PENCARIAN BONITA AKHIRNYA BERAKHIR
Oleh: Fitriani Dwi Kurniasari
Bonita, harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang terlibat konflik dengan manusia di Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir, akhirnya berhasil diselamatkan Tim Rescue Gabungan pada Jumat (20/4) pagi. Sebelumnya, Bonita dilaporkan telah menyerang manusia hingga menyebabkan dua korban jiwa; yakni Jumiati, seorang karyawati PT. THIP ( Tabung Haji Indo Plantation) yang diserang pada 3 Januari dan Yusri, seorang buruh bangunan yang diserang pada 10 Maret.
Selama hampir empat bulan, Tim Rescue Gabungan yang diketuai oleh Balai Besar KSDA Riau terdiri dari Pemkab Indragiri Hilir, Kodim Indragiri Hilir, Polres Indragri Hilir, Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya, Yayasan Arsari Djojoadikusumo, WWF Program Sumatera Tengah, Forum Harimau Kita, Pusat Konservasi Harimau Sumatera, Veswicc, PT. Arara Abadi, PT THIP dan masyarakat terus menerus bekerja keras mencari Bonita. Akhirnya, setelah usaha panjang tersebut, Bonita berhasil diselamatkan dan sekarang menuju Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera (PR-HSD) di Dharmasraya, Sumatera Barat.
Pada hari ke 108 pemantauan, tim berhasil menembak bius Bonita, harimau betina yang telah mencuri perhatian publik selama ini. Harimau ini kemudian dievakuasi dan ditranslokasi menuju PR-HSD untuk dilakuka pemantauan secara komprehensif.
Dalam jumpa pers yang digelar di kantor Balai Besar KSDA Riau hadir Direktur Jenderal KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem), Ir. Wiratno. Ia mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang terkait dalam penanganan Konflik Harimau Sumatera di Pelangiran.
“Konservasi wildlife ini merupakan upaya bersama oleh karena itu para pihak harus terus bekerja sama dan saling menguatkan. Setelah kasus Bonita ini, pekerjaan kita masih belum selesai kita harus terus melakukan upaya monitoring, agar tidak terjadi lagi konflik yang sama di masa depan.” Kata Wiratno mengingatkan
Konflik harimau di kawasan ini sudah terpantau sejak Desember 2016 dan direspon oleh para pemangku kepentingan. Untuk respons yang lebih intensif , pada Desember 2017 BBKSDA Riau menbentuk Tim Penyelamatan Gabungan untuk melakukan penyelamatan Bonita.
Kepala Balai Besar KSDA Riau, Suharyono menyatakan,” Tim penyelamat sudah dibentuk pada Desember 2017, hanya saja sebelum diimplementasikan di lapangan, sudah jatuh korban. Sehingga strategi pengamanan terhadap harimau berubah menjadi pemulihan trauma, penangkapan dan pemindahan terhadap harimau.”
Febri Anggiawan Widodo, Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Module Leader WWF Indonesia mengapresiasi keberhasilan tim Rescue Gabungan dalam menyelamatkan Bonita. Ia menuturkan bahwa sejak Desember 2016, harimau sumatera ini sudah terlihat muncul di sekitar kawasan area kebun sawit milik PT. THIP (Tabung Haji Indo Plantation).
Sejak kemunculan harimau di kawasan tersebut, pula WWF telah aktif membantu Balai Besar KSDA Riau untuk melakukan beberapa kegiatan mitigasi konflik seperti; meninjau lapangan untuk melihat situasi aktual. Menilik kembali beberapa studi maupun hasil monitoring yang pernah dilakukan, dan turun terlibat dalam sosialisasi dan negosiasi untuk meningkatkan pengamanan terhadap harimau Sumatera.
Pasca insiden yang menewaskan Jumiati pada 3 Januari lalu, tim Rescue Gabungan segera terjun ke lokasi kejadian untuk meninjau lokasi dan memberikan pendampingan kepada masyarakat. Hingga insiden kedua terjadi pada 10 Maret, tim Rescue Gabungan masih berada di lokasi untuk melakukan patroli rutin hingga sosialisasi kepada masyarakat pasca jatuh korban kedua.
Pada Jumat (20/4) pagi waktu setempat, kabar menggembirakan datang dari Desa Tanjung Simpang. Pasalnya, tim Rescue berhasil menyelamatkan Bonita. Tim Rescue yang saat itu melihat Bonita di area kebun sawit blok 79/12 Estate Eboni milik PT. THIP, segera melakukan penembakkan bius terhadap Bonita. Penembakan bius ini dilakukan sebagai pilihan terakhir pada strategi penyelamatan Bonita.
Sejak insiden Jumiati pada (3/1) lalu, tim Rescue telah memasang beberapa boxtrap (perangkap) yang telah dilengkapi dengan umpan untuk memancing Bonita masuk ke dalam perangkap. Perangkap-perangkap ini disebar diberbagai lokasi yang kerap menjadi perlintasan Bonita. Namun, hingga sepuluh perangkap dipasang belum dapat membuahkan hasil yang berarti.
Saat ini Bonita telah dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera (PR-HSD) Yayasan Arsari Djojohadikusumo di Dharmasraya. Layaknya klinik rumah sakit, Bonita akan dirawat dan direhabilitasi dulu sebelum dilepasliarkan kembali. Hal ini dilakukan karena Bonita terindikasi telah mengalami perubahan perilaku.
“Saat ini Bonita dalam keadaan sehat dan tenang. Baru pertama kali ini saya mendapat harimau yang dalam proses translokasi, jarang sekali mengaum. Bonita tenang sekali dan hanya mengaum satu kali dan itupun tidak keras. Malah ia (Bonita) terlihat asik menjilat-jilati kakinya. Seperti merasa nyaman. Hal itu juga menjadi indikasi bahwa ada perubahan perilaku dalam diri Bonita.” kata Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Catrini Pratihari Kubontubuh dalam jumpa pers di Balai Besar KSDA Riau, Sabtu (21/4).
“Sebelumnya, perubahan perilaku yang terjadi pada Harimau hanya pernah diteliti di Rusia dan India. Khusus untuk Harimau Sumatera di Indonesia, belum pernah. Hasil riset penelitian Bonita akan menjadi sumbangsih besar bagi Indonesia dan dunia.” lanjut Catrini lagi.
Perubahan perilaku pada Bonita telah menjadi perhatian serius bagi praktisi konservasi yang terlibat dalam tim Rescue Gabungan di Desa Tanjung Simpang. Bonita sering berkeliaran pada siang hari dan tidak canggung saat bertemu dengan manusia. Biasanya, harimau Sumatera akan cenderung menghindari manusia, bukan malah mendekat.