KOMUNTO : TIDAK ADA TEMPAT SEINDAH RUMAH SENDIRI, WAKATOBI
Siapa yang akan mencintai rumah sendiri selain penghuni-penghuninya?. Pertanyaan tersebut dijawab oleh kelompok-kelompok nelayan di Pulau Tomia, Kepulauan Tukang Besi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dengan sederhana. Melalui proses inisiasi dan diskusi dalam menyamakan visi, perwakilan kelompok nelayan dari masing-masing desa sepakat membentuk Komunitas Nelayan Tomia atau disingkat Komunto sebagai wadah nelayan-nelayan setempat dalam menjaga wilayahnya agar wilayah laut mereka dapat menghidupi generasi berikutnya dan seterusnya. Karena kegigihan dan upaya-upaya yang keras akhirnya membawa Komunto sebagai salah satu pemenang Equator Prize, sebuah ajang penghargaan yang didirikan oleh UNDP untuk diberikan kepada mereka yang telah melakukan upaya nyata membawa komunitasnya menuju cita-cita pembangunan milenium (Millenium Development Goals) yang terdiri dari 8 pilar, pada tahun 2010 di New York, Amerika Serikat.
Sebelum Komunto dibentuk, masyarakat yang mayoritas merupakan nelayan tercerai berai dalam berbagai kepentingan. Perlahan-lahan mereka sadar bahwa dengan bersama-sama, setiap masalah dapat dijawab dengan solusi yang menyeluruh. Akhirnya Komunto dideklarasikan di desa Timu, Tomia, pada tanggal 15 September 2006 oleh 24 orang perwakilan kelompok forum konsultasi masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi (TNW), dan sampai sekarang Komunto sudah mencakup 312 orang dari 13 kelompok masyarakat.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman para wakil masyarakat tersebut di dalam wilayah TNW maka sejak tahun 2005 Program Bersama WWF-TNC melaksanakan berbagai program pelatihan antara lain :
1.Pelatihan dan sosialisasi mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Tindoi, Wangi-Wangi.
2.Pelatihan dan sosialisasi mengenai Community Organizer (CO) di Pulau Hoga, Kaledupa.
3.Pelatihan dan sosialisasi mengenai Analisis Sosial (ANSOS) di Pulau Hoga, Kaledupa.
4.Pelatihan dan sosialisasi mengenai Partisipatory Rural Appraisal (PRA) di Pulau Hoga, Kaledupa.
5.Pelatihan dan sosialisasi mengenai Marine Protected Area (MPA) di Pulau Hoga, Kaledupa.
Hasil dari ilmu yang didapatkan dari pelatihan dan sosialisasi tersebut mereka terapkan di wilayah masing-masing sesuai kesepakatan wilayah pengelolaan mereka. Dari hasil kegiatan tersebut di atas maka hampir di semua desa terbentuk kelompok-kelompok nelayan yang secara rutin mendapatkan pemahaman tentang apa penjagaan dan pelestarian sumber daya alam sebagai sumber kehidupan masyarakat di Wakatobi yang terdiri dari 97 % laut dan 3 % daratan.
Pendidikan yang kurang khususnya pada nelayan merupakan tantangan tersendiri bagi anggota Komunto dalam menjalankan peran dan fungsinya di dalam masyarakat, berbagai pertanyaan yang muncul dari masyarakat haruslah dijawab dengan arif dan bijaksana terutama tentang “zonasi” yang menurut pemahaman mereka zonasi merupakan larangan untuk mencari nafkah di laut, apalagi pada saat itu zonasi yang ada tidak pernah dikonsultasikan kepada masyarakat dan ditetapkan secara sepihak tanpa mengikutsertakan partisipasi masyarakat sehingga akhirnya zonasi yang ditetapkan mendapatkan penolakan yang keras.
Salah satu peran perwakilan nelayan saat itu adalah menginisiasi lahirnya kelompok-kelompok nelayan yang selanjutnya perwakilan kelompok tersebut melakukan diskusi lanjutan untuk membentuk forum yang lebih besar. Komunto lahir dari rangkaian cerdas diskusi demi diskusi di antara perwakilan-perwakilan tersebut. Salah satu program berkala dari Komunto adalah melakukan pertemuan dan diskusi kelompok yang ditindaklanjuti dengan pertemuan reguler di tingkat kabupaten yang disepakati untuk dijalani setiap enam bulan sekali.
Komunikasi antar kelompok nelayan antar pulau juga merupakan kendala yang sangat berat karena minimnya fasilitas komunikasi. Akhirnya semua pihak sepakat melalui Komunto untuk menerbitkan buletin yang dikenal dengan nama Jala Wakatobi sebagai bahan bacaan dan media informasi terkini untuk isu-isu yang sedang berkembang. Dengan menggandeng praktisi dari Kendari akhirnya setiap perwakilan kelompok sepakat untuk membangun radio komunitas dengan nama Vatalolo FM di Pulau Kaledupa, sedangkan di Pulau Tomia dinamakan Talombo FM, serta Onituloua FM dan Bantea FM di Binongko.
Lebih lanjut, program pelatihan dengan para praktisi dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan SDM, seperti:
- Pelatihan Media JALA WAKATOBI
- Pelatihan Media Kampung
- Pelatihan Radio
- Pelatihan Pemetaan
Pelatihan lain untuk anggota forum dari masing-masing pulau adalah yang berkaitan dengan bidang ekonomi agar dapat mengembangkan diri dengan mendirikan usaha-usaha ekonomi yaitu pelatihan Koperasi dan pelatihan manajemen usaha, dan saat ini Komunto telah memiliki koperasi. Bidang usaha di bidang ekonomi lainnya adalah memahami kegiatan non-ekstraktif (pemanfaatan tidak langsung) dari sektor kelautan seperti pemanfaatan alam sekitar dalam bentuk ekowisata. Untuk itu Komunto juga telah menimba ilmu di Jaringan Ekowisata Desa (JED) Bali pada tahun 2008. Selain itu Komunto juga memfasilitasi pelatihan bagi ibu-ibu nelayan dalam mengembangkan produk hasil tangkapan yang berupa abon dan kerupuk, hasilnya produk mereka sudah mampu menembus ke pasar nasional.
Terobosan Komunto sendiri justru dilahirkan untuk laut sejak mereka mulai mempelopori penetapan bank ikan pada tahun 2005. Bank ikan adalah konsep yang mereka tetapkan pada suatu daerah laut dengan melarang aktivitas penangkapan ikan dengan metode apa pun. Hasilnya adalah keseimbangan ekosistem yang berimplikasi positif pada kualitas dan kuantitas tangkapan ikan mereka yang terus tersedia. Mereka berharap bank ikan akan terus bertambah di kemudian hari agar pekerjaan sebagai nelayan tetap dapat mereka pertahankan untuk menyokong kemakmuran mereka dan bangsa. Visi Komunto adalah bagian paling mendasar dari penyangga pemenuhan kebutuhan makanan, kesehatan, serta pendidikan untuk generasi yang akan dating kaena anggota Komunto dapat secara bebas mengelola sumber daya laut mereka dalam kawasan TNW dengan kaidah yang berkelanjutan berdasarkan kearifan lokal. (Tim WWF di Wakatobi)
Kontak lebih lanjut:
1. Sugiyanta, Kepala Proyek Bersama WWF-TNC, sugiyanta@wwf.or.id
2. Saharudin, Perwakilan Komunto, 082144200176, ki_eman@yahoo.co.id