MENGANALISIS KESENJANGAN KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA
Oleh: Elisabeth B. Wetik
Jakarta (18/12)-Sejak tahun 2004, perhatian terhadap laju kehilangan keanekaragaman hayati di dunia semakin meningkat. Hal ini ditunjukan dengan disepakatinya suatu program untuk kawasan yang dilindungi (Program of Work on Protected areas – PoWPA) pada Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties - COP) Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity – CBD) ke-7 di Kuala Lumpur. Target yang ditetapkan saat itu adalah penurunan secara substansial laju kehilangan keanekaragaman hayati. Program ini lebih lanjut diterapkan dalam analisis kesenjangan (gap analysis) keterwakilan ekologis kawasan yang dilindungi. Melalui analisis kesenjangan ini akan dipetakan kawasan-kawasan yang bernilai ekologi dan keanekaragaman hayati tinggi serta keterwakilannya dalam suatu kawasan konservasi.
Sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut di tingkat nasional, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta sejumlah organisasi non pemerintah, termasuk WWF Indonesia telah melakukan kegiatan bersama untuk menganalisis kesenjangan keterwakilan ekologis kawasan konservasi di Indonesia. Lebih lanjut, hasil-hasil yang diperoleh dalam analisis kesenjangan kawasan konservasi di Indonesia, kemudian dilokakaryakan pada tanggal 10 Desember 2010 di Jakarta.
“Analisis kesenjangan kawasan konservasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan informasi tentang keanekaragaman hayati di daratan dan perairan, serta mengidentifikasi keterwakilan keanekaragamanhayati baik di darat maupun di perairan,” jelas Kasubdit Pusat Informasi Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Agus Haryanta.
Lokakarya diselenggarakan untuk memperoleh masukan dari pihak-pihak terkait terhadap hasil analisis kesenjangan yang telah dilakukan sebagai acuan dalam merancang prioritasi serta langkah kebijakan kedepan. Direktur Konservasi Kawasan dan Bina Hutan Lindung Kementerian Kehutanan, Sony Partono menyampaikan bahwa kawasan konservasi yang ada saat ini, umumnya berada di kawasan yang sulit dijangkau, sedangkan kawasan yang mudah dijangkau ternyata justru memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, namun sayangnya masih banyak yang belum terwakili dalam kawasan konservasi.
 
Terkait kawasan konservasi, saat ini Indonesia telah memiliki kawasan konservasi luasannya mencapai lebih dari 36 juta hektar. Kawasan ini terdiri dari 490 kawasan konservasi darat (22,5 juta hektar) dan 79 kawasan konservasi laut (13,5 juta hektar). Dengan jumlah dan luasan yang besar tersebut, masih banyak keanekaragaman hayati baik ekosistem, spesies dan genetik yang bernilai penting ditemukan di luar kawasan konservasi.
Dengan meningkatnya tekanan pembangunan, maka secara langsung maupun tidak langsung mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Ditambah lagi, diperkirakan ada sekitar 80% habitat satwa liar yang terancam punah masih berada di luar kawasan konservasi. Oleh karena itu, analisis kesenjangan menjadi alat yang dapat membantu mengidentifikasi kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi yang perlu masuk dalam kawasan konservasi.
Dari lokakarya ini dihasilkan beberapa rumusan penting dan tindak lanjut yang menjadi masukan konstruktif yang bermanfaat bagi pengembangan kawasan konservasi di Indonesia. Beberapa masukan tersebut adalah:
- Perlu adanya sosialisasi dokumen analisis kesenjangan ke berbagai pihak, termasuk para pengambil keputusan di daerah seperti pemerintah provinsi, kabupaten, kota, pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat, baik melalui dokumen cetak maupun media online serta lokakarya.
- Perlu adanya pendanaan untuk menterjemahkan ke dalam bahasa inggris dan mencetak dokumen analisis kesenjangan melalui permohonan dana kepada mitra maupun lewat penganggaran masing-masing instansi.
- Internalisasi dokumen analisis kesenjangan segera dilakukan di masing-masing instansi terutama di Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sehingga menjadi acuan bagi instansi-instansi terkait dalam pembanguan sektor dan pengembangan wilayah.
- Membuat surat formal dari Menteri Kehutanan kepada semua instansi seperti Bappenas, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri sebagai strategi jangka pendek dalam rangka menjadikan dokumen analisis kesenjangan sebagai acuan dalam perencanaan pengembangan wilayah.
- Menjadi dokumen analisis kesenjangan sebagai acuan bagi lembaga swadaya masyarakat maupun pihak swasta (Unit Management, lembaga sertifikasi, dan lain-lain) dalam perencanaan usaha dan pengembangan program termasuk pengembangan praktek-praktek pengelolaan terbaik dalam pengelolaan kawasan, serta upaya-upaya restorasi ekosistem.
- Menggunakan lembaga-lembaga strategis seperti Wantimpres dan UKP4 atau individu yang berpengaruh memiliki charisma dan memiliki jaringan luas untuk membantu mensosialisasikan dokumen analisis kesenjangan dalam rangka penyusunan RTRWP, RZWP3K, RPJP, RPJM, dan Renstra P3K masing-masing provinsi.
- Penyempurnaan dokumen analisis kesenjangan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan indikator lain seperti ekosistem air tawar (termasuk ikan air tawar), migrasi cetacean, dan kemudian dilakukan pembobotan terhadap prioritas ekosistem penting untuk dijadikan kawasan konservasi.
- Strategi jangka panjang dengan peningkatan pengelolaan ekoregion yang memiliki ekosistem penting yang saat ini belum masuk ke dalam jaringan kawasan konservasi, serta mulai mengembangkan kawasan-kawasan APL yang memiliki nilai penting konservasi keanekaragaman hayati untuk dikelola dengan prinsip-prinsip konservasi. Khusus untuk wilayah yang telah diidentifikasi mempunyai nilai konservasi tinggi perlu juga dikembangkan menjadi kawasan-kawasan konservasi baru, atau setidaknya dimasukkan dalam kawasan lindung dalam RTRW.
- Menyusun prioritas penanganan dari hasil analisis kesenjangan dalam bentuk rencana aksi dan strategi.
 
       
 
 
 
