudah ditetapkan sebagai biota yang dilindungi di Indonesia, namun populasi dugong secara nasional diindikasikan terus mengalami penurunan dan apabila tidak dilakukan langkah-langkah penanganan maka dikhawatirkan dugong dapat mengalami kepunahan di Indonesia (Direktorat KKJI, 2014).
WWF-Indonesia bersama Dinas Kelautan dan Perikanan serta Tim KKPD Kabupaten Alor pada tanggal 30 April 2011 berhasil mengambil gambar seekor Dugong remaja dengan panjang 1,5 meter di perairan tersebut. Hal ini merupakan penemuan yang sangat penting bagi kabupaten Alor dalam pengelolaan wilayah laut kedepannya, terutama di KKPD Kabupaten Alor demi menjaga mamalia laut langka tersebut.
KKPD Kabupaten Alor merupakan bagian dari jejaring kawasan Bentang Laut Sunda Banda yang memiliki prioritas konservasi tinggi karena menjadi habitat bagi 76% spesies karang, lebih dari 3.000 spesies ikan, dan beberapa spesies terancam punah seperti penyu, Cetacea (kelompok paus/lumba-lumba), hiu, dan dugong.
Lihat video Selamatkan Dugong: Upaya konservasi Dugong yang makin menyusut jumlahnya di Kab Alor, Nusa Tenggara Timur.
Penulis : Tutus Wijanarko - Community Right Based Management Officer
Referensi:
Azkab, M.H. 1998. Duyung sebagai pemakan lamun. Oseana Volume XXIII, Nomor 3 & 4, 1998: 35 – 39. P3O-LIPI, Jakarta.
Direktorat KKJI, 2014. Pedoman Rencana Strategis Konservasi Jenis Ikan Dilindungi dan Terancam Punah 2015-2019. Jakarta.
Skalalis, Diana, 2007. Karya Tulis : Model Konservasi Dugong (Dugong dugon Muller). Universitas Padjajaran.
Yapeka, 2014. Laporan: Pertumbuhan Lamun di Pesisir Desa Bahoi