LANGKAH PENTING LIMA HPH MENUJU SERTIFIKAT FSC
Oleh: Masayu Yulien Vinanda dan Israr Ardiansyah
Jakarta (12/01)- Lima perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang berlokasi di Kalimantan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan The Borneo Initiative (TBI) pada hari Selasa (12/01) sebagai langkah penting menuju sertifikat pengelolaan hutan lestari dalam skema Forest Stewardship Council (FSC).
Ketua Dewan Pelaksana TBI Jesse Kuijper bersama representatif TBI untuk Indonesia Rizal Bukhari memandu seremoni penandatanganan MoU di Hotel Mandarin Oriental Jakarta tersebut. Momen penting itu dihadiri pula oleh anggota Dewan Penasehat WWF-Indonesia Tati Darsoyo, pimpinan HPH terkait, serta sejumlah praktisi kehutanan di Indonesia.
Kelima HPH penandatangan MoU tersebut adalah PT. Roda Mas, PT Sarang Sapta Putera, PT. Belayan River Timber, PT. Suka Jaya Makmur, dan PT. Sarmiento Parakanca Timber. Partisipasi mereka merupakan babak baru kesepakatan antara organisasi nirlaba Belanda The Borneo Initiative (TBI) dan WWF-Indonesia pada Agustus 2009 untuk bekerjasama mengeliminasi pembalakan liar dan mempercepat pencapaian manajemen hutan lestari di Kalimantan melalui upaya sertifikasi hutan.
Menurut Rizal Bukhari, praktisi kehutanan WWF-Indonesia yang ditunjuk sebagai representatif TBI di Indonesia, MoU antara kelima HPH tersebut dengan TBI merupakan pencapaian penting dalam upaya mempercepat sertifikasi hutan di Borneo.
“Lima HPH yang terpilih tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan. Selain wilayahnya di Borneo dan luasannya yang mencapai 600 ribu hektar, kelimanya juga memiliki komitmen yang kuat menuju sertifikasi Sustainable Forest Management (SFM) atau pengelolaan hutan lestari. Grup pertama ini telah lulus seleksi ketat yang dilakukan oleh tim TBI bersama dengan pakar kehutanan dari Tropical Forest Foundation (TFF),” jelas Rizal.
Sementara, Jesse Kuijper menyatakan bahwa upaya menuju sertifikasi hutan lestari di Borneo dilakukan dengan berbasis tiga hal, “Pertama, TBI akan memberikan subsidi finansial di setiap tahapan sertifikasi maupun pelaksanaan proyek-proyek sosial dan lingkungan. Kedua, TBI mewadahi dan mempertemukan pihak-pihak yang berperan dalam mentransfer pengetahuan mengenai sertifikasi termasuk juga di dalamnya lesson learned HPH yang sudah memperoleh sertifikasi. Ketiga, TBI juga menawarkan jaringan pasar kayu FSC Eropa yang menjanjikan.”
Menurut Jesse, upaya yang dilakukan TBI dilakukan berdasarkan pengamatan pihaknya selama dua tahun terakhir di Kalimantan yang menunjukkan bahwa hambatan terbesar bagi HPH dalam memperoleh sertifikasi FSC adalah keterbasan sumber daya manusia dan daya dukung finansial.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT. Belayan River Timber Dr. Untung Iskandar menyatakan rasa puasnya atas langkah penting ini.
“Selama ini, hambatan terbesar kami dalam memperoleh [sertifikat] FSC adalah keterbatasan sumber daya manusia dan finansial. Proses sertifikasi ini sudah kami upayakan selama 12-13 tahun, oleh karena itu kami menyambut baik inisiatif ini. Ini memang sudah menjadi mimpi kami bahwa di masa depan sertifikasi hutan dapat diadopsi oleh seluruh perusahaan,” ujar Untung.
Lima HPH yang menjadi mitra pelopor kerjasama dengan TBI tersebut diharapkan akan mampu menjadi contoh bagi HPH lain dalam upaya sertifikasi hutan lestari. TBI menargetkan pada 2013, satu juta hektar hutan tersertfikasi akan dikembangkan menjadi 3,3 juta hektar dan pada tahun 2015 hutan tersertifikasi di Borneo akan mencapai angka hingga lima juta hektar.