ADEMINA DAN KUKIS SAGU: JEJAK PEREMPUAN ADAT DARI YAKATI
Ademina Mansumbauw adalah salah satu perempuan tangguh dari Kampung Yakati, Kabupaten Teluk Bintuni, yang aktif dalam Komunitas Perempuan Adat (KPA). Ia merupakan satu dari 29 anggota KPA yang secara konsisten mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh LSM Panah Papua. Komunitas ini menjadi wadah pemberdayaan perempuan adat untuk meningkatkan keterampilan, kemandirian ekonomi, dan pelestarian budaya lokal. Salah satu pelatihan yang sangat berkesan bagi Ademina adalah pelatihan pembuatan kukis sagu. Pelatihan ini tidak hanya mengajarkan cara membuat kukis, tetapi juga mencakup seluruh proses produksi, mulai dari pengolahan sagu menjadi tepung hingga teknik pengemasan produk akhir. Bagi Ademina, pelatihan ini membuka wawasan baru tentang potensi ekonomi dari bahan pangan lokal yang selama ini hanya dikonsumsi secara tradisional.
Sagu dipilih karena Kampung Yakati memiliki potensi tanaman sagu yang cukup berlimpah. Panah Papua yang bermitra dengan WWF-Indonesia melalui Program Voices for Just Climate Action (VCA) mendampingi dalam pengolahan sagu. Sagu termasuk pangan lokal sumber karbohidrat tinggi, namun masyarakat belum memanfaatkan secara maksimal. Penjualan sagu dalam bentuk ‘tumang’ (sagu basah yang dibungkus daun sagu) tidak terlalu banyak diminati masyarakat. Masyarakat Kampung Yakati hanya mengolah sagu menjadi papeda dan sagu bakar (porna) untuk sajian tiap hari.
Dengan semangat belajar dan berbagi, Ademina kini menjadi salah satu penggerak di komunitasnya dalam mempromosikan kukis sagu sebagai produk unggulan kampung. Ia percaya bahwa melalui pelatihan seperti ini, perempuan adat bisa berkontribusi lebih besar dalam pembangunan ekonomi lokal sekaligus menjaga warisan budaya mereka. Hingga saat ini, 6 dari 29 anggota KPA yang dilatih masih menekuni aktivitas yang baru bagi mereka. Ini juga berkat ajakan dari Ademina Mansumbauw “Cara pembuatan dan alat yang digunakan dalam pembuatan kukis sagu ini cukup mudah sehingga saya dan mama-mama lainnya yang ada KPA jadi antusias untuk mengolah kukis sagu,” katanya.
Enam perempuan adat dari Kampung Yakati kini tak hanya menjaga tradisi, tapi juga menjadi tulang punggung ekonomi keluarga mereka. Lewat pelatihan pembuatan kukis sagu yang difasilitasi oleh LSM Panah Papua, mereka berhasil mengubah bahan pangan lokal menjadi produk bernilai jual tinggi. Kukis sagu yang mereka produksi bukan sekadar camilan, tapi simbol kemandirian dan kolaborasi komunitas.
Melihat potensi besar dari produk ini, Panah Papua mendorong peningkatan kualitas dan legalitas produksi. Bersama Komunitas Perempuan Adat (KPA) dan Badan Usaha Milik Kampung (BumKam) Wapakaramui, mereka mengurus izin Produksi Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (P-IRT) melalui Dinas Kesehatan dan PTSP. Hasilnya, kukis sagu Kampung Yakati kini resmi dipasarkan dengan kemasan 100 gram seharga Rp25.000. Tak butuh waktu lama, kukis sagu ini mulai dikenal luas. Dari warung kecil hingga toko di Bintuni dan Manokwari seperti di pasarkan di Hadi Supermarket, Orchid Swalayan, Kalawai Mart dan Cafe Melanesian Bech Coffee.
Produk lokal ini mendapat tempat di hati masyarakat. Di balik setiap bungkus kukis, ada cerita tentang perempuan adat yang berdaya, komunitas yang bersatu, dan cita rasa Papua yang kini bisa dinikmati siapa saja. Produk ini juga telah ditampilkan dalam pameran Papua Muda Inspiratif (PMI) di Manokwari, Temu Raya Persekutuan Anggota Muda (PAM) GKI Se-Tanah Papua di Bintuni, Pameran Fordasi Papua Barat 2023 di area Kantor Gubernur Papua Barat, Pameran UMKM Papua memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 79 Tahun 2024 di Manokwari , Pameran Festival Hutan Adat 1 di Tanah Papua, Pameran Indonesia Climate Week di Jakarta Tahun 2024, Pameran Climate Champion Festival di Sorong Tahun 2025.
“Enak luar biasa hasil dari entrepreneur dari Papua, semoga Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni terus mendorong program-program yang lebih pro kepada masyarakat melalui sebuah jembatan ekonomi yang luar biasa,” ujar salah satu pemuda dari kontingen PAM Klasis Biak. Dengan adanya peningkatan pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya pangan lokal sagu yang ada di Kampung Yakati, sagu bisa diolah secara inovatif sebagai produk yang digemari konsumen dan menambah ekonomi keluarga. (*)