PERNYATAAN GLOBAL WWF: MEMBOIKOT MINYAK SAWIT TIDAK MENYELESAIKAN MASALAH
Keputusan Iceland Foods Ltd, peritel makanan dari Inggris, untuk menghentikan penjualan produk-produk yang mengandung minyak sawit mulai akhir 2018, dinilai tidak tepat oleh WWF.
Boikot minyak sawit tidak akan melindungi atau memperbaiki kerusakan hutan hujan tropis, sedangkan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan pada sektor bisnis justru akan menjadi solusi jangka panjang yang nyata.
Tanpa kejelasan mengenai alternatif minyak nabati yang menjadi pilihan Iceland Foods Ltd., serta bukti-bukti bahwa tindakannya memboikot satu jenis minyak nabati akan mengurangi ancaman terhadap keragaman hayati dan hutan hujan tropis, WWF tidak dapat mendukung tindakan peritel untuk menghilangkan produk minyak sawit dari produk mereka.
WWF menghimbau peritel untuk secara serius mengkaji dampak ekologis penggunaan minyak sawit. Menghilangkan minyak sawit dari rantai produksi tidak akan melindungi atau pun memperbaiki kerusakan hutan tropis, namun aksi bersama untuk industri sawit berkelanjutan akan membuat perubahan.
Pernyataan ini dilansir di website www.panda.org sejak Kamis, 19 April 2018. WWF mengacu pada laporan analisis WWF-Jerman (September 2016) yang mengatakan substitusi minyak sawit dengan minyak nabati lain akan memperburuk masalah. Minyak sawit – bila dihasilkan dari proses produksi dengan standar tertinggi – memiliki tingkat produktivitas tertinggi dibandingkan minyak nabati lain (kedelai, rapeseed dan bunga matahari), yang justru menyebabkan konversi lahan lebih luas lagi dan berpotensi mengganggu habitat satwa, keanekaragaman hayati dan lingkungan.
Aditya Bayunanda, Direktur Kebijakan, Keberlanjutan dan Transformasi WWF-Indonesia, mengatakan, “Indonesia perlu menyikapi isu boikot terhadap penggunaan minyak sawit seperti ini, dengan secara serius menangani permasalahan deforestasi yang sudah menjadi perhatian konsumen dunia. Tesso Nilo adalah contoh belum hadirnya Pemerintah Indonesia secara nyata menindak pelaku deforestasi dan ekspansi sawit ilegal.”
Taman Nasional Tesso Nilo di Riau, Sumatera, menjadi titik nadir deforestasi yang disebabkan oleh ekspansi perkebunan sawit. Namun sejauh ini tidak ada tindakan penegakan hukum terhadap perusahaan pelaku deforestasi maupun sektor finansial pendukungnya. Deforestasi, baik legal maupun ilegal, telah menghabiskan hutan alam Indonesia, berakibat masyarakat adat terpinggirkan dan tercabut haknya, dan kawasan lindung dirambah. Pemicu deforestasi tertinggi di Indonesia hingga saat ini masih dari industri minyak sawit.
Pemerintah seharusnya memanfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki pengelolaan hutan dan lahan dengan menerapkan aturan ketat terhadap sektor perkebunan sawit. Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) terus diperkuat, dengan memasukkan kedalamnya unsur keterlacakan dan didorongkan penerapannya oleh seluruh kebun dan pengolahan sawit. Selain memperbaiki citra Indonesia di mata dunia, juga mendukung pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca.
Produsen skala besar yang mampu menerapkan standar tertinggi untuk keberlanjutan, perlu didorong untuk mengadopsi praktek terbaik yang tersedia. WWF mengajak kalangan bisnis dan LSM untuk mendukung perbaikan Prinsip dan Kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), agar efektif menghentikan deforestasi, konversi lahan gambut, marginalisasi masyarakat adat dan masalah ketenagakerjaan di sepanjang rantai produksinya, agar setara standar yang diterapkan dalam Palm Oil Innovation Group (POIG).
WWF menilai perang dagang tidak akan menyelesaikan masalah. Kelapa sawit sebagai sumber minyak nabati masih merupakan alternatif yang baik dan efisien bila dikembangkan mengikuti standar pengelolaan terbaik.
-0-
Informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
- Putra Agung, Sustainable Palm Oil Program Manager WWF-Indonesia
HP: 0811 1191 881 | Email: pagung@wwf.id
- Rico Pratama Putra, Sustainable Palm Oil Technical Officer WWF-Indonesia
HP: 0852 49777 4470 | Email: rputra@wwf.id
Tautan WWF Global Statement dapat dilihat di http://d2ouvy59p0dg6k.cloudfront.net/downloads/final_wwf_position_on_iceland_po_boycott.pdf