10 TAHUN PERAYAAN EARTH HOUR GLOBAL
Jakarta – Melampaui catatan sebelumnya, tahun ini 187 negara dan kawasan secara serentak bergabung dalam EARTH HOUR pada sabtu, 25 Maret 2017 untuk mengambil sikap bagi perubahan iklim. Lebih dari 3.000 object dan jutaan individu, bisnis, dan organisasi di tujuh benua di dunia melangkah maju bersama untuk mengubah perubahan iklim. Di sosial media, tagar #EarthHour dan berbagai istilah terkait menghasilkan lebih dari 1,1 miliar tayangan dalam 24 jam, menjadi tren di setidaknya 30 negara di seluruh dunia.
Perayaan EARTH HOUR tahun ini merupakan yang ke-10 di dunia, dimulai di kota Sydney tahun 2007, dan hadir di saat kebutuhan akan aksi perubahan iklim dirasa lebih besar dari sebelumnya. Tahun 2016 menjadi tahun terhangat dalam sejarah dan aksi yang ambisius dibutuhkan oleh pemerintah, industri dan publik, para pemangku kepentingan, untuk mencapai target dalam Perjanjian Paris yang mulai diberlakukan pada November tahun lalu.
“Sekali lagi, masyarakat telah angkat suara melalui gerakan Earth Hour,” kata Sid Das, Direktur Eksekutif Earth Hour Global. “Entah kamu di Filipina, Peru atau Portugal, perubahan iklim menjadi masalah, dan partisipasi Earth Hour tahun ini menjadi peringatan kuat bahwa masyarakat, yang paling merasakan perubahan iklim, menjadi barisan depan untuk beraksi.”
Di seluruh dunia, Earth Hour menginspirasi dan menggerakkan setiap orang untuk menjadi bagian dari aksi yang sangat dibutuhkan oleh planet kita, baik di tingkat pribadi, masyarakat maupun nasional.
Di India, kediaman presiden Rashtrapati Bhavan dan Gerbang New Delhi India mematikan lampunya, dan ribuan orang didorong untuk beralih ke energi terbarukan dan penggunaan lampu LED.
Di Indonesia perayaan Earth Hour sendiri dirayakan dengan berbagai cara yang unik. Di Bogor, perayaan Earth Hour kali ini dibuat berbeda dengan mengadakan “Candle Light Dinner” saat Switch Off bersama dengan Walikota Bogor. Sementara itu di Surabaya, sebuah teatrikal ditampilkan dalam perayaan Earth Hour tahun ini. Teatrikal bercerita tentang bagaimana manusia harus berbuat kebaikan untuk menjaga ibu bumi.
Di Jakarta, komunitas Earth Hour Jakarta fokus pada kegiatan #SejutaAksi yang digelar di berbagai tempat diantaranya di Central Park Mall, Sultan Hotel dan Shangri-La Hotel. Gerakan #SejutaAksi ini mengajak publik untuk membuat tas belanja menggunakan kaos bekas di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja karena caranya sangat mudah. Hal ini mendorong publik untuk beralih menggunakan kantong belanja dan bukan lagi kantong plastik.
Di Polandia dan Bulgaria, masyarakat bersatu untuk meningkatkan suara mereka melawan hukum dan kebijakan yang mengancam keanekaragaman hayati dan ekosistem yang telah menyediakan udara bersih, air, makanan dan iklim yang stabil, yang mendukung kesejahteraan planet dan penghuninya.
""Dari menyusutnya es Arktik sampai pemutihan terumbu karang, ada indikator yang jelas bahwa kita mendorong planet kita menuju titik akhir - dan bersama-sama sebagai sebuah komunitas global kita pun dapat mengubahnya. Gerakan akar rumput harus mampu memobilisasi dan menyatukan pemerintah dan perusahaan untuk melakukan aksi menghadapi perubahan iklim – sekaranglah waktunya untuk bertindak,"" tambah Das.
Dalam video pernyataan Earth Hour, Sekretaris Umum UN, Antonio Guterres menegaskan perlunya setiap orang bekerja sama untuk membangun masa depan tahan iklim yang berkelanjutan.
Termasuk di dalamnya meningkatkan pendidikan iklim di kalangan anak muda, seperti di Bhutan dan Guyana, di mana siswa belajar tentang iklim dan isu-isu lingkungan di pusat-pusat ilmu iklim dan sesi lab konservasi yang dibentuk oleh WWF.
Untuk menandai perayaan ke-10 gerakan ini, masyarakat juga menggunakan timeline sosial media mereka untuk mengekspresikan solidaritas terhadap aksi perubahan iklim, seperti juga gedung pencakar langit di berbagai belahan dunia berpartisipasi untuk mematikan lampu dalam event ini. Dengan menyumbangkan lima posting pada halaman Facebook dan mengubah foto profil, ribuan masyarakat telah aktif menyuarakan dan meningkatkan kekuatan mereka untuk gerakan perubahan iklim.
""Setiap cahaya yang dimatikan atau merubah foto profil telah mewakili seorang individu yang berubah dan beralih dari hanya penonton pasif menjadi seseorang yang mengambil bagian dari solusi dan telah menjadi bukti kekuatan Earth Hour sebagai gerakan komunitas lingkungan terbesar yang telag mengakar rumput di dunia saat ini,"" kata Das.
Seperti jam waktu yang terus berganti ke arah sekitar Samudera Pasifik Kepulauan Cook, WWF dan Earth Hour tim di seluruh dunia akan terus memberdayakan individu, masyarakat, perusahaan dan pemerintah untuk menjadi bagian dari aksi perubahan iklim ini. Diperkuat dengan dukungan yang ditunjukkan akhir pekan ini, tim akan memperbaharui nilai untuk mengatasi masalah-masalah seperti gaya hidup yang berkelanjutan di Singapura, India, Hong Kong dan Indonesia, transisi menuju energi terbarukan di Afrika Selatan, Hungaria dan Myanmar, dan mempromosikan ambisi ketangguhan iklim dan aksinya di Inggris, Spanyol dan di tingkat Uni Eropa.
PLT CEO WWF Indonesia, Benja Mambai mengapresiasi EARTH HOUR tahun ini. “Gerakan yang besar dan kepedulian yang tinggi dari masyarakat menunjukkan dukungan terhadap pemerintah untuk tetap berambisi dalam penanganan perubahan iklim.” Benja menambahkan, “Kerja-kerja pemerintah yang mulai mendorong energi terbarukan diterapkan secara nasional membuktikan komitmen kuat pemerintah dalam mitigasi iklim”.