MINI SIMPOSIUM PENGELOLAAN KAWASAN PERAIRAN
Meski perairan Indonesia kaya akan ikan-ikan yang beragam dan melimpah, nyatanya banyak desa-desa pesisir yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, sebagai contohnya di Papua. Dr. Fitryanti Pakiding dari Universitas Negeri Papua dalam presentasinya “paradoks kemiskinan dan keberlimpahan sumberdaya perikanan: cerita masyarakat pesisir di KKP wilayah BLKB, Papua” memaparkan bahwa Tanah Papua memiliki lebih dari 1700 spesies ikan karang, stok ikan yang sehat, dan merupakan pusat keanekaragaman karang di dunia, tetapi menjadi provinsi termiskin di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah masyarakat terlalu bergantung kepada sumberdaya perikanan dan belum maksimalnya pengelolaan perikanan di daerah tersebut. Tanpa ada pengelolaan yang baik, perikanan Indonesia bisa mengalami kolaps karena eksploitasi berlebihan dan merusak, seperti banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia.
Hal senada pun juga dipaparkan oleh 17 pemakalah lainnya yang menghadiri mini-simposium Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan untuk Perikanan Berkelanjutan di Hotel JW Marriot Surabaya pada hari Jumat (21/11) silam. Pemakalah yang terdiri dari para akademisi dan penggiat konservasi dari Jakarta, Papua, Ambon, Kupang, Wakatobi, Makassar, Manado, Palembang, Jawa Timur, dan Bogor mendapatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman dalam melaksanakan kegiatan dan penelitian terkait perikanan berkelanjutan di dalam kawasan konservasi perairan (KKP).
Acara yang didukung oleh WWF-Indonesia dan Direktorat Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan (KKJI) ini merupakan salah satu kegiatan pendukung pada Konferensi Nasional ke-IX Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil yang diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dengan mengumpulkan beragam hasil studi kasus serta penelitian terkait perikanan dan pengelolaan kawasan perairan, sebuah pembelajaran dan rekomendasi disusun untuk membantu para pemangku kepentingan dalam mendesain dan mengelola KKP agar bisa membangun stok ikan dan menyediakan manfaat ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat lokal di Indonesia.
Berdasarkan hasil diskusi, dengan jumlah 145 KKP yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan total luasan mencapai 16,5 juta hektar, integrasi konsep perikanan berkelanjutan ke dalam kawasan konservasi perairan merupakan langkah tepat sebagai salah satu cara dalam meningkatkan ketersediaan stok ikan dan mendukung ekonomi lokal. Pengelolaan KKP tidak saja berbicara tentang perlindungan dan pelestarian, tapi juga menekankan pentingnya pemanfaatan kawasan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan yang dimaksud ini adalah pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya, pemanfaatan wisata, pemanfaatan penelitian & pengembangan dan kegiatan ekonomi lainnya yang menunjang konservasi. KKP berfungsi dalam mengurangi dampak negatif kegiatan perikanan dan mengatur pemanfaatan melalui pengaturan alat tangkap, jumlah nelayan, jenis kapal, dll..
Dr Lida Pet-Soede dari WWF-Indonesia berbagi pengalaman melalui presentasinya “The Relevance of Designing MPAs for Fish Fillets” tentang upaya pemulihan perikanan skala kecil di Kepulauan Koon di Kabupaten Seram bagian Timur dan Taman Nasional Wakatobi. Studi kasus tersebut menjelaskan tentang pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui sistem zonasi dalam KKP untuk memulihkan kembali stok perikanan dan menjamin ketahanan pangan masyarakat setempat. Zona inti yang diterapkan dalam dua kawasan konservasi tersebut berfungsi sebagai area perlindungan ikan, terutama tempat ikan biasa memijah. Manfaat yang dapat diperoleh adalah memberikan kesempatan bertambahnya jumlah ikan untuk tumbuh dan berkembang biak yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah tangkapan di area sekitarnya.
Selain menerapkan sistem zonasi dalam KKP, keterlibatan masyarakat nelayan memegang peran kunci dalam mengelola sumber daya perikanan yang menjadi tumpuan mereka, baik untuk ketahanan pangan maupun sebagai sumber mata pencaharian. Milawati Ode dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi berbagi pengalamannya dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang peranan, manfaat dan aturan melalui sebuah program konservasi yang memfokuskan pada aspek manusia melalui perubahan perilaku.
Pendekatan pengelolaan kolaboratif adalah kunci keberhasilan dari pengelolaan KKP yang efektif dan memiliki pendanaan berkelanjutan, dimana peran, tanggung jawab dan manfaatnya dapat dirasakan seluruh pihak, khususnya di sektor perikanan. Pembelajaran serta pengalaman para pemakalah yang dipaparkan dalam mini-simposium ini juga menjadi bahan diskusi bersama lebih dari 20 peserta lainnya dari kalangan mahasiswa, akademisi, pemerintah serta praktisi lingkungan dan perikanan.