MENANAMKAN JIWA CINTA ALAM LEWAT PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Oleh: Martina Rahmadani (Responsible Marine Bussiness Officer, WWF-Indonesia)
Wakatobi, sebagai salah satu cagar biosfer, memiliki caranya sendiri untuk memperingati Hari Bumi yang jatuh tiap tanggal 22 April. Pada Hari Bumi lalu, Forum Cagar Biosfer Wakatobi, ISAKAPALA, Pemerintah Daerah Wakatobi, Taman Nasional Wakatobi, WWF-Indonesia, serta para pemerhati lingkungan yang ada di Wakatobi mengadakan kegiatan untuk mengajak masyarakat Wakatobi lebih peduli pada lingkungan. Dengan mengambil tema “Satu Pohon untuk Dunia”, kegiatan ini berlangsung selama dua hari berturut-turut dan dimeriahkan oleh berbagai lapisan masyarakat demi menunjukan bahwa masyarakat Wakatobi peduli dan cinta pada alam.
Pendidikan lingkungan untuk siswa SMP dan SMA menjadi acara puncak dari peringatan Hari Bumi di Wakatobi kali ini. Selain acara tersebut, ada beberapa kegiatan lainnya yang tak kalah menarik, seperti penanaman pohon, bersih sampah dengan kano, jalan santai, lomba mewarnai tingkat TK, pagelaran seni, hingga pemutaran film dan pameran foto lingkungan. Kegiatan pendidikan lingkungan sendiri diselenggarakan sehari penuh dan diikuti oleh 85 siswa dari SMP dan SMA di Pulau Wangi-wangi. Selama satu hari tersebut, peserta diberikan berbagai pengetahuan berkaitan dengan lingkungan, terutama kondisi lingkungan di Wakatobi. Kegiatan dibagi menjadi dua sesi: sesi pertama, peserta diberikan materi umum mengenai konservasi baik konservasi lingkungan maupun budaya; sesi kedua, peserta diajak untuk mendiskusikan apa yang sekarang terjadi di bumi Wakatobi saat ini dan apa yang dapat dilakukan yang kemudian. Semua ide yang terkumpul kemudian dituangkan dalam sebuah poster dan dipresentasikan kepada peserta yang lain.
Ada lima pemateri yang menyampaikan bahasan tentang lingkungan, yaitu Sumiman Udu (Universitas Halu Oleo) yang berbicara mengenai kearifan lokal Wakatobi yang memiliki nilai luhur, mencintai dan menjaga lingkungan; Rinto Adhi S (WWF-Indonesia Program Southern-Eastern Sulawesi Subseascape/SESS) dengan materi terkait delapan sumber daya penting di Wakatobi serta aksi untuk melindunginya; Kartika C Sumolang (WWF-Indonesia Program SESS) dengan materi ekosistem karang dan potensinya; Martina Rahmadani (WWF-Indonesia Program SESS) yang menyuguhkan bahan potensi wisata dan ancamannya terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan bijak; serta Aliadin (Tokoh Masyarakat Wakatobi) yang berbagi pemikiran tentang peranan pemuda dalam menjaga bumi Wakatobi. Sesi presentasi ini kemudian diakhiri dengan diskusi. Dari sesi diskusi, terlihat bahwa nilai cinta alam dan serta kepekaan siswa terhadap lingkungan di Wakatobi mulai tumbuh. Hal ini sesuai dengan tujuan dari pendidikan lingkungan, yaitu menumbuhkan nilai cinta lingkungan dan cinta budaya lokal di dalam jiwa generasi muda Wakatobi.
Setelah sesi pendidikan lingkungan, kecintaan terhadap lingkungan dalam diri peserta makin terlihat dari pemikiran kritis mereka dalam melihat kondisi di Wakatobi saat ini dan apa yang mereka ingin lakukan demi Wakatobi yang lebih baik. Sesi brainstorming ini peserta dibagi menjadi 6 kelompok dan diberikan waktu selama 1,5 jam untuk mendiskusikan dan menggambarkan pemikiran mereka dalam sebuah poster yang menarik. Isu yang diangkat oleh masing-masing kelompok adalah kesehatan terumbu karang, permasalahan plastik, destructive fishing, keseimbangan ekosistem laut dan darat, dampak dari sektor perikanan dan pariwisata. Tema-tema tersebut kemudian dituangkan menjadi sebuah poster yang menarik. Dari presentasi yang mereka sampaikan, terlihat bahwa para siswa SMP dan SMA yang merupakan generasi penerus perjuangan konservasi ini sangat antusias dalam menyampaikan ide dan hasil diskusi mereka kepada peserta yang hadir.
Harapan dari semua pihak, baik penyelenggara maupun peserta, kegiatan seperti ini dapat terus dilakukan karena memiliki dampak yang sangat baik bagi siswa yang merupakan generasi penerus bangsa. Kegiatan ini juga dapat melahirkan kader yang mencintai alam dan nantinya dapat memberikan efek perubahan yang positif terhadap lingkungan di sekitarnya.