PERLUNYA PERBAIKAN PENGELOLAAN LOBSTER DI WAKATOBI
Sebagai salah satu upaya dalam mendukung perbaikan praktik perikanan di Indonesia, WWF-Indonesia bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Wakatobi melakukan survei terkait penilaian awal produk sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) bagi komoditas lobster, pada 25-26 Mei 2015. Survei yang berlangsung di Desa Mola Selatan di Pulau Wangi-wangi dan Desa Samabahari di Pulau Kadelupa ini dilakukan secara face-to-face dengan kepala desa dan para nelayan.
Selama survei berlangsung, ditemukan bahwa tidak hanya kondisi ekologi perairan, praktik penangkapan lobster di perairan Wakatobi sangat berbeda dengan yang dilakukan di perairan Jawa. Para nelayan Wakatobi menangkap lobster dengan cara ramah lingkungan, yaitu hanya dengan mengandalkan kemampuan menyelam dan menggunakan alat bantu seperti jerat, senter, ‘ceddo’ atau serokan, dan kacamata renang kayu khas Suku Bajo. Selain tidak menghasilkan sampah (waste) di laut, praktik penangkapan menggunakan metode seperti ini dinilai sangat selektif karena tidak menyebabkan adanya tangkapan sampingan (bycatch) layaknya perangkap atau bubu yang banyak ditemukan di perairan Jawa.
Jenis lobster yang paling sering ditangkap di perairan Wakatobi adalah lobster batik (Panulirus longipes) dan lobster bambu (Panulirus versicolor). Namun, terkadang para nelayan juga menangkap lobster pasir hijau (Panulirus homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus). Menurut para nelayan yang ditemui oleh tim survei, dari keempat jenis lobster tersebut, lobster batik paling mudah ditangkap karena tidak banyak bergerak saat hendak ditangkap. Berbeda dengan lobster bambu dan lobster mutiara yang terhitung sangat aktif bergerak.
Walaupun sudah ditangkap dengan cara yang ramah lingkungan, para nelayan lobster Wakatobi banyak yang mengeluhkan menurunnya hasil tangkapan mereka selama beberapa tahun lalu terakhir, baik jumlah maupun ukuran. Hal ini disebabkan oleh masuknya nelayan-nelayan pendatang dari luar wilayah yang turut menangkap lobster di perairan Wakatobi dengan cara tidak ramah lingkungan, yaitu menggunakan kompresor dan bom.
Melihat kondisi tersebut, tim survei berpendapat bahwa pengelolaan lobster di Wakatobi masih cukup lemah, terutama untuk data, peraturan dan implementasi. Sebagai rekomendasi awal, tim survei memberikan pelatihan penerapan Better Management Practices (BMP) bagi nelayan lobster di Wakatobi, yang mana diharapkan dapat mempengaruhi perbaikan pengelolaan lobster Wakatobi secara keseluruhan. Hasil survei dan rekomendasi ini disambut baik oleh para nelayan Wakatobi. Selain karena kesadartahuan mereka akan pentingnya menjaga kesehatan ekosistem laut, kebutuhan untuk melakukan perbaikan pengelolaan lobster di Wakatobi ini juga akan mempengaruhi nilai jual produk tangkapan, mengingat lobster hasil tangkapan nelayan Wakatobi tidak hanya dijual di pasar-pasar lokal Wakatobi dan Kendari, tetapi juga diekspor ke Hongkong dan Korea.
Penulis: Windy Rizki – Capture Fisheries Officer, WWF-Indonesia