PELATIHAN LEGALITAS EKSPOR KAYU INDONESIA, TINGKATKAN PEMAHAMAN PERUSAHAAN DALAM MENGEKSPOR PRODUK HASIL HUTAN
Oleh: Lely Puspita
Surabaya – Bertempat di Sheraton Hotel Surabaya, WWF-Indonesia bekerjasama dengan TRAFFIC Southeast Asia telah mengadakan pelatihan bertemakan legalitas dalam mengekspor produk hasil hutan ke Negara-negara seperti Uni Eropa, Australia, dan Amerika Serikat 7 November 2013 lalu. Acara ini dihadiri oleh lebih dari lima puluh partisipan yang berasal dari berbagai perusahaan pengolah dan pengekspor produk hasil hutan, serta organisasi terkait dan kalangan pemerintah, seperti Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Perdagangan Indonesia. Dalam kesempatan pelatihan satu hari penuh tersebut, dibahas mengenai berbagai regulasi tentang legalitas kayu dan juga bagaimana prosedur ekspor yang sesuai dengan ketentuan pasar masing-masing Negara.
Pelatihan resmi dibuka oleh Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Nusa Eka, yang menyampaikan tentang perkembangan ekspor kayu Indonesia yang meningkat 1,5% per periode Januari 2013, yaitu sebesar 6,7 miliar, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2012 lalu. Nusa Eka juga menyampaikan harapannya agar melalui acara ini dapat meningkatkan kepedulian sosial pada perdagangan hasil hutan yang legal dan adil yang mendukung pengembangan ekonomi Indonesia.
Terdapat sembilan materi inti yang diberikan selama acara pelatihan berlangsung, yaitu mengenai kebijakan sistem SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) di Indonesia, pengantar mengenai arus perdagangan kayu dari Negara produsen ke pasar internasional, pengantar mengenai CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species), FLEGT (The Forest Law Enforcement Governance and Trade), US Lacey Act, EUTR (European Union Timber Regulation), dan Australian Bill, Due care & Due Diligence dalam memenuhi legalitas, pengantar mengenai GFTN (Global Forest & Trade Network) supply chain, dan materi terakhir yang disampaikan oleh Rizal Bukhari dari The Nature Conservancy (TNC), yaitu tentang tata kelola dan legalitas pengelolaan hutan dan perdagangan kayu.
Presentasi tentang kebijakan sistem SVLK yang dibawakan oleh Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan, Dwi Sudharto, menjabarkan lebih dalam tentang perkembangan SVLK di Indonesia saat ini. SVLK yang menjadi dasar Indonesia dalam perjanjian multipihak FLEGT-VPA dengan Uni Eropa yang baru saja ditandatangani 30 September lalu, secara resmi akan diterapkan secara mandatori untuk semua unit pengelolaan hutan pada januari 2014 nanti. Seperti disampaikan GFTN Indonesia Manager, Aditya Bayunada, pelatihan kerjasama antara WWF-Indonesia dan TRAFFIC ini merupakan salah satu wujud dukungan untuk sistem legalitas kayu di Indonesia, yaitu SVLK.
Acara yang terselenggara dibawah naungan program RAFT II (Responsible Asia Forestry and Trade) ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian berbagai pihak, terutama perusahaan yang bergerak di industri produk hasil hutan dan para eksportir dalam berbagai regulasi perdagangan kayu baik regulasi nasional maupun internasional. Dengan memfasilitasi sharing pengetahuan tentang regulasi perdagangan kayu internasional seperti EU Timber regulation, Australian Bill, dan US Lacey Act, diharapkan kedepannya perusahaan pengekspor hasil hutan Indonesia menjadi lebih percaya diri dalam mengekspor produk hasil hutannya ke Negara-negara tersebut.