ADOPSI POHON TUMBANG BULAN CAPAI 98%
Oleh: Davit Purwodesrantau
Palangka Raya -- Ujicoba adopsi Pohon yang dilakukan masyarakat Desa Tumbang Bulan pada 2015 mencapai keberhasilan 98%. Capaian ini diperoleh setelah melalui 2 kali verifikasi yang dilakukan pada 2016 lalu dari 5 orang adpopter di Desa Tumbang Bulan di lahan seluas 12,5 Ha dengan jenis tanaman adalah Belangeran (Shorea blangeran) sebanyak 5000 pohon.
Bambang, warga Tumbang Bulan yang menjadi adopter, mengatakan puas dengan keberhasilan yang mereka capai ini. Di verifikasi awal, dari 1000 tanaman yang ditanam yang mati 200. Lalu di verifikasi kedua mereka melakukan penyulaman 180 pohon dan hidup semua. “Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras kita dalam merawat tanaman tersebut meskipun kami tidak diwajibakan untuk merawat dan memeliharanya. Namun, karena ini adalah kerja keras kita, tanpa diminta pun kami melakukannya,” kata Bambang.
Hasil verifikasi adopsi pohon yang dinyatakan telah berhasil menjadi dasar bagi WWF Indonesia Kalimantan Tengah untuk terus melanjutkan kegiatan tersebut. Ke depannya akan dilakukan pemeliharaan untuk 317 Ha penanaman pohon sekitar 126.800 pohon di tahun 2017 – 2018. Dan rencana ini sudah dilakukan Musyawarah Desa Tumbang Bulan dengan rencana melibatkan 126 Kepala Keluarga.
Ma’mun Ansori, Hydrologi Officer WWF Indonesia Kalimantan Tengah, mengatakan, kegiatan adopsi pohon yang dilakukan di Desa Tumbang Bulan merupakan inisiasi WWF Indonesia Kalimantan Tengah. Program adopsi pohon adalah salah satu upaya rehabilitasi lahan hutan yang terdegradasi dengan melibatkan orang lokal (sebagai pelaksana penanaman dan pemeliharaan) dan adopter sebagai penyandang dana program restorasi Sungai Bulan dan Sekamoza (Jerman), serta operator (sebagai pengelola kegiatan WWF Indonesia Kalimantan Tengah). “Mekanisme ini merupakan perbaikan metode penanaman yang dilakukan WWF Indonesia Kalimantan Tengah selama ini. Dan, untuk memperbainya diperlukan ujicoba,” jelas Ma’mun.
Ma’mun menjelaskan, sistem adopsi ini merupakan perbaikan dengan pertimbangan bahwa dari segi pembiayaan lebih efisien dibanding mekanisme sebelumnya tanpa ada yang dirugikan. Selain itu kegiatan ini menanamkan rasa tanggung jawab kepada para adopter. Dalam melaksanakan adopsi pohon, WWF Indonesia Kalimantan Tengah telah melakukan beberapa langkah seperti sosialisasi, penentuan adopter melalui musyawarah, penentuan teknis kegiatan, pembiayaan, dan pelaksanaan penanaman.Dan, dalam pelaksanaannya murni dilakukan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Sebangau.
Bersamaan dengan pengelolaan kegiatan adopsi pohon—WWF Indonesia Kalimantan Tengah—akan melakukan pemeliharaan tanaman setiap 3 bulan sekali (disesuaikan dengan kebutuhan project). Dalam tahap pemeliharaan adopter akan menerima kompensasi sebesar Rp. 2.000 per pohon yang hidup dengan syarat melakukan pembersihan lahan per triwulan, melakukan penyulaman dengan tanggungjawab bibit dari adopter, dan melakukan pembersihan di sekitar pohon.
“Program adopsi pohon ini dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama antara adopter dan pengelola dengan sepengetahuan unsur Pemerintah Desa Tumbang Bulan berlandaskan musyawarah. Namun, perjanjian akan dibatalkan jika terjadi bencana kebakaran yang mengakibatkan gagalnya penanaman pohon,” ungkap Ma’mun.
Sementara itu, Yeyet Suryatno, Reforestration Officer WWF Indonesia kalimantan Tengah, mengatakan, keberhasilan program adopsi pohon di Desa Tumbang Bulan akan diduplikasi di desa lainnya. Saat ini telah berjalan di kanal irigasi Jahanjang dengan 10 adopter dan luas lahan 25 Ha untuk 2017-2018. Di area Lampanen Sungai Sebangau melibatkan 24 orang dengan luas lahan 60 Ha dan akan ditambah 40 Ha yang melibatkan Forum Masyarakat Kereng Bangkirai pada 2017-2018. Sungai Sebangau kecil di Desa Sebangau jaya melibatkan 40 adopter dengan luas 100 Ha pada 2017.
Selain itu, duplikasi kegiatan ini juga akan dilaksanakan di Sungai Landabung Desa Perigi di areal seluas 100 Ha dan telah dilaksanakan Musyawarah Desa dengan melibatkan 40 Kepala Keluarga.“Rencananya akan ada pengembangan adopsi pohon 100 Ha di Desa Sungai kaki pada 2017 ini. Untuk monitoring dan verifikasi menggunakan aplikasi mobile data collection (MDC),” terang Yeyet.