WWF-INDONESIA DORONG PENGEMBALIAN FUNGSI DAERAH ALIRAN SUNGAI
Oleh: Ary Pamungkas
Bertempat di Desa Glonggong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Ciliwung Institute bersama Komunitas Ciliwung dan WWF-Indonesia pada Minggu lalu (11/11) mengadakan aksi melestarikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Aksi ini dilakukan dalam rangka perayaan Hari Ciliwung sekaligus merupakan upaya memperkenalkan arti penting sungai Ciliwung bagi masyarakat.
DAS seperti Sungai Ciliwung hingga saat ini sering hanya dipandang sebagai sumber dan tempat mengalirnya air dari hulu ke hilir, hingga pantai atau pesisir. Padahal dalam arti luas, DAS Ciliwung merupakan suatu sistem ekologi yang sangat kompleks; di dalamnya banyak mengandung berbagai sumber daya alam (SDA), baik terbarukan maupun tidak terbarukan. Sungai sepanjang 120 kilometer yang mengalir dari Gunung Gede hingga bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa ini juga menjadi tempat pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat di Jakarta, Depok, dan Bogor.
Namun, dalam 3 (tiga) dekade terakhir, DAS Ciliwung Hulu banyak beralih fungsi; dari sebagai hutan alami dan lahan garapan petani lokal, menjadi daerah komersial. Akibatnya, kini DAS Ciliwung masuk dalam salah satu DAS dengan kategori kritis di Indonesia.
Tak ayal, SDA hayati di Ciliwung kian susut seiring rusaknya ekosistem mereka. Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, 92% ikan di Sungai Ciliwung telah punah dan sekitar 60 persen moluska dan crustacea juga menghilang.
Persoalan baru yang kini juga tengah dihadapi oleh DAS Ciliwung adalah pembangunan perumahan yang memakai wilayah DAS Ciliwung. Padahal, undang-undang telah jelas mengatur bahwa DAS diperuntukkan bagi wilayah vegetasi dan konservasi.
Untuk itulah perayaan Hari Ciliwung tahun ini diisi dengan kegiatan edukasi bagi warga yang tinggal di pinggiran DAS Ciliwung. Mereka tak hanya belajar dan memahami betapa pentingnya konservasi sungai, namun juga berkesempatan berbagi gagasan mengenai cara pelestarian DAS Ciliwung dengan warga lainnya.
“Bangkitnya kesadaran konservasi ini penting, sebab kondisi Ciliwung memprihatinkan. Saat ini Ciliwung bisa dikatakan tak mampu mengakomodasi kebutuhan warga yang dilintasinya,” ujar Fadel Ahmad, salah satu penggiat di Ciliwung Institute. “Untuk itu, dengan perayaan ini kita ingin mengembalikan kesadaran masyarakat tentang arti penting Sungai Ciliwung bagi kehidupan mereka. Bukan sekadar sebagai aliran sungai saja,” imbuhnya.
Perayaan Hari Ciliwung dimeriahkan pula dengan lomba mewarnai, pameran poster, dan diskusi tentang pengelolalan DAS dari hulu hingga ke hilir yang dapat dilakukan oleh semua pihak sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing. WWF-Indonesia menghadirkan Tri Agung Rooswiadji, National Coordinator for Freshwater Program WWF-Indonesia, dan Dudi Rufendi, NEWtrees Coordinator WWF-Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, Tri Agung Rooswiadji memperkenalkan skema Payment for Environmental Services (PES air) di wilayah Hutan Lindung Rinjani, Lombok, NTB. Skema PES yang melibatkan PDAM Kotamadya Mataram dan individu-individu pengguna air di Mataram sebagai pembeli, merupakan model pendanaan berkelanjutan yang memberikan insentif bagi masyarakat hulu untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan yang baik di ekosistem Gunung Rinjani. Berdasarkan peraturan peraturan daerah No. 4/2007, 75% biaya yang dibebankan pada masyarakat yang menggunakan jasa air dari PDAM Lombok dialokasikan kepada masyarakat di kawasan Gunung Rinjani sebagai mekanisme ""penggantian"" untuk membantu melestarikan hutan dimana ketersediaan air sangat mempengaruhi sistem kehidupan yang ada di pulau kecil itu.
Di kesempatan lain, Dudi Rufendi menjelaskan program restorasi hutan, yakni memberikan wacana baru bagi masyarakat guna membantu proses reforestasi untuk melindungi taman nasional dan mengawasi pertumbuhan pohon-pohon melalui Geotags (pelabelan pohon dengan garis lintang dan garis bujur/koordinat lokasi yang tepat). Setiap pembeli NEWtrees nantinya akan dapat memantau pertumbuhan pohon mereka menggunakan fasilitas Google Earth, dimana pohon yang mereka tanam dinamai sesuai dengan nama mereka masing-masing. Foto yang menginformasikan perkembangan pohon yang ditanam akan terus diperbaharui setiap 6 bulan sekali oleh WWF-Indonesia.
Seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berharap agar pesan konservasi yang disampaikan dapat melekat di hati para peserta dan siap memberi informasi serta mengajak publik untuk ikut berkontribusi melestarikan alam Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan bergabung menjadi suporter WWF-Indonesia.