AGAR TAK ADA LAGI KORBAN KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH
Oleh: Ciptanti Putri
Pada hakikatnya seluruh makhluk hidup membutuhkan ruang untuk hidup. Kebutuhan inilah yang mendorong manusia mengalihfungsikan kawasan-kawasan konservasi, terlebih data menunjukkan bahwa jumlah penduduk di dunia semakin meningkat. Akibatnya, manusia berkonflik dengan makhluk hidup lain yang menjadikan kawasan konservasi tersebut sebagai rumah mereka. Salah satunya, dengan Gajah Sumatera, satwa kharismatik yang membutuhkan ruang jelajah seluas 200 Ha (per individu gajah) agar dapat hidup sehat dan layak.
Perebutan ruang untuk bertahan hidup antara manusia dan Gajah Sumatera pun tak terelakkan. Sudah banyak gajah mati akibat aksi rebutan ini. WWF-Indonesia mencatat, dari 150 kematian yang terjadi di Riau antara 2004-2015, sekitar 80% disebabkan oleh racun, ditembak, atau diambil gadingnya. Di pihak manusia, ada tiga nyawa melayang terinjak gajah ketika mereka berupaya menghalau gajah liar agar tidak masuk ke perkampungan. Setelah diteliti, rupanya masyarakat belum mengetahui cara yang tepat untuk menghalau gajah-gajah liar tersebut.
Padahal manusia dapat hidup berdampingan dengan gajah, asalkan kita mengetahui kebiasaan dan daerah jelajah mereka. WWF-Indonesia berupaya mencari solusi terbaik untuk meminimalisir konflik gajah dan manusia di Sumatera. Di antaranya, memasang satellite collars untuk mencatat jumlah kelompok gajah dan lokasi jalur-jalur penjelajahannya, membangun barikade-barikade alami untuk menandai habitat gajah, serta mengadakan pelatihan-pelatihan bagi komunitas lokal tentang teknik menghalau kelompok gajah agar tidak masuk dan merusak lahan masyarakat. Tiga strategi tersebut merupakan hasil serial penelitian dan observasi mendalam para ahli spesies WWF-Indonesia yang bekerja langsung di lapangan. Penerapan strategi diyakini bisa menurunkan bahkan meniadakan konflik gajah-manusia di Sumatera sehingga masyarakat dapat kembali hidup berdampingan secara harmonis dengan spesies yang merupakan ikon daerah ini.
Untuk mencegah lebih banyak korban jiwa di kedua belah pihak serta dengan semangat menyambut pelaksanaan kampanye global Earth Hour 2015, masyarakat saat ini sudah dapat berperan nyata dalam menghentikan konflik manusia dan Gajah Sumatera. WWF-Indonesia membuka wadah crowdfunding untuk perbaikan #NasibGajah di www.ehour.me/elephantsneedhelp. Keseluruhan dana yang terkumpul akan digunakan untuk membeli satellite collars, membangun barikade-barikade alami untuk mencegah gajah masuk ke perkampungan, serta melatih masyarakat tentang teknik-teknik menghalau gajah, termasuk pembuatan alat-alat penghalau dan simulasi jika ada gajah yang memasuki perkampungan. Kontribusi Anda sangat dibutuhkan guna menghentikan konflik manusia dan gajah agar tak ada lagi korban jatuh di kedua belah pihak dan #NasibGajah di Sumatera dapat diperbaiki.
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) merupakan mamalia penghuni hutan-hutan di wilayah Sumatera yang memiliki peran penting dalam ekosistem di Tanah Andalas. Gajah Sumatera memang tidak sebesar saudaranya di Afrika, namun spesies yang memiliki inteligensia tinggi ini mampu tumbuh setinggi 2,6 meter. Kelompok-kelompok gajah berkelana setiap hari di dataran rendah yang dekat dengan aliran sungai, rata-rata per individu mengkonsumsi 200 kilogram makanan yang terdiri dari dedaunan, buah-buahan, serta biji-bijian. Setelah itu, gajah “membuang” biji-biji yang tak termamah di sepanjang jalur pengembaraan yang bisa berjarak hingga 15 kilometer per hari. Gajah disebut juga satwa payung. Selain karena membutuhkan area jelajah yang cukup panjang, keberadaan gajah di sebuah kawasan menjadi pertanda ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya serta indikasi kelangsungan hidup dan ekosistem yang sehat.