MANGROVE, PERISAI DARATAN DARI GELOMBANG DI LABUHAN BAJO
Hari Mangrove Sedunia yang diresmikan oleh UNESCO sejak tahun 2015 diperingati setiap tanggal 26 Juli. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya ekosistem mangrove dan mempromosikan konservasi mangrove secara berkelanjutan. Di Indonesia, berdasarkan Peta Mangrove Nasional oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021, Indonesia memiliki total mangrove seluas 3.364.080 Ha.
Mengambil momentum tersebut, pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Kerja Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat, dengan dukungan Pasar Modal Indonesia dan Yayasan WWF Indonesia melakukan webinar dengan tema ‘Peran Mangrove sebagai Garda Terdepan Lindungi Daratan dari Gelombang’ diikuti sebanyak 90 orang partisipan. Pelestarian Mangrove di Labuan Bajo merupakan salah satu program besar yang didukung Pasar Modal Indonesia, diantaranya melakukan penanaman pohon mangrove dan edukasi tentang pentingnya mangrove bagi ekosistem, baik kepada masyarakat lokal maupun wisatawan yang berwisata ke Labuan Bajo.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi NTT, Stefania Tunga Boro, S.Pi, MM., menyampaikan “Peran dan fungsi mangrove perlu kita perhatikan kembali, dengan berbagai macam ancaman yang terjadi dalam pembangunan dan aktivitas manusia lainnya, keberadaan mangrove di sekitar kita sangatlah penting. Salah satu nya jika kita lihat mangrove sebagai pelindung daratan dari gelombang”, ungkapnya saat membuka webinar.
Webinar ini juga turut menghadirkan empat narasumber terdiri dari perwakilan pemerintah, praktisi lingkungan dan kelompok masyarakat, yaitu Robertus Eddy Surya, S.Pi MP., selaku Kepala Cabang Dinas Mangarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat; Paspha Ghaishidra Muhammad Putra selaku Manajer Humas IKAMaT (Inspirasi Keluarga Alumni Kesemat); Ahmad Burhan selaku Ketua Kelompok Alam Sejati; dan Muhammad Erdi Lazuardi dari Yayasan WWF Indonesia.
Diskusi ini juga diawali dengan berbagai informasi regulasi dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove salah satunya termuat di UU RI No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil. Robertus Eddy menjelaskan fungsi dari mangrove secara fisik, ekologi dan ekonomi. Secara fisik keberadaan mangrove dapat meredam badai, gelombang tsunami, dan abrasi. Secara ekologis mangrove berfungsi dalam proses produktifitas primer, memijah, tempat pembibitan/pembesaran dan tempat mencari makan bagi banyak biota khususnya berbagai jenis ikan, kepiting dan udang, export nutrient, pollutant trap dan carbon sink. Secara ekonomi banyak keuntungan bisa didapat baik entah secara langsung maupun tidak langsung, termasuk di antaranya jasa lingkungan.
IKAMaT dan Kelompok Alam Sejati juga menyampaikan pandangan dalam melakukan skema penjagaan mangrove, upaya rehabilitasi, pemanfaatan ekosistem mangrove dan edukasi masyarakat. Skema penjagaan mangrove bisa melalui riset atau mengrove data, pelatihan-pelatihan, pembuatan produk hasil mangrove, media, dan donasi. IKAMaT melakukan upaya rehabilitasi di Kota Serang dan Tulungagung seluas 103.69 Ha dengan kelulusan hidup bibit mangrove sebesar 71,3 persen, sedangkan kelompok Alam Sejati melakukan upaya rehabilitasi di Desa Golo Sepang seluas 53 Ha dengan keberhasilan hidup sekitar 60-70 persen.
Pembelajaran menarik lainnya juga disampaikan oleh Ahmad Burhan, “Proses penanaman mangrove ini dilakukan secara kolaboratif oleh masyarakat lokal dimana pada awalnya mereka tidak tahu jika mangrove memiliki manfaat ekologis untuk melindungi daratan dari ancaman gelombang dan abrasi.”
Ada beberapa ruang kolaborasi yang bisa dilakukan di Kabupaten Manggarai Barat diantaranya pengembangan pembangunan tracking mangrove, edukasi masyarakat baik siswa sekolah atau umum, penguatan kelembagaan untuk menguasai informasi digital, sarana pendukung penanaman mangrove, pengawasan aktivitas yang dilakukan di dalam hutan mangrove dan riset secara berkala. “Satu pohon bisa menjadi hutan, satu senyuman bisa jadi perhatian, satu kebaikan akan membawa keberkahan,” tutup Burhan.
Pengembangan Kawasan Konservasi di Perairan Indonesia juga turut mendukung pelestarian ekosistem mangrove. “Peluang dan tantangan dari aspek aset alam, sosial ekonomi dan budaya serta tata kelola yaitu Kawasan Konservasi perlu dikelola efektif, mengoptimalkan perlindungan mangrove dalam kawasan konservasi di perairan, yang saat ini baru 2%. Bisa juga mengoptimalkan peluang ekonomi berbasis mangrove seperti pariwisata, perikanan,” ujar Muhammad Erdi Lazuardi.
Pemerintah masih menargetkan untuk melakukan restorasi ekosistem mangrove sebesar 600.000 ha. Erdi juga menyampaikan bahwa masyarakat dapat berperan dengan melakukan aktivitas sesuai dengan panduan yang ada, turut bergabung dalam aksi penanaman mangrove, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, maupun aktif dalam jejaring atau pegiat lingkungan.