SASI SEBAGAI TRADISI PELESTARI
Oleh: Rizal (Community Right Based Management Officer) dan Sy. Y. Hadinata (Marine Species Assistant)
Sasi, kearifan lokal yang dijadikan prinsip hidup bermasyarakat di Kepulauan Maluku sangat menjunjung tinggi perlindungan alam warisan leluhur. Sebagai aktivitas yang mengelola sumber daya alam secara lestari, sasi juga memiliki nilai luhur untuk mempererat persaudaraan antar Ohoi/Desa agar saling peduli pada lingkungan sekitar. Ohoi Werka, merupakan salah satu bagian di wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tenggara yang hingga saat ini terus menjaga sasi agar sumber daya laut tidak tereksploitasi.
Secara garis besar, terdapat dua sasi yang dilakukan oleh masyarakat Ohoi Werka dalam perlindungan kawasannya, yaitu sasi laut untuk semua biota laut yang dilakukan selama satu tahun dan sasi ikan tembang (Sardinella) yang hanya dilakukan selama tiga bulan. Dalam proses pengawasannya masyarakat dipercaya untuk mengawasi aktivitas di perairan Werka. Jika ada yang mengambil ikan di kawasan tersebut mereka akan dikenakan denda dan yang menangkap pelaku akan mendapatkan upah sebesar setengah dari jumlah denda sedangkan sisanya diserahkan pada kas ohoi.
Bertepatan dengan moment Festival Pesona Meti Kei 2017, WWF-Indonesia Inner Banda Arc Subseascape diberi kehormatan untuk menghadiri undangan pembukaan sasi laut di Ohoi Werka. Sasi seluas 8 ha ini merupakan yang pertama setelah kurang lebih 20 tahun lamanya tidak dilakukan. Maka dari itu, untuk terus melestarikan sumber daya laut di perairan Werka, Raja berkomitmen untuk terus melakukan sasi laut setiap tahunnya.
Sasi laut tahun ini dibuka untuk panen secara bersama sebagai bentuk seremoni selama satu hari, walaupun dalam satu minggu setelahnya masyarakat masih diperbolehkan melakukan aktifitas pengangkapan. Menurut salah seorang masyarakat di sana, bukan hanya warga Ohoi Werka saja yang boleh menikmati panennya, tetapi warga di ohoi lain pun diperbolehkan.
Membuka Sasi, Nikmati Panennya
Dengan menempuh perjalanan selama satu jam dari Pelabuhan Watdek, rombongan bersama Raja Waraka dari Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram, yang masih kerabat dekat dengan Raja Loorlobay Werka tiba di Ohoi Werka. Setibanya di Dermaga Ohoi Werka Bapak Hendri Renut, Raja Loorlobay Werka, beserta para Saniri atau Perangkat Adat menyambut ramah kedatangan kami. Pecikan air kelapa mengiringi sambutan untuk mengusir roh jahat mengawali sambutan. Kemudian pemasangan gelang adat sebagai bukti persahabatan dan persaudaraan.
Dari Dermaga menuju Rumah Adat “Rahan Loorlim Tauuukilmas” Raja Loorlobay Werka Tari Panah mengawal langkah kami, setibanya di depan rumah Adat Tari Kipas atau tari selamat datang tampil dengan maksud memberikan kesejukan kepada para tamu. Untuk masuk ke rumah adat bagi yang pertama kali datang haruslah melangkahi lela atau meriam peninggaan kolonial agar tidak diganggu oleh roh leluhur dan secara adat para tamu resmi diterima.
Setelah mencicipi suguhan makanan ringan tradisional yang telah tersedia di atas meja, prosesi buka sasi pun dimulai. Dipimpin oleh Raja Loorlobay, masyarakat berkumpul bersama untuk memanen hasil laut yang sudah hampir setahun sejak Januari 2017 lalu tidak dimanfaatkan. Semua jenis ikan seperti ikan pelagis, ikan karang dan lainnya diambil sesuai ukuran yang layak untuk dimanfaatkan baik untuk dikonsumsi ataupun diperdagangkan.
Ohoi sekitar Werka pun turut diundang untuk menikmati hasil panen agar tetap terjaga hubungan harmonis antar warga. Hasil panen yang didapat kemudian dinikmati dengan cara dibakar untuk dimakan bersama.
Karena bagi mereka, konservasi bukanlah hal baru bagi masyarakat Kepulauan Maluku khususnya Ohoi Werka, karena sejak zaman nenek moyang mereka sudah diajarkan untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak agar dapat terus terjaga hingga masa mendatang.