ALAM DAN BUDAYA DALAM SATU PETUALANGAN
Takjub dan mungkin sedikit kaget itu yang dirasakan oleh Lucy Geelen ketika dia pertama kali datang dari Belanda ke Papua singgah di Timika dan lanjut ke Agats, Ibukota Kabupaten Asmat. Takjub dengan kondisi alam yang masih bersahaja dan indah. Kaget karena dia tidak menyangka bahwa dengan kondisi lingkungan yang boleh dikatakan terpencil dengan fasilitas yang bisa dikatakan sangat terbatas, masyarakat Asmat tampak “happy” dan murah senyum. “People are happy and always put smile on their faces, wow!” Itu kesan pertama dari Lucy yang datang ke Papua bersama Florence –kakaknya, Francoise- ibunya, dan Pieter- ayahnya. Mereka sekeluarga merupakan rombongan donor potensial WWF yang berkunjung sekaligus berlibur ke Asmat dan Teluk Cenderawasih.
Tanggal 7 Oktober 2014, sore hari mereka sampai di Agats, ditemani oleh Pak Benja Mambai dan Klass J. Teule dari WWF Indonesia serta Allard Stapel dari WWF Netherland, rombongan donor mengunjungi kantor WWF – site Asmat. Ramah tamah, perkenalan staf dan penjelasan program menjadi topik pemb icaraan.
Hari kedua, tanggal 8 Oktober, mereka berusaha bangun pagi-pagi sekali untuk memenuhi jadwal kunjungan ke SD YPPGI Agats, disana ada kegiatan pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup oleh guru-guru binaan WWF. Mereka melihat bagaimana kondisi sekolah yang unik, keceriaan anak-anak, dan semangat guru dalam mengajar. Mereka mencoba berinteraksi dengan murid-murid di kelas, bernyanyi dan membagikan hadiah. Diantara mereka, ibu Francoise lah yang paling antusias dengan dunia pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Berkali-kali dia menanyakan tentang materi pelajaran dan berinteraksi dengan para guru kelas. Dia juga sangat mengapresiasi program WWF di Asmat untuk mendukung dan mempromosikan materi Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Sekolah Dasar dan peningkatan kapisitas para guru dalam mengajar.
Sore harinya, mereka mencoba petualangan baru, kali ini acaranya sangat istimewa. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit menggunakan perahu motor, mereka tiba di Kampung Per dan disambut oleh tarian perahu. Oleh masyarakat setempat mereka kemudian diajak untuk naik dan masuk ke dalam Jew (rumah adat Asmat) yang diiringi oleh sekelompok ibu-ibu yang menari, menabuh Tifa dan menaburkan kapur sirih sebagai ungkapan penyambutan selamat datang. Di dalam Jew, mereka membahas tentang aktivitas dan budaya masyarakat. Setelah itu, mereka mampir untuk melihat lokasi restorasi kawasan hutan mangrove yang merupakan bagian dari program kerja WWF di Asmat. Dalam perjalanan pulang, mereka menyempatkan diri mampir sebentar ke sanggar seni. Di tengah perjalanan pulang, mereka berkesempatan melihat salah satu fenomena alam yaitu migrasi burung Pelican.
Pagi hari, tanggal 9 Oktober, petualangan dilanjutkan dengan perjalanan wisata alam ke Kali Fambrep untuk lihat bentangan hutan mangrove dengan kekayaan alam di dalamnya. Di sore hari, masih dengan tema petualangan yang sama namun lokasi berbeda. Destinasi yang dituju adalah Kali Jet, yang ditempuh selama kurang lebih satu jam perjalanan dari Agats menggunakan speed boat. Dengan laju speed boat yang berlahan-lahan, di sepanjang Kali Jet ini, baik dengan mata telanjang maupun menggunakan binoculars, rombongan disuguhi dengan penampakan hewan-hewan menakjubkan yang muncul ditengah-tengah hamparan pohon pandan hutan, nipah dan pala antara lain; beraneka macam burung unik seperti mambruk, rangkong , kakaktua raja, nuri paruh hijau, bangau serta hewan lain seperti biawak. Semua sepakat untuk meneriakan kata perfect dan amazing untuk kesan terhadap petualangan hari itu dari pagi sampai sore hari.
Aktivitas hari itu ditutup dengan suasana santai sambil melepas lelah, mereka melihat berbagai jenis dan motif ukiran dari seniman pahat Asmat yang akan dipamerkan di Pesta Budaya Asmat. Walaupun mereka tidak sempat menyaksikan kegiatan Pesta Budaya karena harus menerukan perjalanan ke Teluk Cenderawasih. Namun, paling tidak mereka berkesempatan melihat aktivitas para pengukir dan deretan hasil seni ukir yang disiapkan untuk pembukaan Pesta Budaya besok harinya.
Panasnya cuaca di Asmat tidak menjadi soal jika harus dibandingkan dengan pengalaman dan cerita petualangan yang mereka rasakan dan dapatkan. Satu hal yang bisa disimpulkan dari keseluruhan acara kunjungan mereka selama di Asmat, Tim WWF bisa menyuguhkan pertualangan liburan mereka yang menarik ketika menikmati segala bentuk keindahan alam dan uniknya budaya masyarakat Asmat, ini dikarenakan memang begitulah Asmat, kondisi alam yang masih terjaga begitu halnya dengan masyarakat adat yang masih menjunjung tinggi budaya leluhur mereka. Apresiasi mereka berikan kepada tim WWF Indonesia khususnya site Asmat yang terus mendorong masyarakat dan pemerintah untuk mengupayakan dan memastikan proses pembangunan di Asmat tidak mengesampingkan pelestarian lingkungan dan budaya jati diri Asmat itu sendiri. Mereka juga berharap mereka dapat menjadi bagian dan memberikan kontribusi terhadap proses tersebut.
(Andhiani M. Kumalasari, Sumber foto: Jackson Umbora, WWF Indonesia- Papua Program)