WWF MENYAYANGKAN KELUARNYA GAPKI DARI RSPO
Jakarta (12/10)—WWF-Indonesia menyayangkan keluarnya GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) dari keanggotaan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mengingat hingga saat ini RSPO adalah skema sertifikasi kelapa sawit yang paling diakui oleh pasar dan memenuhi standar global kelestarian lingkungan. Sebelum mundur dari keanggotaannya di RSPO, GAPKI duduk sebagai Dewan Eksekutif di dalam RSPO mewakili produsen kelapa sawit, sehingga secara langsung GAPKI menyuarakan kepentingan pelaku usaha sawit Indonesia dalam keanggotaan RSPO.
“Keluarnya GAPKI dari RSPO bisa dibaca oleh pasar sebagai langkah yang kontra-produktif, yang pada akhirnya merugikan citra Indonesia,” kata Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.
RSPO merupakan satu-satunya wadah atau asosiasi non-profit yang menyatukan berbagai pihak dalam sektor industri sawit berkelanjutan, mulai dari produser kelapa sawit, pemroses, pedagang atau manufaktur, peritel, bank dan investor hingga LSM atau masyarakat madani. Saat ini keanggotaan RSPO di Indonesia mencakup 46 perusahaan produsen kelapa sawit, yang beberapa di antaranya memiliki kebun sawit bersertifikat sesuai standar pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang diterapkan RSPO.
“WWF mendorong agar pelaku usaha dan produsen yang telah menjadi anggota RSPO tetap menjadi anggota RSPO, dan kami memberikan apresiasi kepada mereka, juga kepada konsumen yang sudah berkomitmen mempromosikan kelapa sawit berkelanjutan di tingkat lokal dan pasar global. WWF juga mendukung berbagai upaya yang dilakukan para pemilik konsesi kebun sawit untuk sertifikasi kebun mereka, sebagaimana disyaratkan bagi semua produser dalam keanggotaan RSPO,” tambah Nazir. Menurutnya, dalam jangka panjang, WWF berharap mayoritas produser minyak sawit akan menjadi anggota RSPO dan bergerak menuju produksi minyak sawit yang tersertifikasi. Ini akan memberikan kontribusi bagi pembangunan pro-growth, pro-job dan pro-green.
Standar RSPO mencakup persyaratan pelindungan area bernilai konservasi tingg (High Conservation Value/HCV) yang menurut WWF merupakan indikator kunci diterapkannya prinsip keberlanjutan pada industri minyak sawit.
Dalam pernyataannya kepada media, GAPKI mengatakan bahwa keputusan untuk mundur dari RSPO dimaksudkan untuk mendukung Indonesian Palm Oil Standard (ISPO), sebuah skema pengembangan minyak sawit berkelanjutan yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia kepada pelaku usaha sawit.
“Fakta bahwa pemerintah Indonesia telah menetapkan ISPO sebagai mekanisme wajib bagi pelaku usaha untuk pembangunan perkebunan sawit berkelanjutan, menunjukkan bahwa pemerintah memiliki komitmen kuat terhadap industri sawit yang lestari. Diterapkannya ISPO sebagai aturan wajib dari pemerintah juga merupakan indikasi pengaruh positif yang dibawa RSPO sejak aktif berdirinya asosiasi non-profit dan sukarela tersebut pada 2004”, kata Irwan Gunawan, Manajer Program Transformasi Pasar WWF-Indonesia.
Menurutnya, sistem atau mekanisme yang diterapkan ISPO tidak berkompetisi atau bertentangan dengan RSPO, dimana standar yang diterapkan RSPO bekerja melampaui hal-hal yang diwajibkan secara legal (beyond legal compliance) dan dikembangkan atas dasar konsensus yang melibatkan berbagai pihak, termasuk GAPKI.
“WWF meminta agar pengembangan kelapa sawit hanya dilakukan pada lahan-lahan yang terlantar atau terdegradasi, dan bukan dengan mengorbankan hutan alam atau lahan gambut sehingga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati dan daya dukung kehidupan. Dengan mengakomodir aspek-aspek lingkungan dan sosial, termasuk pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat lokal dan penduduk asli, WWF meyakini bahwa pelaku usaha juga dapat melakukan peningkatan produktifitas untuk memenuhi target produksi,” tambah Irwan.
Sejumlah anggota RSPO, khususnya para produser kelapa sawit, menyatakan keluhan atas minimnya pasar bagi minyak sawit bersertikat RSPO di kalangan konsumen seperti pedagang, manufaktur dan retailer minyak sawit. WWF memahami keluhan tersebut dan mendorong pedagang, manufaktur dan retailer minyak sawit dapat mengambil langkah nyata untuk peningkatan pasar minyak sawit berkelanjutan. Hal ini juga yang mendorong WWF untuk mempublikasikan Kartu Skor Pembeli Minyak Sawit atau “The Palm Oil Buyers’ Scorecard” pada bulan November 2011 mendatang, dalam upaya melaporkan perkembangan dari sisi retailer dan manufaktur dan mendorong komitmen mereka terhadap minyak sawit yang berkelanjutan.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Irwan Gunawan, Manajer Transformasi Pasar, WWF-Indonesia , igunawan@wwf.or.id.