MENILAI KEPATUHAN NELAYAN KABUPATEN TAKALAR DALAM PERBAIKAN PERIKANAN KARANG
Oleh: Munawir (Capture Fisheries Officer, WWF-Indonesia)
Berada dalam kawasan segitiga terumbu karang dunia, menjadikan laut Indonesia kaya akan ragam biota laut seperti ikan dan terumbu karang. Tak heran, Indonesia adalah salah satu produsen ikan terbesar di dunia, termasuk untuk jenis ikan karang. Sebagai komoditas strategis, aktivitas penangkapan ikan karang menjadi salah satu yang paling banyak digeluti oleh nelayan kita. Termasuk oleh Kelompok Nelayan Lanna Perdana di Dusun Lanna, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Ada yang unik dari kelompok beranggotakan 31 nelayan Suku Makassar ini. Tidak seperti nelayan Takalar lainnya yang menggunakan berbagai alat tangkap, Kelompok Nelayan Lanna Perdana fokus menggunakan rawai dasar untuk menangkap ikan karang – dari ikan sunu hingga kerapu.
Selama tiga tahun terakhir, didampingi WWF-Indonesia dan Yayasan Mattirosi, lembaga percepatan pembangunan perikanan, Kelompok Lanna Perdana mulai melakukan perbaikan praktik penangkapan ikan karang. Tujuannya, agar sumber daya ikan karang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, demi meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Melalui skema JARNUS (Jaringan Kerja Perikanan Bertanggung Jawab Nusantara) program perbaikan perikanan di Dusun Lanna meliputi penilaian awal praktik penangkapan ikan, dilanjutkan dengan penyusunan rencana aksi perbaikan praktik penangkapan ikan melalui skema FIP (Fisheries Improvement Program) yang mengacu pada standar MSC (Marine Stewardship Council).
Berpedoman pada rencana aksi yang telah disusun, Kelompok Nelayan Lanna Perdana dilatih cara menangkap dan menangani ikan karang yang ramah lingkungan, sesuai dengan panduan BMP (Better Management Practices) yang telah disusun oleh WWF-Indonesia.
Dalam mengawal program ini, pemantauan pun dilakukan untuk menilai keberhasilan penerapan program dan evaluasi perbaikan ke depannya. Pada 17-18 Desember 2016 lalu, Yayasan Mattirotasi dan WWF-Indonesia melakukan penilaian tingkat kepatuhan (compliance) terhadap praktik penangkapan ikan karang oleh Kelompok Nelayan Lanna Perdana dengan mengacu pada standar BMP.
Kegiatan penilaian ini dilakukan dengan metode wawancara langsung kepada nelayan anggota. Penilaian meliputi aspek legalitas, aspek konservasi, aspek sosial dan kelompok, serta aspek kualitas produk. Hasil penilaian menunjukkan tingkat kepatuhan praktik penangkapan ikan khususnya ikan karang terhadap program perbaikan yang telah disusun adalah 53,74%.
Kelompok nelayan ini masih perlu meningkatkan aspek kepatuhan terhadap legalitas dan izin penangkapan, seperti pendaftaran armada dan alat tangkap mereka. Selain itu, pencatatan hasil tangkapan serta ukuran ikan layak tangkap menjadi hal yang perlu diprioritaskan dalam program perbaikan ke depannya.
Hal yang patut diacungi jempol dari Kelompok Nelayan Lanna Perdana adalah kepedulian mereka untuk tidak menangkap spesies yang dilindungi seperti penyu. “Masyarakat percaya, menangkap penyu bisa membawa sial bagi nelayan yang menangkap. Ditambah, aturan pemerintah pun turut andil dalam perubahan praktik penangkapan terhadap spesies yang dilindungi,” ungkap Daeng Lau, salah satu anggota Kelompok Nelayan Lanna Perdana.
Dengan melihat aspek yang belum terpenuhi, program pendampingan dapat dikerucutkan dan dibuat menjadi prioritas perbaikan. Tentunya, dengan tetap menjaga aspek lain yang telah sesuai untuk dipertahankan – bahkan, ditingkatkan. Dengan demikian, cita-cita menjaga kelestarian perikanan karang pun bisa diwujudkan.