WWF: SERTIFIKASI SAWIT LESTARI SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI, DAYA SAING & KETAHANAN BISNIS JANGKA PANJANG
BALI (22/02)—Konferensi Internasional tentang Minyak Sawit dan Lingkungan (International Conference on Oil Palm and the Environment/ ICOPE) ke-3 berlangsung di Balipada 22-24 Februari2012. Dihadiri oleh pelaku usaha industri minyak sawit – mulai dari pengusaha perkebunan sawit, manufaktur, retailer - sampai lembaga riset, universitas, LSM, lembaga pemerintah dan pakar lingkungan dunia, konferensi ini bertujuan untuk menggali potensi dan solusi berbagai isu lingkungan agar produksi minyak sawit dapat sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
“Dialog multi pihak dalam konferensi ini merupakan momentum penting dalam konteks transformasi pasar minyak sawit menuju produksi yang berkelanjutan. Dinamika konsep dan implementasi terhadap komitmen kelestarian para pihak akan memperkaya dan mendorong aplikasi prinsip-prinsip pengelolaan sawit berkelanjutan dari keseluruhan mata rantai perdagangan sawit, kata Irwan Gunawan, Deputi Direktur Market Transformation WWF-Indonesia. Melalui momentum ini, lanjut Irwan, WWF berharap dapat mendorong percepatan komitmen produser kelapa sawit untuk mencapai tingkat pengelolaan yang memenuhi standar Round Table Sutainable Palm Oil (RSPO) dan mendorong pembeli memenuhi komitmen dukungan dan pemberian insentif terhadap minyak sawit bersertifikat RSPO.
“Pengelolaan sawit lestari adalah sebuah keniscayaan, oleh karena itu para pelaku bisnis perlu memandang sertifikasi sawit lestari sebagai instrumen investasi yang akan meningkatkan daya saing dan ketahanan bisnis jangka panjangnya,” jelas Irwan. Terkait hal itu, menurutnya, pasar perlu segera mempercepat realisasi komitmen pembelian produk minyak sawit lestari dan berkontribusi langsung terhadap upaya pemenuhan standar RSPO oleh negara produsen. Laporan penilaian (score card) yang dirilis WWF November 2011 lalu, mengumumkan 87 perusahaan sawit yang berkomitmen untuk menggunakan 100 persen minyak sawit bersertifikat RSPO pada 2015 atau bahkan lebih awal.
Direktur Konservasi WWF-Indonesia Nazir Foead menyampaikan pentingnya pembenahan kebijakan pemerintah agar lebih mendukung tercapainya pengelolaan kebun sawit yang berkelanjutan. “Sekarang saatnya pemerintah melakukan reinvestasi untuk meningkatkan daya saing industri sawit melalui peningkatan produktivitas, kemudahan permodalan bagi petani, infrastruktur yang lebih memadai dan juga insentif fiskal atau kemudahan perijinan terhadap produksi sawit yang berkelanjutan,” kata Nazir.
Pendapatan negara dari PPh badan, PPN dan bea ekspor sawit dan turunannya tahun 2011 memberikan kontribusi tidak kurang dari Rp 30 triliun.
Selain insentif finansial --berupa kemudahan kredit, asuransi, pemotongan bunga bank dan lainnya-- di setiap mata rantai suplai (supply chain), dukungan pemerintah berupa kebijakan pro-sustainability dan bantuan teknis seperti pelatihan, pendampingan, dan penyuluhan, juga merupakan kunci penting mendorong diterapkannya prinsip dan kriteria RSPO di tingkat produser - termasuk petani kelapa sawit berskala kecil. Petani kelapa sawit menjadi penting karena sekitar 45 % luasan perkebunan sawit di Indonesia dimiliki oleh petani. Jumlah dan luasan kepemilikan petani juga berpotensi semakin meningkat di masa depan.
Catatan untuk Editor
Informasi detil terkait International Conference on Oil Palm and the Environment (ICOPE) dapat diakses di http://www.icope-series.com/conferences_detail/3
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
- Irwan Gunawan, Deputi Direktur Transformasi Pasar, WWF-Indonesia igunawan@wwf.or.id
- Nazir Foead : Direktur Konservasi WWF-Indonesia, nfoead@wwf.or.id