TANGGAPAN WWF-INDONESIA TERHADAP LAPORAN GLOBAL WITNESS
WWF-Indonesia, program Global Forest and Trade Network (GFTN), secara tegas membantah temuan dan kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Global Witness (GW), khususnya dalam konteks bahwa WWF melakukan kegiatan greenwashing perusahaan-perusahaan pengelola hutan alam di sekitar atau didalam kawasan Heart of Borneo (HoB) di Pulau Borneo baik dalam wilayah Kalimantan, Indonesia atau pun Malaysia.
Banyak pernyataan dalam laporan tersebut yang sangat keliru, juga adanya kritik berdasarkan pemahaman yang tidak lengkap dari proses dan prosedur keanggotaan GFTN. Sebagai contoh klaim yang dibuat mengenai perusahaan Malaysia Ta Ann yang tidak akurat dan menyesatkan.
Upaya mengkait-kaitkan kegiatan kehutanan perusahaan tersebut, yang mulai beroperasi pada tahun 1999, dengan Deklarasi HoB yang ditandatangani oleh pemerintah Brunei, Indonesia dan Malaysia pada tahun 2007, menunjukkan kurangnya pemahaman mengenai kegiatan-kegiatan HoB di lapangan. Kurangnya pemahaman ini juga yang kemudian menimbulkan tanda tanya tentang akurasi pernyataan-pernyataan lain yang dibuat GW dalam laporannya.
Berbeda dengan apa yang disebut dalam laporan itu, kenyataannya Ta Ann tidak pernah menjadi anggota sektor kehutanan GFTN.
Kerjasama GFTN dengan perusahaan Ta Ann terbatas di keanggotaan sektor industri dan secara langsung terkait dengan dua pabriknya, dimana konsesinya menunjukkan kemajuan nyata dalam isu lacak balak dan penilaian kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF). Kemajuan ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya pendampingan dari GFTN dan kemauan perusahaan untuk terlibat aktif dalam proses tersebut.
Tuduhan lainnya adalah bahwa GFTN membolehkan anggotanya melakukan pelanggaran hukum, sebuah klaim yang tidak berdasar. Tuduhan bahwa GFTN mendorong terjadinya pembalakan liar di kawasan Heart of Borneo dalam laporan tersebut bukan hanya salah, tetapi sekali lagi mencerminkan buruknya pemahaman peneliti akan isu yang diangkatnya.
22 Juta hektar kawasan yang dideklarasikan oleh tiga negara (Indonesia, Malaysia & Brunai) sebagai Heart of Borneo bukan merupakan sebuah kawasan lindung. Tetapi merupakan mosaik kawasan-kawasan konservasi, wilayah hutan dan koridor satwa liar, dan yang paling signifikan, daerah yang telah ditentukan sebagai wilayah pembangunan berkelanjutan - yang dapat mencakup aktivitas produksi kayu, penambangan dan produksi kelapa sawit.
Memang, sebagaimana dipublikasikan secara luas di situs HoB WWF dan publikasi-publikasi lainnya - saat ini 40% dari wilayah HoB berada di dalam beberapa konsesi industri. Merupakan tantangan untuk tiga Negara yang menandatangani Deklarasi Heart of Borneo, organisasi seperti WWF dan mitra-mitra lainnya untuk mendorong dan menciptakan pembangunan berkelanjutan di wilayah-wilayah konsesi tersebut.
Isu transparansi
Sebagai tanggapan terhadap tuduhan bahwa proses-proses GFTN dianggap tidak transparan, atau sulit untuk diverifikasi oleh pihak ketiga. Klaim-klaim tersebut agak menyimpang dari kebenaran yang ada.
Sejak dilakukannya kajian independen oleh pihak ketiga pada tahun 2007, GFTN telah berupaya keras menjawab isu-isu transparansi. Program ini memasukkan daftar anggota di situsnya (www.gftn.panda.org/about_gftn/current_participants/) dan telah merilis Dokumen Informasi Publik yang berisi ringkasan informasi anggota-anggotanya.
Menyeimbangkan kebutuhan anggotanya atas kerahasiaan data-data mereka dengan keinginan untuk melakukan transparansi dalam semua kegiatan --yang melibatkan sekitar 300 perusahaan dan 25 kantor WWF di seluruh dunia -- merupakan sebuah tanggung jawab besar yang tidak dihindari oleh GFTN.
Kesaksian yang mengecewakan
Secara singkat, WWF kecewa terhadap kesalahan informasi dalam kasus yang diangkat oleh GW. Kecewa terhadap keputusannya untuk mengambil contoh kasus secara acak, yang jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, tidak mengakui prestasi-prestasi besar yang diraih GFTN selama 20 tahun terakhir operasinya.
GFTN telah berperan dalam penciptaan pasar untuk produk-produk hutan yang bersertifikat. Sejak awal, GFTN telah menjadi sebuah mekanisme yang efektif untuk memperkenalkan dan mempromosikan sertifikasi hutan, khususnya sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) yang sukses memperoleh pengakuan di dunia. Semua anggota GFTN diwajibkan untuk menetapkan dan memenuhi target legalitas serta sertifikasi yang kredibel, dan hari ini lebih dari 50 persen bahan baku bersertifikat FSC yang ada di pasar global berasal dari perusahaan-perusahaan anggota GFTN.
Pendekatan praktis GFTN telah memungkinkan industri kehutanan untuk menjadi bagian dari solusi terhadap permasalahan deforestasi dan degradasi hutan. GFTN akan terus bekerja dengan perusahaan-perusahaan di sektor kehutanan untuk mencapai sertifikasi dan untuk meningkatkan pengelolaan hutan yang lestari di Indonesia. Secara khusus di wilayah-wilayah seperti Heart of Borneo, WWF akan terus bekerja sama dengan pemerintah, sektor swasta dan masyarakat lokal untuk mengembangkan ekonomi yang ramah lingkungan, berdasarkan keseimbangan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan dan usaha-usaha konservasi alam.
Untuk informasi yang lebih detil tentang kegiatan-kegiatan GFTN Indonesia dapat diakses di GFTN Indonesia website