PROTOKOL PEMANTAUAN KAWASAN KONSERVASI LAUT
Oleh Anton Wijonarno
Efektifitas pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KKL) dapat diukur melalui kegiatan pemantauan (monitoring). Kegiatan pemantauan sumberdaya alam termasuk kegiatan koleksi dan analisis terhadap hasil pengamatan atau pengukuran yang diambil secara berulang-ulang untuk mengevaluasi perubahan kondisi dan kemajuan ke arah pencapaian tujuan (Elzinga et al., 1998:1). Untuk menjamin bahwa perubahan-perubahan yang dideteksi oleh kegiatan pemantauan benar-benar terjadi di alam dan bukan karena akibat pengukuran yang diambil oleh orang-orang yang berbeda dengan cara yang sedikit berbeda, maka dibuatlah protokol pemantauan dan diimplementasikan pada tingkat lapangan serta menjadi bagian dari program pemantauan jangka panjang (Oakley, Thomas & Fancy 2003).
Protokol pemantauan merupakan (1) komponen kunci yang menjamin kualitas program pemantauan untuk memastikan bahwa data memenuhi standar kualitas dengan selang kepercayaan tertentu, (2) sebuah kebutuhan bagi program yang transparan sehingga data bisa dikaji ulang oleh pihak eksternal, (3) kebutuhan untuk mendeteksi perubahan secara temporal maupun perubahan personil yang melakukan pemantauan, dan (4) sebuah kebutuhan untuk bisa membandingkan data dari berbagai tempat maupun diambil oleh berbagai institusi yang berbeda.
Protokol pemantauan harus menjelaskan seluruh detail yang dilakukan dalam program kegiatan pemantauan. Pada intinya, protokol harus memberikan informasi yang lengkap kepada teknisi lapang yang trampil untuk melaksanakan program pemantauan tanpa penjelasan lebih lanjut, dan protokol pemantauan harus berfungsi sebagai petunjuk acuan selama kegiatan dilakuakn di lapangan. Protokol biasanya secara teratur direvisi dan oleh karena itu protokol harus bertanggal atau nomer versi untuk melacak revisi. Protokol harus mencakup spesimen formulir-formulir di lapangan.
Tujuan pemantauan
Secara keseluruhan tujuan dari program pemantauan adalah untuk mengukur efektifitas pengelolaan KKL. Secara spesifik tujuan pemantauan adalah untuk: (1) mengukur kinerja pengelolaan KKL, (2) memberikan informasi bagi pengelolaan yang adaptif dan (3) menunjukkan kehadiran pengelola.
Memberikan informasi tentang pengelolaan: Pengleolaan suatu kawasan konservasi laut hanya efektif bila didasarkan pada pengetahuan yang tepat bagaimana manusia mempengaruhi sumberdaya di dalam KKL. Pengukuran ancaman, rancangan strategi dan pengukuran untuk menurunkan ancaman-ancaman, memerlukan informasi yang terkini tentang: siapa yang melakukan apa, dimana dan kapan didalam kawasan perlindungan – informasi ini hanya akan dapat diperoleh melalui pemantauan secara berkala. Misalnya, pemantauan pemanfaatan sumberdaya dapat menunjukkan tipe atau jenis perikanan yang baru diperkenalkan pada kawasan perlindungan, yang memerlukan reaksi pengelolaan untuk menghindari berkurangnya stok ikan.
Mengukur kinerja: Para donor dan pembayar pajak akhir-akhir ini lebih sering meminta otoritas pengelola KKL untuk menunjukkan bahwa dana pengelolaan digunakan secara efektif. Dengan kata lain, penjelasan tentang bagaimana dana digunakan untuk pengelolaan kawasan perlindungan, secara akunting saja, tidak cukup. Pada saat ini, pihak berwenang atau pengelola kawasan juga harus menunjukkan bahwa perubahan perilaku yang diinginkan diantara pengguna sumberdaya juga tercapai. Misalnya, apabila pengelola kawasan perlindungan bermaksud untuk mengurangi penangkapan ikan dengan bom, maka pengelola seharusnya tidak hanya menunjukkan bahwa penegakan hukum telah dilaksanakan seperti yang direncanakan, akan tetapi juga harus mendemonstrasikan bahwa insiden bom ikan telah berkurang. Pemantauan pemanfaatan sumberdaya dapat membantu menunjukkan efek atau pengaruh pengelolaan. Sebuah contoh yang cukup baik adalah berkurangnya pengeboman ikan setelah dilaksanakannya program patroli pengamanan rutin.
Kehadiran pengelolaan: Kegiatan pemantauan secara tidak langsung menunjukkan keberadaan petugas pengelola KKL di lapangan. Nelayan mengetahui bahwa tidak boleh menangkap ikan di wilayah-larang ambil. Namun jika ada kesempatan, setiap nelayan cenderung untuk melanggar aturan ini karena kelimpahan populasi ikan di dalam wilayah larang-ambil umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah sekitarnya. Kegiatan pemantauan sekaligus menunjukkan kehadiran petugas pengelola di lapangan. Hal ini membantu untuk mencegah kegiatan melanggar hukum oleh nelayan, seperti pengeboman ikan ataupun pengambilan ikan di wilayah larang-ambil.
Kontak: Anton Wijonarno, Marine Program Development & Monitoring Coordinator (AWijonarno@wwf.or.id)