SCIENCE FILM FESTIVAL 2011 DISAMBUT ANTUSIAS DI SEJUMLAH KOTA DI INDONESIA
Oleh Annisa Ruzuar & Dyah Ekarini
Science Film Festival telah diadakan di dua belas kota di Indonesia. Tak kurang dari 27.000 pengunjung menghadiri festival regional yang kali ini mengambil tema hutan. Tema ini sengaja dipilih karena 2011 dicanangkan PBB sebagai Tahun Hutan Internasional. “WWF melihat momentum ini sebagai kesempatan baik, bukan hanya untuk meningkatkan kepedulian kaum muda terhadap pelestarian alam dan hutan, tetapi juga untuk memotivasi mereka menjadi motor perubahan untuk lingkungan sekelilingnya, mulai dari diri mereka sendiri,"" jelas Devy Suradji, Direktur Marketing WWF-Indonesia dalam acara konferensi pers di Goethe Haus, Jakarta (10/11). WWF-Indonesia sendiri menjadi co-host di tiga kota: Pontianak, Yogyakarta, dan Jayapura.
Festival dibuka di Jakarta 16 November yang lalu dan Pontianak menjadi kota kedua lokasi pemutaran Science Film Festival 2011. Tak kurang dari 1100 anak-anak dari 24 sekolah di Pontianak menghadiri pemutaran film yang berlangsung dari tanggal 17-19 November 2011. Dalam pembukaan acara, Ismu Wijaya yang mewakili kantor program Kalimantan Barat mengajak para murid belajar dari alam sekitarnya, “Kita beruntung dianugrahi alam yang kaya dan bisa belajar banyak dari lingkungan sekitar. Sudah begitu banyak yang alam berikan pada kita, saatnya kita bertanya apa yang bisa kita kontribusikan kembali pada alam?” Jawaban beragam diberikan oleh murid-murid, ada yang menjawab akan menanam pohon di pekarangannya dan yang lain berjanji akan menjaga kebersihan sungai di daerah sekitarnya.
Perwakilan dari Departemen Kebudayaan Kedutaan Jerman, Matthias Glascke, menjadi tamu di hari kedua SFF Pontianak. “Saya sangat senang melihat antusiasme anak-anak dalam menjawab pertanyaan dan berpartisipasi dalam praktik ilmiah”, ungkapnya setelah mengikuti sesi pertama pemutaran film. Acara yang diadakan bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak ini juga dibarengi dengan pameran foto Panda Click! bertemakan lingkungan dan kebudayaan Kalimantan Barat.
Science Film Festival Yogyakarta diadakan di CCF (Lembaga Indonesia Prancis – LIP) Yogyakarta pada tanggal 29 dan 30 November 2011. Ada sekitar 200 pengunjung festival yang sebagian besar merupakan siswa-siswi dari sekolah dasar terkemuka di Yogyakarta seperti: SD Tumbuh 1 & 2, SDK Dioscece, Yogyakarta International School dan anak-anak dari homeschooling.
Untuk Science Film Festival di Yogyakarta ini, WWF berpartisipasi dengan memasang booth dengan berbagai kegiatan/games dan pameran foto Wonder Eyes Project. Untuk persiapan dan pelaksanaan, WWF-Indonesia mengajak dua Youth Tiger Ambassador dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai sukarelawan. Lokasi booth WWF dan pameran foto terletak di gallerie kecil tepat di samping ruang screening film yang pasti dilalui pengunjung saat keluar dari ruangan screening. Terdapat 20 buah foto Wonder Eyes Project yang dipamerkan dan 3 macam permainan yang bisa dimainkan oleh para pengunjung.
Saat pengunjung memenangkan permainan-permainan tersebut, mereka akan mendapatkan berbagai merchandise. Grand prize yang berupa tumbler WWF, mengharuskan pengunjung mau melakukan kegiatan ekstra. Zahfra dari SD Tumbuh Yogyakarta, misalnya, menyanyikan lagu Eidelweiss untuk mendapatkan tumbler WWF. Ada juga Alek, dari Yogyakarta International School, yang menjadi volunteer WWF dadakan yang bertugas memastikan semua teman-temannya sudah menuliskan data diri untuk menerima informasi dari WWF.
Bersamaan dengan kegiatan di Yogjakarta, SFF Jayapura dilaksanakan dari 28-30 November 2011. Direktur Program Papua WWF-Indonesia, Drs. Benja Mambai, Msi memberikan sambutan pada pembukaan kegiatan, “Film menjadi salah satu media penyampai pesan konservasi yang mudah dipahami oleh setiap kalangan. Semoga nantinya adik-adik bisa memperoleh manfaat yang positif dari kegiatan Science Film Festival ini”.
Nicholas Saputra ikut ambil bagian di kota terakhir SFF 2011 ini. “Terus terang saya iri pada anak-anak di Papua karena kalian memiliki alam yang begitu indah. Waktu kecil saya sering melihat film tentang lingkungan hidup bersama kakek saya dan membuat saya selalu ingin tahu lebih banyak mengenai alam dan keragaman hayati yang ada di dalamnya,” katanya pada acara pembukaan. Para siswa juga tidak kalah antusias menyaksikan film yang diputar. Pertanyaan-pertanyaan mengenai film yang dilontarkan Nico dan volunteer dari Goethe Institute bisa dijawab dengan lancar. Sesi praktikum pun diikuti dengan penuh keingintahuan.
Dalam tiga hari acara sekitar 1.600 siswa dari 20 sekolah di Jayapura menghadiri pemutaran film. Alex, seorang siswa yang hadir dihari ketiga SFF, mengatakan cukup banyak pelajaran yang bisa dia ambil dari film yang diputar dan “Lea on the Trail of Gorillas” menjadi film favoritnya. Di akhir acara, setiap sekolah memperoleh alat praktik ilmiah dari Goethe Institute dan bibit Pohon dari WWF-Indonesia untuk ditanam di pekarangan sekolah masing-masing.