REFLEKSI HARI PARIWISATA DUNIA (2): KENALI, KUNJUNGI, AWASI – KUNCI PARIWISATA LESTARI
Oleh: Indarwati Aminuddin (National Coordinator for Responsible Marine Tourism, WWF-Indonesia)
Kawasan lindung Indonesia, berdasarkan peraturan Presiden No. 32 Tahun 1990, adalah sebuah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, dan nilai serta budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Secara garis besar, kawasan dengan magnet luar biasa mengalami nasib berbeda-beda dalam konteks perlindungan. Pertama, ada kawasan yang telah terlindungi oleh peraturan, namun tetap tereksploitasi sangat intens.
Kedua, ada pula kawasan yang dinyatakan untuk dilindungi karena situs tertentu di dalamnya. Sehingga, sejumlah praktisi dan pemerhati perlu untuk melakukan intervensi melindunginya. Ketiga, sebagian kawasan dinyatakan harus dilindungi untuk menyelamatkan wilayah ini sesegera mungkin dari tekanan yang lebih besar dari industri tertentu.
Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Wakatobi, dan Taman Nasional Bunaken; adalah ikon-ikon pariwisata bahari yang berada di antara tekanan ini. Dilindungi, dicintai, namun pada beberapa masa cenderung diabaikan karena tekanan pariwisata di zona-zona tertentu.
Taman Nasional Komodo menjadi contoh nyata kawasan yang memiliki kekuatan hukum, namun tereksploitasi secara intens. Hal ini dapat berakibat pada penurunan nilai ekologi dan keanekaragaman hayati. Dampaknya tak hanya pada bisnis pariwisata yang melemah, tetapi juga pada nelayan yang harus melaut lebih jauh untuk menangkap ikan.
“Sumber daya alam kita sangat rentan dengan berbagai tekanan,” kata Ranny R Yuneni, Sharks and Rays Officer, WWF-Indonesia.
“Sebagai contoh, bila Manggarai Barat terus kehilangan anakan hiu jenis black tip dan white tip belum dewasa (ukuran antara 48-50 cm) dalam jumlah masif, tak hanya berarti terganggunya mata rantai ekosistem, tapi juga turunnya nilai ekonomi kepariwisataan. Padahal, hiu telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para penyelam di sini,” jelasnya.
Demikian halnya dengan kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Bali, yang memiliki keragaman setidaknya 296 jenis karang dan 576 jenis ikan. Wisatawan datang secara bergelombang untuk menikmati keindahan alam dan bawah laut Nusa Penida.
Disayangkan, pemantauan oleh Coral Triangle Center pada Juli 2017 menemukan kerusakan parah terumbu karang akibat aktivitas wisata. Mulai dari bekas jangkar menghancurkan karang, jejak injakan, hingga hamparan patahan karang di bekas area ponton dan arena lokasi berjalan di bawah air.
Situasi ini telah terjadi di tahun-tahun yang lampau. Sejak tahun 1960-an, akses pariwisata yang membelah gunung, memotong jalur laut, menerobos lokasi terpencil, menunjukkan satu fakta penting. Bahwa, dominasi ekonomi dan konsumen telah memberikan dampak kerusakan panjang pada sumber daya sekitar.
Semua pihak kemudian dihantarkan untuk mendamaikan pembangunan ekonomi dengan keamanan ekologis. Pertahankan, atau kehilangan segalanya?
Jawabannya, jelas pertahankan. WWF-Indonesia tidak bosan mengajak Anda untuk kenali, kunjungi, dan awasi kawasan konservasi bahari di Indonesia menggunakan aplikasi Marine Buddies. Dengan mengunduh Marine Buddies di Playstore/iOS, Anda dapat berkontribusi langsung dengan menilai kondisi kawasan, mengawasi pengelolaan kawasan konservasi bahari, dan melaporkan aktivitas bahari yang tidak bertanggung jawab.