PEREMPUAN PERAWAT ALAM
Kabut masih menyelimuti desa Ngarip pagi itu, saat puluhan perempuan berkumpul di ruangan kecil milik Koperasi Srikandi sambil mendengarkan cerita dari Sri Wahyuni. Ketua Koperasi Srikandi itu berbagi pengalamannya bersama perempuan lain di desanya dalam membangun kelompok Simpan Usaha Srikandi yang kini sudah berbadan hukum koperasi dengan nama Koperasi Produsen Maju Bersama. Awalnya kelompok ini terbentuk di Tahun 2015 pasca pelatihan yang dilakukan oleh WWF Indonesia bersama dengan Rumah Kolaborasi, gabungan LSM lingkungan di Lampung.
“Dari 31 orang yang ikut dalam pelatihan, hanya 18 orang yang memiliki komitmen untuk membentuk Kelompok Simpan Usaha (KSU) dan akhirnya berhasil terbentuk pada Agustus 2015. Karena kami ingin mengajak perempuan lain untuk bergabung dalam kelompok, maka kami bersepakat bahwa 18 orang anggota diwajibkan untuk mengajak yang lain sehingga terkumpul 39 orang termasuk memilih 5 orang sebagai pengurus KSU. Dengan cara itu, pada November 2015, anggota menjadi 60 orang. Setelah itu, disepakati unit usaha yang ingin dibentuk adalah bubuk kopi. Alasannya sederhana. Karena daerah ini merupakan salah satu sentra kopi Lampung. Sebagian besar masyarakat desa Ngarip adalah petani kopi, tapi selama ini kami selalu membeli bubuk kopi dari luar. Dalam kegiatan simpan pinjam ini, pekerjaan kita adalah mengubah perilaku masyarakat. Mengubah kebiasaan mereka agar tidak mengutang ke tengkulak saat paceklik dan belajar untuk menyimpan uang saat panen. Sehingga Konsep KSU Srikandi adalah agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga tidak lagi merusak hutan.” Ucap Sri Wahyuni bersemangat.
Kelompok yang ia bentuk bersama perempuan lain di desanya berkembang cukup cepat. Hanya dalam waktu setahun, anggota KSU telah menjadi 120 orang dan mampu membagi Sisa Hasil Usaha sebesar 33 juta kepada anggota. Di akhir 2017, anggotanya bertambah menjadi 160 orang dan SHU yang dibagikan pun meningkat menjadi 58 juta. Hingga akhir 2018, anggota KSU yang bergabung telah berjumlah 200 orang dan SHU yang dibagikan ke anggota sudah mencapai 100 juta. Ini menjadi kisah sukses dari perempuan-perempuan yang ada di desa Ngarip dalam mendorong pengembangan ekonomi berbasis masyarakat pedesaan. Model pembiayaan micro-finance yang telah dipraktekkan oleh Koperasi Srikandi telah memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai modal usaha mereka lewat menabung. Berkat usaha unit bubuk kopi Srikandi yang mereka rintis, setiap tahun penjualan meningkat, meskipun pemasarannya terbatas di area Ulubelu dan sebagai cinderamata bagi tamu yang berkunjung. Selain itu, banyak diantara anggota koperasi yang sudah menerapkan pola pertanian berkelanjutan setelah mendapatkan pelatihan sekolah lapang pertanian berkelanjutan dari WWF Indonesia. Petani kopi yang menerapkan budidaya berkelanjutan termasuk perempuan di desa tersebut telah memiliki pengetahuan ekologis yang penting dalam mengelola sumber daya yang mereka miliki.
Perempuan memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian keanekaragaman hayati. Mereka memiliki keterikatan terhadap ketersediaan sumber pangan dan kelestarian hutan, dimana pangan berada. Sehingga peran mereka sangat besar dalam memanfaatkan dan memelihara keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang ada di sekelilingnya. Srikandi adalah salah satu contoh lembaga perempuan yang telah mengambil peran penting dalam mengelola sumber daya alam dan melestarikan keanekaragaman hayati yang ada di lanskap Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang memiliki korelasi positif terhadap pengembangan ekonomi desa.
Sebagai salah satu hutan hujan tropis penting di Sumatera, TNBBS dianugerahi keanekaragaman flora dan fauna yang melimpah dan memiliki keterikatan dengan masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Sayangnya, perubahan fungsi tata guna lahan membawa masalah besar karena mengubah lanskap yang sebelumnya merupakan hutan menjadi kebun-kebun untuk komoditas ekspor, terutama kopi. Perubahan ini membawa konsekuensi yang mengancam keanekaragaman hayati yang ada di sana yang akan berakibat jangka panjang bagi manusia.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu strategi pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Pengarusutamaan gender merupakan suatu upaya untuk memperhatikan gender dalam berbagai sektor dan aspek kehidupan sehingga berpengaruh terhadap penurunan kesenjangan peran dan partisipasi perempuan dan laki-laki.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alam, peran perempuan sangat penting dalam merawat, melestarikan, dan mengelola sumber daya yang tersedia. Sehingga upaya penyelamatan habitat prioritas di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan hanya bisa berhasil jika perempuan memainkan peran besar dalam pengelolaan sumber daya dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Sayangnya, hal ini belum banyak mewarnai dinamika kemasyarakatan di desa-desa penyangga TNBBS. Untuk itu, pelibatan perempuan menjadi satu hal yang perlu dititikberatkan dalam implementasi program penyelamatan habitat prioritas di TNBBS. Program ini fokus pada wilayah yang disebut Intensive Protection Zone (IPZ) yaitu daerah seluas 100.000 Ha yang merupakan konsentrasi wilayah dari 3 satwa kunci di TNBBS, khususnya Badak Sumatera.
