MENJAGA HABITAT HARIMAU LEWAT SEKOLAH LAPANG PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh: Hijrah Nasir
Jalan yang masih didominasi oleh tanah merah menyambut rombongan kami pagi ini. Hujan yang mengguyur semalam menyebabkan jalan tanah digenangi air yang cukup sulit untuk dilewati kendaraan. Sesekali driver yang membawa kami harus menambatkan tali besi ke batang pohon untuk menarik mobil yang terjebak di dalam lumpur. Di persimpangan menuju Desa Trijaya, berderet rapi pohon karet. Semakin mendekati desa, kami disambut dengan jejeran tanaman kopi yang sedang berbunga. Hanya tampak beberapa pohon besar di kiri dan kanan jalan. Padahal menurut cerita dari masyarakat transmigran yang awal menempati daerah tersebut, dulu ada banyak pohon kayu keras yang tumbuh secara alami. Namun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang datang ke desa-desa pinggiran hutan ini, pohon-pohon diganti dengan tanaman perkebunan lainnya. Bukan hanya kopi, deretan tanaman sawit yang dioperasikan oleh perusahaan pun tampak di sepanjang perjalanan. Kondisi ini memberikan tantangan bagi upaya konservasi harimau yang masih bisa ditemukan di wilayah ini.
Kedatangan kami kali ini adalah untuk mengadakan sarasehan petani berkelanjutan dengan harapan petani dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang sekolah lapang pertanian berkelanjutan yang telah mereka ikuti selama dua tahun terakhir ini. Petani tersebut adalah perwakilan dari empat desa yang ada di Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan KPH Kaur. Dengan penuh semangat, mereka bercerita tentang sekolah lapang yang mereka ikuti dengan dukungan dari WWF melalui program Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pelestarian Habitat Satwa Kunci di Desa Penyangga Resort Merpas TNBBS. Keempat desa tersebut antara lain Trijaya, Sukajaya, Bukit Indah, dan Sumber Harapan. Masing-masing desa mendapatkan pelatihan sekolah lapang pertanian dan manajemen ternak. Selain itu, sarasehan ini juga sebagai ajang sosialisasi program yang telah dilaksanakan WWF kepada Pemerintah Kabupaten Kaur.
“Kondisi tanah kita sudah kritis karena penggunaan pupuk kimia yang terlalu banyak sehingga mikro organisme berkurang yang menyebabkan tanah tidak terurai dengan baik. Sehingga perlu penguraian secara biologis melalui pengomposan. Selain itu, saat ini kelangkaan pupuk menyebabkan petani kesulitan mencari pupuk kimia, sehingga petani perlu belajar membuat pupuk kompos. Dalam pertanian berkelanjutan, kami belajar membuat pupuk kompos dari bahan-bahan yang tersedia di alam dan mudah didapatkan. Bahannya antara lain mikro organisme lokal. Sabuk kelapa juga digunakan karena mengandung kalium, batang pisang memiliki kandungan fosfor, sekam kopi mengandung NPK, serta daun gamal sebagai sumber nitrogen. Manfaat yang bisa dirasakan oleh petani adalah lahan menjadi subur karena mikroorganisme banyak, dapat mencukupi unsur hara makro dan mikro, serta punya nilai ekonomis karena mudah didapatkan dan tidak perlu beli.” Begitulah Sampe Widayat, salah satu petani dari Desa Trijaya, Kaur, Bengkulu menjelaskan tentang pelatihan sekolah lapang pertanian organik yang diikutinya di hadapan ratusan masyarakat Kecamatan Kaur dalam Acara Sarasehan Pertanian Berkelanjutan yang juga dihadiri oleh Bupati Kaur, Bengkulu dalam rangka Farmer Day yang berlangsung dari tanggal 19 – 20 September 2018 di Desa Trijaya.
Kepala desa Trijaya menyampaikan bahwa kedepannya pemerintah desa mendorong adanya kerjasama antar desa dalam bentuk asosiasi pertanian. Misalnya, bagi yang bisa buat pupuk kompos, didorong untuk membuat dalam jumlah yang banyak dan pemerintah desa akan membantu pemasarannya, termasuk mengurus untuk izin BPOM. Diharapkan ke depannya empat desa ini bisa membuat produk yang berbeda agar tukar menukar produk bisa berjalan.
“Empat desa kawasan penyangga hutan ini harus dilestarikan karena merupakan paru-paru dunia. Namun permasalahannya, masyarakat merambah hutan karena lahan yang mereka miliki hasilnya tidak memuaskan. Oleh karena itu, kami sangat mendukung program Sekolah Lapang karena jika lahan pertanian dikelola dengan baik, maka hasilnya juga akan baik. Kami berharap masyarakat yang sudah punya pengetahuan terkait prinsip pertanian berkelanjutan bisa berbagi dengan masyarakat lain. Selain itu, kami juga berharap industri kreatif bisa didorong. Kelompok ibu-ibu misalnya bisa mengajukan proposal perencanaan usaha yang bisa didukung menggunakan anggaran desa. Ke depan diharapkan Bumdes bisa menjadi media untuk mendapatkan Pendapatan Asli Desa.” Kepala Desa Trijaya, Wahyudi, memberikan sambutan dalam acara sarasehan tersebut.
