MENGENAL SARANO WALI, SISTEM KEADAATAN DI WAKATOBI (3)
Penulis: Rinto Andhi (Social Development Coordinator) dan Sadar (Marine Conservation Outreach and Awareness Officer), WWF-Indonesia Program Southern Eastern Sulawesi Subseascape/SESS
Kaombo adalah sistem tata kelola sumberdaya alam di wilayah keadatan Sarano Wali. Kaombo berlaku terhadap pelestarian sumber daya alam dan biota yang hidup di dalamnya, termasuk hutan lindung, mangrove, pesisir pantai, dan terumbu karang.
Indikator Kaombo Masih Efektif dan Berjalan
Ada tujuh indikator dalam mengkaji kelembagaan kaombo, yaitu:
- Tata Batas Wilayah
Kaombo mempunyai tata batas kewilayahan yang jelas dengan batas wilayah kaombo yang digunakan adalah batas wilayah administrasi desa dan batas relung ekologi. Di dalam kaombo terdapat batas tali di sebelah selatan dan utara serta batas batu karang untuk membatasi kaombo dari tubir pantai ke laut dalam. Kaombo di Kelurahan Wali terletak di ujung desa bagian selatan desa yang berbatasan dengan Desa Haka di Pantai Wengka-Wengka. Batas ujung selatan terdapat garis tali di Pantai Wengka-Wengka, sedangkan di bagian utaranya terdapat garis tali di Pantai Selo. Batas alam terdapat pada jarak dari pantai sekitar tiga ratus meter yang dikenal dengan sebutan bulugo moriri (batu kuning/batu karang). Panjang ujung bagian selatan dan bagian utara berjarak lebih dari satu kilometer dengan batasnya adalah menggunakan tali.
Aturan tentang kaombo terhadap pengguna salah satunya hanya boleh melewati (entrance right) (tidak boleh mengambil) . Kaombo bersifat shifting of territorializing yang artinya lokasi kaombo dapat berpindah-pindah. Awalnya kaombo adalah seluruh pesisir pemukiman kampung, namun sekarang hanya lokasi tertentu saja. Tujuan dari perpindahan lokasi kaombo adalah restorasi karang dengan pola panen buka dan tutup.
- Aturan
Aturan adat Sarano Wali bersifat mutlak dengan prinsip aturan yang dijalankan merupakan pembuktian secara ritual cucu langit, namarika-namarisa. Aturan tersebut dibuat dan disepakati dengan pendekatan rembug adat (musyawarah) seluruh masyarakat. Aturan Sarano Wali merupakan tradisi lisan dan belum ada kodifikasi secara legal formal sebagai bentuk pengakuan dari pihak pemerintah baik pihak Balai Taman Nasional Wakatobi maupun Pemerintah Daerah Wakatobi.
Dalam aturan kaombo, terdapat aturan main yang disepakati oleh seluruh warga Wali yaitu:
- Tidak boleh dikelola termasuk menambatkan perahu;
- Terdapat aturan main kaombo yaitu bukaano kaombo (kaombo dibuka) dan toomboemo (kaombo ditutup);
- Kriteria membuat wilayah kaombo adalah sebagai berikut:
- Lokasi kaombo, disepakati oleh masyarakat (warga Kelurahan Wali) melalui musyawarah;
- Pada waktu buka kaombo, diperuntukkan pemanfaatannya untuk seluruh masyarakat di Kelurahan Wali;
- Terdapat aturan pamali yaitu pada saat panen tidak boleh membawa periuk (menurut kepercayaan bahwa membawa periuk untuk mencari ikan dapat menyebabkan rejeki di laut habis);
- Terdapat aturan alat tangkap yang boleh untuk menangkap ikan, yaitu: kadhepe (alat tangkap perempuan), kulu-kulu, dan kabau-bau.
- Alat tangkap tidak boleh jaring bermata kecil (minimal tiga inchi mesize);
- Wanita haid tidak diperkenakan menangkap ikan dikarenakan akan mengurangi rejeki;
- Dalam proses buka-tutup kaombo dilakukan membaca doa-doa yang dipimpin oleh kasisi masjid atau bapak imam desa/kelurahan;
- Pola informasi yang kaombo bersifat tradisi lisan (culadha tape-tape), cerita turun temurun dari nenek moyangnya.
Selain mengatur tentang sumber daya berbasis kawasan, kaombo juga mengatur sumberdaya berdasarkan jenis yang memiliki fungsi ekologi, sosial, serta ekonomi, seperti mangrove (atau mangge-mangge dalam bahasa lokal), betanggor/dongkala—sejenis kayu yang tumbuh di daerah rawa, dugong /dhiu, lumba-lumba, camar laut/manu-manu tambolo, kima batu/fangaro, penyu/ponu, dll.
- Hak
Seluruh masyarakat Kelurahan Wali mempunyai hak terhadap kaombo. Masyarakat wali berhak menentukan kaombo ditutup dan dibuka. Hak masyarakat juga berkaitan dengan menggunakan dan melarang pengguna lain untuk memasuki atau memanfaatkan kaombo. Kaombo yang bersifat pribadi, hak melekat pada kepemilikan individual. Sedangkan untuk kaombo yang bersifat umum, masyarakat diwajibkan mentaati aturan adat tentang kaombo pesisir dan mempunyai hak untuk melarang serta memanfaatkan ketika kaombo sedang dibuka.
Di dalam masyarakat Wali terdapat dua lapis struktur sosial, yaitu: struktur kepeminpinan adat (lakina), agama (imam), dan pemerintah (lurah) serta struktur masyarakat umum. Struktur sosial inilah yang menentukan cakupan hak yang dimiliki oleh masing-masing entitas berkaitan dengan kaombo.
(bersambung)