PERDAGANGAN SEAFOOD DI CORAL TRIANGLE PERLU REFORMASI SEGERA
Bali, Indonesia (01 Maret 2011) – Lembaga pemerintah, LSM, pelaku bisnis, lembaga penelitian, dan akademisi berkumpul hari ini untuk mendiskusikan strategi berkelanjutan yang inovatif untuk mengatur perdagangan ikan karang hidup di wilayah Segitiga Terumbu Karang. Sebagai komoditas yang memiliki harga jual sangat tinggi, penangkapan ikan karang hidup masih menyisakan ancaman bagi keberlangsungan lingkungan pesisir dan laut.
“Penangkapan berlebihan dan merusak seperti menggunakan sianida dan bom ikan banyak dilakukan untuk memenuhi permintaan secara instan karena meningkatnya penjualan komoditas tersebut di Asia Pasifik, ditambah sistem yang secara efektif mengelola industri berkembang pesat ini belum terimplementasi dengan baik.” ujar Dr Geoffry Muldoon, pimpinan program Perdagangan Ikan Karang Hidup, Program Segitiga terumbu Karang, WWF.
“Ikan karang hidup merupakan sumber daya alam yang sangat berharga yang ada di Segitiga Terumbu Karang dan perdagangan yang bernilai jutaan dolar amerika dari komoditas ikan tersebut menjadi mata pencaharian baik langsung maupun tidak langsung bagi nelayan dan pelaku bisnis seafood serta masyarakat pesisir. Jika pengelolaan yang tidak efektif dibiarkan terjadi maka akan menempatkan sektor ini dalam ancaman besar, serta juga ancaman bagi keanekaragaman hayati dan keberlangsungan jutaan masyarakat pesisir yang bergantung secara langsung pada sektor ini,” tambah Dr Muldoon.
Sebesar 70 persen ikan karang hidup yang ditangkap langsung tidak memenuhi kriteria cukup secara ukuran dan reproduksi. Penangkapan yang tidak sesuai dengan aturan ini mengancam keberlangsungan rantai perdagangan dan rantai ekologi di masa yang akan datang.
Perdagangan ikan karang hidup sebagian besar disuplai oleh Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Penangkapan tersebut untuk memenuhi sebagian besar permintaan di Hongkong dan Cina daratan, serta sebagian yang lain di Singapura dan Malaysia.
“Selain berusaha menangani dampak langsung dilapangan dibutuhkan inovasi yang tepat untuk menghubungkan antara bisnis dan keberlanjutan lingkungan, lalu ada upaya penghargaan bagi praktik-praktik yang sudah berubah menjadi baik, serta merubah secara sistematis pelaku-peaku bisnis di rantai perdagangan ini agar ikut memerhatikan keberlanjutan komoditas tersebut sebagai tonggak utama bisnis mereka,” lanjut Dr Muldoon.
Menariknya, justru konsumen dan retailer sudah siap terjun dalam perdagangan yang berkelanjutan. Sebuah survei baru-baru ini yang dilakukan di Singapura menunjukkan bahwa 80 persen konsumen mau mengurangi dan bahkan berhenti mengonsumsi seafood yang ditangkap dengan cara yang merusak. Lebih lanjut survei ini menjelaskan bahwa perdagangan seafood hidup harus segera melebur dengan kemauan pasar.
Untuk tujuan tersebut, lokakarya yang digarap bersama oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan Repubik Indonesia dan WWF serta APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) menitikberatkan pada peluang berbasis pasar untuk memperbaiki industri ini di tingkat regional.
“Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan bangga menyelenggarakan lokakarya yang sangat penting ini. Melalui lokakarya ini diharapkan akan melahirkan standar praktik-praktik terbaik yang dapat diimplementasikan ke seluruh negara peserta. Melalui forum ini juga diharapkan mampu menjembatani kerjasama regional yang lebih kuat serta meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan agar perdagangan mereka yang berharga dapat menjadi lebih baik,” ujar Bpk Saut Hutagalung, Direktur Pemasaran Luar Negeri selaku Project Overseer, Fisheries Working Group APEC.
Segitiga Terumbu Karang meliputi 37 persen spesies terumbu karang yang ada di dunia serta menjadi lokasi pemijahan banyak spesies ikan dunia. Segitiga Terumbu Karang juga menjadi tempat mencari nafkah baik langsung maupun tidak langsung bagi jutaan masyarakat pesisir. Program Segitiga Terumbu Karang WWF menitikberatkan kepada keberlangsungan lingkungan dengan melibatkan multi-pihak untuk membangun industri perdagangan ikan karang hidup bagi generasi sekarang maupun akan datang.
-----------------
Catatan untuk editor:
- Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) merupakan wilayah laut dengan tingkat keanekaragaman hayati karang paling tinggi di bumi, sama pentingnya dengan hutan hujan Amazon dan dataran rendah Kongo bagi kehidupan planet ini. Memiliki lebih dari 500 jenis karang, meliputi 6 juta hektar luasan laut yang dinaungi oleh 6 negara – Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.
- Coral Triangle merupakan rumah bagi 3000 spesies ikan karang dan komoditas perikanan bernilai ekonomi tinggi seperti tuna. Coral Triangle juga merupakan rumah bagi lumba-lumba, paus, hiu, pari, serta 6 dari 7 jenis penyu yang ada di dunia.
- Secara langsung, kawasan Coral Triangle mendukung kehidupan 120 juta lebih individu dari pemasukan perikanan maupun industri pariwisata.
- Infomasi lebih lanjut kunjungi: www.panda.org/coraltriangle serta http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/coraltriangle/events/coraltrianglefishersforum/
Informasi lebih lanjut:
Aulia Rahman, Media Officer, WWF-Indonesia, Tel: +628113616341, Email: arahman@wwf.or.id