MENDORONG MASYARAKAT SORONG SELATAN MENJAGA KEKAYAAN LAUT
Dalam rangka memastikan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistem laut yang lestari, WWF-Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) bersama masyarakat dan pemerintah kabupaten Sorong Selatan mendorong upaya pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Papua Barat No. 532/25/1/2019, perairan laut Kabupaten Sorong Selatan seluas 338.323 Ha telah dicadangkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan dengan jenis KKP Suaka Alam Perairan (SAP) Seribu Satu Sungai Teo Enebikia.
Guna memastikan efektifitas KKP tersebut, diperlukan sistem pengawasan berbasis masyarakat secara partisipatif dan kolaboratif. Dimulai dengan melakukan peningkatan kapasitas terhadap 5 Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang telah terbentuk di Kabupaten Sorong Selatan. Upaya ini diharapkan mampu membangun kesadartahuan tentang pentingnya pengawasan terhadap pemanfaatan potensi sumber daya perikanan khususnya di dalam KKP.
Keberadaan Pokmaswas ini, sangat penting untuk diketahui masyarakat sekitar. Harapannya masyarakat turut mendukung pengawasan KKP Seribu Satu Sungai Teo Enebikia dengan cara ikut serta dalam pengawasan KKP bersama Pokmaswas. Pada 13-16 Maret 2019, Tim Proyek USAID SEA bersama WWF-Indonesia melakukan survey data dasar terhadap perubahan perilaku masyarakat dalam mendukung Pokmaswas serta program pengawasan bersama.
Survey dilakukan dengan menggunakan dua metode: metode kuantitatif yaitu kuisioner dan metode kualitatif dengan mengadakan diskusi kelompok terarah (FGD). Total responden dalam survey tersebut terdiri dari 10 anggota Pokmaswas dan 40 anggota masyarakat dari Distrik Kokoda dan Distrik Konda. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat kesadartahuan masyarakat Kokoda terhadap keberadaan Pokmaswas dan sistem pengawasan dalam KKP lebih besar dari pada masyarakat Konda yakni 72% berbanding 18%, dengan tingkat kepatuhan terhadap sistem pengawasan tersebut sekitar 80% untuk masyarakat Konda dan 70% masyarakat Kokoda.
Pada dasarnya, upaya pengawasan ini bertujuan untuk memastikan KKP Seribu Satu Sungai Teo Enebikia bebas dari praktik perikanan yang merusak. Dalam FGD masyarakat menyampaikan bahwa mereka masih menemukan aktifitas pelanggaran seperti penggunaan racun tuba di muara kali oleh beberapa nelayan lokal, pencurian ikan oleh nelayan luar daerah di sekitar muara kali dan di laut tanpa ada izin dari masyarakat setempat.
Ada juga praktik pemanfaatan sumberdaya laut yang belum memenuhi sistem pengelolaan yang baik. Di Distrik Kokoda, masyarakat menambang pasir laut secara tradisional untuk bahan bangunan, adanya penangkapan udang yang menggunakan trammel net sehingga menangkap spesies ETP (Endangered, Threatened, and Protected) yang tak termanfaatkan tanpa ada upaya pelepasan kembali. Meskipun praktik tersebut belum berdampak besar pada kelestarian ekosistem dan biota laut yang ada.
Ancaman berikutnya juga muncul dari kebiasaan nelayan membuang potongan jaring bekas ke laut (ghost nets) yang memungkinkan terperangkapnya ikan bahkan jenis ETP yang tak termanfaatkan secara terus menerus.
Sistem pengawasan berbasis masyarakat ini bertujuan untuk memastikan praktik pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan menjadi lebih terkendali. Untuk itu, perlunya mengoptimalkan partisipasi anggota Pokmaswas yang ada untuk aktif mensosialisasikan upaya pengawasan lebih luas.
Tindak lanjut dari hasil kegiatan ini, WWF-Indonesia akan berupaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat Sorong Selatan dengan menyediakan material komunikasi yang menarik agar dapat dilihat oleh masyarakat luas secara terus menerus, membuat pelatihan penanganan bycatch serta melatih anggota Pokmaswas Sorong Selatan agar sistem pengawasan bisa berjalan tanpa harus menimbulkan konflik sosial ke depannya.