Lewat pendampingan ke 10 desa prioritas di wilayah Intensive Protection Zone (IPZ), WWF memandang pentingnya membentuk kelompok perempuan untuk mengembangkan potensi ekonomi di desa. Sejak 2018, sebagai bagian dari upaya mendorong peran perempuan yang lebih besar di desa-desa penyangga IPZ, telah terbentuk Kelompok Simpan Usaha (KSU) perempuan di 3 desa, antara lain KSU Teratai Indah Desa Pakunegara, KSU Melati Sumber Barokah Desa Sukamarga, dan KSU Mulyo Lestari Desa Margomulyo. Sehingga untuk meningkatkan kapasitas dan motivasi pengurus KSU, mereka mengadakan kegiatan studi banding ke Koperasi Produsen Srikandi Maju Bersama.
Kegiatan studi banding ini bertujuan untuk saling bertukar informasi dan berbagi pengalaman dari Srikandi yang sudah dianggap cukup berhasil dalam mengembangkan KSU di Ngarip, Tanggamus. Diskusi yang dilaksanakan terkait dengan strategi membangun kelompok usaha, penguatan kelembagaan, melakukan pembukuan yang baik dan aturan main dalam KSU, membangun semangat kemandirian secara swadaya dengan rasa saling percaya, dan membangun usaha mandiri masyarakat. Disadari bahwa upaya pemberdayaan masyarakat di desa-desa yang berbatasan dengan hutan belum optimal karena tidak didukung oleh kelembagaan dan kapasitas masyarakat yang kuat. Masyarakat dianggap belum mampu mengidentifikasi dan mengelola potensi sumberdaya yang dimiliki agar lebih produktif karena dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan keterampilan yang masih minim, penguasaan teknologi tepat guna yang lemah, sistem pengorganisasian yang belum mapan, kesulitan dalam memperoleh modal kerja, dan akses pemasaran yang belum memadai.
Oleh karena itu, studi banding ini dapat menjadi salah satu upaya untuk peningkatan kapasitas kelompok perempuan di desa penyangga Taman Nasional dalam pengembangan ekonomi di desa mereka. Peserta studi banding terdiri dari KSU Teratai Indah Pakunegara berjumlah 6 orang perempuan dan 1 laki-laki dari Pemerintahan Desa, KSU Melati Sumber Barokah Sukamarga dengan jumlah peserta 5 orang perempuan, KSU Mulyo Lestari Margomulyo : 6 orang perempuan, KSU Srikandi 2 orang. Fasilitator yang hadir antara lain Heri Hermianto dan Konaji.
Ketiga desa yang berbatasan langsung dengan TNBBS ini memiliki potensi ekonomi masing-masing. Margomulyo, misalnya. Desa yang letaknya cukup terpencil dan berbatasan langsung dengan TNBBS memiliki potensi besar dengan ketersediaan pala, lada, pisang, kelapa, kopi yang selama ini dibudidayakan masyarakat. Sementara Pakunegara, mayoritas masyarakatnya menanam padi sawah. Adapun Sukamarga yang berada di Resort Suoh banyak menghasilkan kopi dan cokelat. Potensi ini jika dikelola secara efektif dan memperhatikan prinsip lingkungan tentu akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat sehingga tekanan terhadap kawasan TNBBS dapat dikurangi.
Salah satu upaya untuk pengembangan potensi ekonomi desa adalah melalui KSU yang berperan bukan hanya sebagai lembaga penyedia modal skala mikro, namun juga dapat mengembangkan unit usaha dari potensi yang tersedia di desa.
Dalam pertemuan ini masing-masing kelompok berbagi tantangannya dalam merintis KSU di desa. Karena terbilang baru, KSU di 3 tiga desa masih mengalami banyak tantangan, baik karena minimnya anggota, pinjaman yang masih kecil, maupun karena belum adanya unit usaha. Mereka juga menyusun rencana tindak lanjut untuk kegiatan KSU ke depan. Masing-masing desa diajak melakukan penilaian terhadap potensi sumber daya alam mereka yang potensial untuk dijadikan sumber usaha dengan beberapa indikator seperti ketersediaan bahan baku, keterampilan yang dimiliki, tingkat persaingan, ketersediaan pasar, dan modal usaha. KSU Mulyo Lestari dari Desa Margomulyo memasukkan kopi bubuk, minyak pala/atsiri, minyak kelapa, keripik pisang, dan bisnis pupuk kompos/organik sebagai potensi yang bisa dikembangkan dalam unit usaha. Dari pemeringkatan yang diberikan, kopi bubuk, minyak pala/atsiri, dan pupuk kompos/organik adalah komoditas yang dianggap paling potensial untuk dikembangkan. Sementara beras organik, keripik pisang, minyak kelapa, dan kopi bubuk menjadi pilihan dari KSU Teratai Indah Paku Negara untuk dikembangkan dengan pilihan utama kopi bubuk.
Sementara KSU Melati Sumber Barokah Desa Sukamarga memasukkan produk coklat bubuk, kopi bubuk, beras kemasan, pisang, salak dan produk olahannya (kopi salak dan manisan), alat giling bakso, jahe instan, gula aren, dan pembibitan ikan sebagai potensi produk unggulan desa mereka dengan memberikan poin tertinggi untuk produk kopi bubuk, beras kemasan, dan pisang. Pengembangan produk-produk tersebut yang ke depannya akan didorong melalui KSU di desa-desa penyangga TNBBS ini. Menyadari pentingnya peranan perempuan dalam pengembangan ekonomi desa dan pengelolaan sumber daya alam, maka partisipasi dari banyak pihak sangat dibutuhkan untuk mendorong keberhasilan kelembagaan perempuan di desa-desa ini melalui penguatan KSU.