MEMBANGUN WISATA BAHARI YANG BERTANGGUNGJAWAB
Oleh : Indarwati Aminuddin
Hasil monitoring World Tourism Organization (WTO) 2013 menunjukkan bahwa kawasan pariwisata di Asia mengalami pertumbuhan pesat dari tahun ke tahun, diikuti dengan bertambahnya jumlah pengunjung yang cenderung memilih aktivitas liburan yang tak merusak lingkungan, seperti pengamatan hewan liar, snorkeling atau diving. Pada saat yang sama, penggerak kepariwisataan meletakkan konservasi dan komunitas sebagai image untuk meningkatkan jumlah tamu mereka.
WWF-Indonesia menginisiasi pertemuan rencana penyusunan landasan bagi bisnis kepariwisataan bahari yang bertanggungjawab, di Kantor Sunda Banda Seascape WWF-Indonesia, di Denpasar, Bali, 5 September 2014, sebagai upaya untuk mendorong pihak-pihak terkait merefleksikan kembali sejauh mana prinsip dan standar bertanggungjawab dan berkelanjutan di dunia kepariwisataan dapat diterapkan.
Pertemuan yang dihadiri Jaringan Kapal Pesiar Indonesia, Trip Advisory, akademisi dari Institut Teknologi Bandung, Dr. Arif Satria (IPB), dan Universitas Gadjah Mada, Hendrie Adji Kusworo dan Direktur Destinasi dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Dr. Frans Teguh, pihak pengelola spa Kadek Dewi, merupakan pertemuan pertama yang selanjutnya akan disusul dengan tematik pertemuan berikutnya.
Dalam pertemuan ini, para pihak memberikan pandangan dan masukan terhadap prinsip-prinsip pariwisata yang bertanggungjawab dan berkelanjutan. Sejumlah gagasan menarik muncul. Dr Arif Satria misalnya, menunjukkan korelasi yang kuat antara prinsip adil dan setara yang diperlukan agar pergerakan kepariwisataan tak hanya menjadi dunia bagi mereka yang memiliki cukup modal, tapi juga menjadi dunia bagi masyarakat yang hidup dalam wilayah kepariwisataan.
“Konservasi kemudian bukan sekadar slogan, melainkan gerakan yang dikejawantahkan dalam bentuk prinsip-prinsip kuat terhadap aspek sosial dan budaya, ekologi dan sumberdaya alam serta ekonomi yang berkelanjutan,” kata Muhammad Ridha Hakim, selaku Small Island, Partnership and Governance Leader Sunda Banda Seascape WWF-Indonesia. “Selanjutnya menjadi tatanan dari pergerakan kepariwisataan bahari yang bertanggungjawab,” tambahnya.
Namun melompati tahapan dari wacana ke gerakan bersama tidaklah mudah. “Kita memahami bahwa semua pihak berkewajian menerapkan prinsip bertanggungjawab, namun kita juga menemukan contoh nyata. Komunitas yang hidup di kawasan target kunjungan turis misalnya, menjadi kelompok yang justru mendapatkan keuntungan kecil dari pergerakan kepariwisataan, dengan pendapatan kecil yang tak cukup digunakan memperbaiki hidup mereka,” kata Suryani Mile, Koordinator Jaringan Kapal Pesiar Indonesia. Selain itu kunjungan turis di kawasan tertentu yang tidak diatur memberikan tekanan terhadap ekologi setempat.
Peserta yang mewakili pelaku bisnis kepariwisataan menyarankan adanya pengaturan pembiayaan yang mencerminkan transparansi dan efisien. “Bagi pengunjung, biaya yang dikeluarkan adalah harga dari kesenangan yang harus dibayarkan. Namun nilai tambah akan diperoleh oleh kita semua bila kita mampu menunjukkan bahwa pembiayaan yang ditarik dari mereka mengalir untuk mendukung konservasi dan meningkatnya pelayanan terhadap pengunjung. Fakta yang terjadi adalah penarikan biaya dari pengunjung tidak cukup terorganisir. Pembayaran terjadi di sana sini,dan ini merepotkan,” kata Suryani.
Menjadi tantangan ke depan adalah bagaimana mendorong prinsip-prinsip bertanggungjawab atas aspek sosial budaya, ekologi dan sumberdaya alam serta ekonomi berkelanjutan ini tidak sekadar menjadi dokumen ‘merek dagang’ penggerak kepariwisataan, melainkan menjadi alat untuk memperkuat posisi kawasan konservasi Indonesia. Hal ini pada akhirnya akan menunjang kualitas hidup manusia dan lingkungannya, terutama dalam upaya mendukung penetapan 20 juta hektar kawasan konservasi perairan di Indonesia.
Pertemuan selanjutnya direncanakan pada November 2014, dan fokus untuk membahas tema bisnis berkelanjutan, dimana semua peserta diharapkan mengkaji prinsip prinsip yang bisa diterapkan dalam bisnis kepariwisataan bahari, dan bagaimana prinsip tersebut dijalankan untuk memperkuat bisnis dan memperkuat pergerakan konservasi di Indonesia.