Konsep pertanian berkelanjutan diperkenalkan untuk mendorong masyarakat melakukan intensifikasi lahan pertanian mereka. Diharapkan dengan cara itu, masyarakat bisa mengurangi tekanan ke dalam hutan yang masih merupakan habitat penting harimau sumatera di Bengkulu. Harimau sumatera yang keberadaannya semakin sedikit di alam mengalami berbagai ancaman karena perburuan, penyusutan habitat, dan konflik dengan masyarakat. Beberapa tahun sebelumnya diketahui bahwa harimau mendekati pemukiman masyarakat dan memangsa ternak kambing mereka. Hal ini mungkin terjadi karena mangsa harimau berkurang sebagai akibat dari kerusakan hutan. Tak heran hal ini memicu konflik antara masyarakat dan harimau yang terdesak.
Belajar dari fakta tersebut, WWF mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam upaya perlindungan habitat harimau dengan belajar pertanian berkelanjutan dan manajemen ternak. Karena mayoritas masyarakat di daerah ini memelihara ternak selain bertani, maka mereka belajar manajemen ternak, mulai dari cara pembuatan kandang yang baik dan tahan dari serangan satwa liar seperti harimau, membuat pakan fermentasi, pestisida nabati untuk hewan, bahkan belajar membuat jamu ternak. Khusus untuk pakan fermentasi, cara ini telah berhasil mengurangi kesibukan petani dari mencari pakan kambing setiap hari. Selama ini petani terbiasa memberikan pakan segar ke kambing mereka. Akibatnya mereka setiap hari harus masuk kebun dan mencari rumput atau dedaunan yang tentu membutuhkan waktu banyak. Setelah mengikuti pelatihan ini petani mampu menyiapkan stok pakan untuk 5 hari hingga seminggu.
Pada kesempatan ini, Bupati Kaur hadir bersama dengan Kepala Dinas Transmigrasi, Kepala Dinas Pertanian, Inspektorat Dana Desa Kaur, serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kaur. “Kami berharap pemerintah kabupaten bisa bersinergi dengan SKPD untuk kemajuan desa di Kaur. Lewat kegiatan ini ada harapan baru karena desa-desa di sini adalah penyangga hutan lindung. Kita berharap ini bisa meningkatkan pendapatan masyarakat melalui mekanisme yang benar. Kita perlu menjaga hutan dan melarang pengrusakan hutan oleh perambah yang tidak jelas. Oleh karena itu, kita harus bekerjasama dengan baik dan pertemuan ini dapat diisi dengan dialog untuk menyatukan pandangan berbagai pihak. Pertemuan ini akan menjadi bahan masukan bagi kami untuk membuat kebijakan. Sehingga saat menyusun anggaran, usulan desa bisa disinkronkan. Kami juga berjanji tahun 2019 akan memperbaiki akses jalan di Sukajaya dan Trijaya sepanjang 4 km.” ungkap Bupati Kaur, Gusril Fauzi.
Dalam dialog interaktif dengan bupati, perwakilan dari setiap desa mengungkapkan permasalahan dan permintaan mereka kepada pemerintah kabupaten, antara lain permintaan untuk bantuan kambing dan bagaimana memerangi hama babi, serta mengeluhkan tentang kelangkaan pupuk yang dihadapi petani karena distributor pupuk banyak yang tertangkap karena menjual pupuk dengan cara curang.
“Dana digelontorkan dari pusat untuk memajukan dari pinggiran. Kebijakan 4 tahun dana desa adalah sebesar 142 Trilyun dimana untuk 2018 sebesar 60 Trilyun dan 120 Trilyun untuk tahun 2019. Untuk mendukung ekonomi masyarakat desa, produk-produk yang dihasilkan bisa dikemas dengan baik melalui BUMDes. Petani yang merupakan gabungan dari empat desa juga bisa membangun toko tani yang akan menampung segala alat pertanian, pupuk, dan lain-lain. Hal ini bisa mendongkrak perekonomian masyarakat. Kami akan membantu membuat regulasi hukum terkait BUMDes. Kami berterimakasih kepada WWF yang telah mendukung upaya pemerintah dan mengisi hal yang tidak bisa dilakukan oleh pemerintah. WWF telah menjadi motor penggerak untuk mengkoordinasikan antar pihak, termasuk antar pemerintah dan masyarakat. Selain itu, masyarakat diberikan pemahaman untuk melindungi hutan dan satwa. Namun saat ini karena hutan lindung sudah rusak sehingga harimau keluar mengganggu ternak masyarakat. Sebenarnya pemerintah kabupaten membuat Sekolah Layanan Khusus (pendidikan khusus layanan) untuk menampung anak-anak perambah yang terusir dari hutan lindung. Sehingga tidak ada alasan untuk masyarakat tidak menyekolahkan anak mereka. Pemerintah daerah bekerjasama dengan TNBBS dan Dinas Kehutanan untuk bersama-sama menjaga hutan.” Ucap Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kaur itu.
Dalam pertemuan itu, hadir pula Staff KPH VI Kaur, Yoga Syahputra. Ia menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang merambah di hutan lindung dan hutan produksi. Padahal sebenarnya saat ini masyarakat bisa memanfaatkan perhutanan sosial dengan model Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Hutan Desa asalkan tidak membuka hutan baru. Dengan begitu diharapkan masyarakat bisa terlibat bersama-sama menjaga hutan.
Selain melaksanakan program pemberdayaan masyarakat untuk mendukung upaya penyelamatan habitat harimau, WWF juga melakukan pemasangan camera trap untuk memantau keberadaan satwa harimau yang masih dijumpai di daerah itu. WWF menghimbau agar masyarakat melaporkan ke petugas kehutanan jika ada yang melihat tanda-tanda keberadaan harimau. WWF juga secara aktif membantu penyusunan atau review Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) untuk memastikan upaya konservasi masuk dalam program pembangunan desa.